11. Lo Bisa Sendiri, Kan?

839 156 2
                                    

Beberapa kali Giyan mengerling ke arah Liam yang terlihat serius saat berada di dalam taksi. Pada akhirnya mobilnya dibawa oleh karyawan bengkel dengan Giyan dan Liam yang mengikuti dari belakang menggunakan taksi.

Perasaannya terasa begitu aneh, beberapa kali dia merasa penasaran dan ingin menatap Liam secara diam-diam, tapi Giyan juga merasa malu dengan apa yang dilakukannya sehingga dia hanya menunduk dengan menahan rasa salah tingkah.

Lelaki yang berada di sebelahnya tidak bisa ditebak apa yang sedang di pikirkannya. Padahal Giyan merasa jika Liam tidak akan datang menemuinya lagi setelah ajakan pacaran pura-puranya ditolak oleh lelaki itu. Tapi nyatanya Liam malah mendatangi apartemennya dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa diantara keduanya.

"Jangan bilang kalau lo sudah lapar," kata Liam tiba-tiba tanpa mengalihkan matanya dari jalan raya di hadapannya.

"Lapar?" ulang Giyan dengan wajah bingung.

"Lo terlihat gelisah. Apalagi alasannya kalau bukan karena lo lapar. Makanya tadi pagi harusnya lo nggak cuma makan roti," ucapnya. Giyan merasa keningnya berkerut-kerut saat mendengar ucapan Liam. Sejak kapan lelaki itu memperhatikannya sehingga tahu jika dia sedang gelisah?

"Gue nggak lapar kok," bela Giyan.

"Kalau nggak lapar, lalu apa?" tanyanya lagi.

"Kepikiran sama mobil gue aja. Gue khawatir bakal banyak yang diperbaiki," jawab Giyan asal. Padahal tidak sedikit pun dia memikirkan tentang mobilnya saat ini. Ada hal yang lebih penting dari sekadar mobilnya, tentu saja memikirkan lelaki yang berada di sebelahnya ini.

"Takut bayarnya mahal?" tebak Liam dan mau tidak mau dibalas Giyan dengan sebuah anggukan. Mau bagaimana lagi, dia sudah terlanjur membuat sebuah kebohongan dan mengiakan ucapan Liam adalah jalan terbaik agar tidak dicurigai.

"Lo bisa pakai uang gue kalau punya lo kurang," katanya. Giyan ingin sekali menertawakan dirinya yang entah kenapa malah merasa senang saat mendengar ucapan Liam. Hanya sebuah tawaran sepele yang biasa dilakukan seorang teman, tapi tetap saja Giyan merasa berdebar karena hal itu.

"Lo kayak rentenir aja," ledek Giyan untuk mencairkan suasana yang terasa tegang. Padahal hanya ada mereka berdua di dalam taksi, tadi dari tadi Giyan merasa begitu canggung hingga kebingungan untuk memulai pembicaraan.

"Gue bahkan bisa lebih sadis dari rentenir," balas Liam sambil terkekeh. Giyan menahan napas karena sangat senang mendengar suara tawa Liam yang terdengar begitu renyah.

Sesaat Giyan terdiam dan memaki dirinya sendiri. Dia merasa begitu tidak waras hanya karena mendengar suara tawa Liam.

"Gue rasa lo benar-benar lapar," ucap Liam sambil menoleh ke arah Giyan yang sedang menahan diri untuk tidak menunjukkan rasa girang yang sedang dirasakannya saat ini.

"Makan dulu deh kalau gitu sambil nunggu mobil lo beres," kata Liam lagi bersamaan dengan taksi keduanya yang berhenti tepat di sebuah bengkel langganan Giyan.

Liam kemudian menunggu Giyan melakukan pendaftaran untuk mobilnya yang akan diperbaiki. Hanya butuh waktu beberapa menit hingga Giyan menghampiri Liam yang sedang menunggu di ruang tunggu.

"Masih panjang antriannya," keluh Giyan.

"Makanya makan dulu biar lo nggak lemas," timpal Liam dan keduanya pun beranjak meninggalkan bengkel.

Karena terletak di jalan besar, ada banyak pilihan tempat makan yang bisa dipilih oleh Giyan. Mata Giyan mengerjap dan mendadak merasa kelaparan.

"Lo mau makan apa?" tanya Giyan basa-basi padahal sebenarnya arah matanya sudah tertuju pada sebuah tempat makan yang menjual mi ayam.

"Gue nemanin lo aja. Yang lapar, kan lo, bukan gue," sahut Liam.

"Serius lo nggak mau makan?"

"Gue nggak kayak lo yang sebentar aja sudah merasa lapar," kata Liam yang seperti sedang meledeknya. Giyan tersenyum masam sambil melangkah menuju warung mi ayam yang dari tadi menjadi perhatiannya.

"Gimana nggak cepat lapar, lo makannya yang kayak gini. Beberapa jam lagi, gue jamin lo pasti bakal kelaparan," komentar Liam.

"Di saat gue merasa lapar lagi, lo pasti sudah merasa kelaparan juga. Jadi nanti kita bisa makan bareng," balas Giyan tidak peduli dan segera memasuki warung mi ayam.

"Gue pesanin buat lo ya. Kayaknya mi ayamnya enak. Anggap aja cemilan sebelum makan siang," ucap Giyan sambil memamerkan senyumnya. Hanya terdengar helaan napas panjang Liam yang menandakan lelaki itu tidak bisa menolak apa yang diucapkan oleh Giyan.

"Apa lo nggak sadar kalau dari tadi orang-orang pada merhatiin lo?" bisik Liam setelah keduanya mendapat tempat duduk dan sedang menunggu pesanan mereka.

"Merhatiin kenapa?" tanya Giyan bingung.

"Kira-kira karena apa?" Liam malah balas bertanya dan membuat Giyan semakin mengerutkan keningnya.

"Ngelihatin lo kali. Sebenarnya selama ini gue merasa kalau gue nggak punya penggemar fanatik. Apalagi lo tahu kalau gue nggak terlalu berprestasi dibanding artis-artis yang lain," balas Giyan.

"Bahkan gue merasa orang yang nggak suka gue lebih banyak dibanding penggemar gue," sambungnya.

Mata Liam terlihat memicing dan menatap Giyan dengan raut wajah tidak mengerti. Dia tidak habis pikir jika Giyan akan menilai dirinya seperti itu. Padahal menurut Liam, Giyan sangat berprestasi, aktingnya cemerlang, dan dia sendiri merasa jauh dibanding dengan Giyan.

"Gue bawa uang tunai lumayan banyak, jadi kali ini biar gue yang bayarin," kata Giyan dengan nada sombong setelah pelayan mengantarkan dua porsi mi ayam ke hadapan keduanya.

"Gue benar-benar belum merasa lapar," keluh Liam saat Giyan mendorong mangkuk mi ayam ke hadapannya.

"Nanti gue bantu habisin," balas Giyan santai tapi malah membuat mata Liam membesar saat mendengarnya. Liam terlihat terdiam dan matanya mengarah pada Giyan yang sudah mulai menikmati mi ayamnya. Giyan yang tidak sadar diperhatikan dengan saksama oleh Liam terus menyuapkan mie ayam ke mulutnya.

Liam menahan napas karena merasa semakin lama gadis yang berada di hadapannya ini semakin mirip dengan seseorang.

"Kenapa malah bengong?" Giyan mengangkat wajahnya dan menatap Liam dengan wajah bingung.

"Ada yang lo nggak suka? Daun bawang? Atau pangsitnya?" tanya Giyan lagi. Liam menggeleng dan menarik mangkuknya mendekat ke arahnya. 

Giyan pasti tidak tahu jika diamnya Liam bukan karena dia tidak menyukai mi ayamnya tapi semuanya karena gadis itu. Pikirannya saat ini bahkan berpusat pada Giyan. Di saat dia berusaha keras melupakan seseorang, Giyan malah melakukan beberapa hal yang membuatnya kembali mengingat sosok itu.

"Gue nggak bisa lama-lama di sini," ucap Liam tiba-tiba dan membuat Giyan menghentikan makannya. Mata Giyan bersorot bingung.

"Kenapa?" tanya Giyan.

"Gue baru ingat ada yang mesti gue lakuin. Lo bisa nungguin mobil lo sendiri, kan?" tanyanya. Mata Giyan masih menatap Liam dengan sorot bingung saat Liam beranjak dari duduknya, meninggalkan Giyan dan mi ayamnya yang belum dimakan sedikit pun.(*)

Next ⏩⏩ Hidden Part 11. Baca hanya di KaryaKarsa ya. Link ada di profil ❤️❤️❤️.

Hasta Lavista, Baby!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang