24. Nggak Lagi Sama

646 122 5
                                    

"Lo baik-baik aja, kan?" tanya Gwen untuk kesekian kalinya. Gwen menarik napas panjang dan kemudian menoleh ke arah Giyan.

"Jangan buat gue merasa begitu menyedihkan," ucapnya sedikit kesal karena pertanyaan Gwen yang diucapkannya berkali-kali.

"Gue baik-baik aja kok," kata Giyan lagi. Giyan mungkin sedang berbohong tapi dia merasa lebih baik tidak ada yang tahu bagaimana keadaannya saat ini, cukup dia sendiri saja yang tahu. Liam tidak boleh tahu jika dia begitu terluka akibat ucapannya kemarin.

"Gue akan tungguin lo sampai selesai syuting," kata Gwen kemudian. Giyan mengangguk dan segera turun dari mobil.

Biasanya Liamlah yang selalu bersama Giyan saat akan syuting seperti ini. Sebelum syuting dimulai, dia sudah menjemput gadis itu.

Giyan membuang napas, merasa kesal karena kembali memikirkan lelaki itu padahal dia sudah berusaha dengan keras untuk melupakannya.

Hari ini ada beberapa adegan yang membuat Giyan mau tidak mau harus berinteraksi dengan Liam. Apa pun yang terjadi di antara mereka, dia akan berusaha bersikap profesional dan tidak boleh mencampurkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Semoga saja dia bisa melakukannya.

"Beri tahu gue kalau lo butuh bantuan," ucap Gwen lagi. Gwen kemudian bergabung bersama kru film lainnya dan membiarkan Giyan melangkah menuju area syuting.

Giyan melihat sosok Liam dari kejauhan, berdiri di depan Javas yang sepertinya sedang memberikan petunjuk sebelum syuting dimulai. Giyan memalingkan wajah, berusaha tidak melihat wajahnya agar perasaannya tidak semakin terluka.

"Lo terlambat sepuluh menit, Giyan," sindir Javas saat melihat kedatangannya. Tadi Giyan bahkan hampir saja tidak mau datang syuting jika bukan karena bujukan dari Gwen.

"Maaf," ucapnya sambil menunduk. Tidak ada alasan yang Giyan katakan untuk menjelaskan alasan keterlambatannya. Dari sudut matanya dia bisa melihat jika Liam menoleh sekilas ke arahnya dan kembali mengarahkan matanya pada Javas. Menyebalkan. Padahal mereka sudah sedekat ini tapi kenapa Giyan malah merasa lelaki itu semakin jauh?

"Kita harus mengejar syuting selesai lebih cepat dari jadwal karena diperkirakan akhir tahun ini, film kita ini sudah rilis di bioskop," ucap Javas. Giyan malah berharap jika syuting bisa selesai hari ini dan tidak perlu bertemu dengan Liam lagi. Lagi-lagi Liam membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.

"Aku ke apartemen kamu tadi tapi kamu nggak ada," kata Liam setelah Javas menyelesaikan pembicaraan dan meminta para pemain dan kru film segera bersiap.

Tentu saja Giyan tidak ada di apartemen karena pagi-pagi sekali Gwen telah membawanya pergi sarapan ke sebuah tempat makan langganan mereka dengan harapan Giyan mau makan. 

Giyan memang mengatakan pada Gwen jika dari semalam dia belum makan apa pun dan sedang tidak ingin makan apa-apa.

"Jangan pernah datang ke apartemenku lagi," kata Giyan ketus. Giyan kemudian memalingkan wajah dan berusaha menghindar darinya.

"Giyan ..., kamu kenapa?" tanya Liam dan membuat kening Giyan berkerut. Dia masih tanya kenapa setelah apa yang terjadi semalam? Lelaki ini benar-benar tidak punya perasaan, ucap Giyan di dalam hatinya.

"Nggak ada apa-apa. Aku cuma mau menegaskan bagaimana hubungan kita yang sebenarnya," kata Giyan sambil berlalu. Liam tidak bisa berkata apa-apa setelah kepergian Giyan. Dia merasa serba salah dan tidak bisa menanggapi ucapan Giyan. Liam memaki dirinya di dalam hati karena sampai saat ini masih tidak mengerti bagaimana perasaannya pada gadis itu.

Liam merasa bersalah tapi tidak cukup berani untuk meminta maaf pada Giyan. Wajah saja jika Giyan marah padanya.

Setelah beranjak meninggalkan Liam, Giyan malah berharap Liam akan mengejar dan membujuknya, kemudian mereka akan kembali berbaikan. Giyan merasa dia begitu bodoh sampai mengharapkan akan berbaikan pada Liam sementara lelaki itu saja terlihat tidak peduli padanya.

Syuting hari ini benar-benar menguras tenaga dan pikirannya. Apalagi dia harus beradegan mesra dengan Liam sementara di dalam hatinya malah ingin mencakar wajah lelaki itu.

Tidak ada seorang pun yang tahu jika dia dan Liam sedang bertengkar. Semua kru film malah meledek Giyan dengan mengatakan jika akting bersama pacar memang terlihat natural. Natural apanya, beberapa kali Giyan bahkan merasa ingin menyerah saja.

"Mau langsung pulang?" tanya Gwen sambil memberikan sebotol air mineral pada Giyan.

"Iya, gue capek banget," keluhnya dan kemudian meneguk minumannya sampai tersisa setengah.

"Liam tuh," ucap Gwen setengah berbisik.

"Mau pulang bareng?" tanyanya.

"Nggak," jawab Giyan singkat. Liam pasti hanya berbasa-basi padanya karena seharusnya dia tahu jika Giyan akan pulang bersama Gwen.

"Masih marah?" tanya Liam dan mata Giyan pun melotot saat mendengarnya. Jika Liam ingin berbasa-basi padanya, seharusnya dia bisa memilih kalimat lainnya, bukan yang malah memancing kekesalan.

"Ah ... itu ..., gue ke mobil dulu," pamit Gwen yang merasa jika Giyan dan Liam butuh waktu untuk berdua dan membicarakan masalah mereka.

"Sebentar lagi gue nyusul," balas Giyan seolah ingin menegaskan jika pembicaraannya dengan Liam tidak akan lama.

Helaan napas panjang Giyan membuat Liam menatap dalam-dalam ke arah gadis itu. Liam sudah berencana akan meminta maaf pada Giyan tapi saat menatap wajahnya, dia malah terdiam.

"Sudah malam, aku pulang dulu," ucap Giyan. Giyan merasa kesal dengan Liam yang tidak berbicara apa pun dari tadi dan menganggap jika lebih baik dia pergi meninggalkan lelaki itu.

"Maaf," ucap Liam tiba-tiba.

"Maaf karena sudah membuat kamu semarah ini," katanya lagi.

"Bukan hal yang penting kok," balas Giyan dengan wajah tidak peduli.

"Permintaan maaf juga nggak akan merubah apa pun," sambungnya. Bagi Giyan, permintaan maaf Liam tidak akan merubah perasaan lelaki itu, selamanya dia hanya akan terikat dengan masa lalunya dan tidak pernah menganggap kehadiran Giyan.

"Aku nggak berharap kita seperti ini," ucap Liam.

"Lalu lo maunya seperti apa?" tanya Giyan yang mulai terpancing emosi.

"Kalau lo memang berniat buat bertaruh pada perasaan lo, sepertinya lo berhasil. Lo pasti sudah tahu bagaimana perasaan lo setelah berhasil mendekati gue," sambung Giyan lagi. Dia menekan dadanya yang terasa nyeri dan menatap Liam dengan tatapan mata tajam.

Rasanya baru kemarin mereka saling bercanda dan berbicara dengan hangat tapi dalam sekejap semuanya berubah.

"Bukan seperti itu maksudku, Giyan ...," ucap Liam serba salah. Tatapan mata Giyan terlihat terluka dan membuat Liam merasa menyesal.

"Lo dengar baik-baik. Jujur, dari dulu gue memang suka sama lo. Sangat suka sampai gue tahu apa pun tentang lo. tapi saat ini gue mau lo tahu kalau perasaan gue nggak sama lagi. Gue benci banget sama lo!" Giyan kemudian memutar tubuhnya dan beranjak meninggalkan Liam yang hanya bisa termangu.(*)

Next Hidden Part 24 ya. Baca hanya di KaryaKarsa, link ada di profil ❤️

Hasta Lavista, Baby!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang