6. Mirip Seseorang

1.1K 196 4
                                    

Wajah Liam terlihat tidak sabar saat Giyan menghampiri mobilnya, padahal dia sudah menunggu sejak lima belas menit yang lalu dan gadis itu baru muncul sekarang. Waktu yang terasa begitu lama buatnya.

"Nggak bisa lebih lama lagi?" sindirnya hingga wajah Giyan terlihat berubah.

"Maaf," ucap Giyan tanpa bisa menjelaskan kenapa dia bisa membuat Liam menunggu lama. Giyan akan merasa sangat malu jika sampai Liam tahu jika sejak tadi dia begitu kesulitan untuk menentukan pakaiannya hari ini. Berbagai pakaian sudah dicobanya, tapi entah kenapa dia merasa tidak percaya diri mengenakannya di hadapan Liam. Giyan merasa dia harus menunjukkan penampilan terbaiknya di hadapan lelaki itu. Mendadak dia menjadi malu saat memikirkan apa yang telah dilakukannya tadi.

Tanpa menanggapi permintaan maaf Giyan tadi, Liam pun segera memacu mobilnya setelah Giyan berada di dalam mobil. Dia sendiri heran dengan kebetulan yang sedang dialaminya karena hari ini lokasi pemotretannya berdekatan dengan lokasi syuting Giyan. Kebetulan yang membuatnya menawarkan diri untuk menjemput Giyan.

Setelah mengenal gadis itu dan mengobrol lumayan lama dengannya semalam, Liam merasa mereka memiliki banyak persamaan. Dia tidak mengira jika Giyan adalah salah seorang penggemar Lynn, penulis favoritnya, gadis itu bahkan bisa menceritakan seluruh isi novel ciptaan Lynn dengan detail. Hal yang jarang didapatkannya jika dia mengobrol dengan teman sesama artisnya.

"Ini sarapan buat lo karena sudah menjemput gue pagi ini," ucap Giyan sambil memberikan sebuah kotak makanan yang berisi sandwich buatannya. Saat itu mobil Liam sudah berhenti tepat di depan lokasi syutingnya. Sekotak makanan itu dari tadi tadi tersimpan rapi di dalam tasnya. Awalnya Giyan begitu ragu ingin memberikan sandwich buatannya karena tidak yakin Liam akan suka. Tapi semakin dia ragu, semakin kuat keinginannya untuk memberikan bekal buatannya pada Liam. 

Hal paling tidak masuk akal yang pernah dilakukannya untuk lelaki yang disukainya yaitu membuatkan sarapan. Selama beberapa tahun terakhir, Giyan hanya bisa memendam perasaannya tanpa tahu apa yang mesti dilakukannya.

Giyan berusaha tenang saat tangannya terulur memberikan kotak makan itu pada Liam. Wajah Liam terlihat kaget saat melihat kotak makan berwarna biru muda itu berada di tangan Giyan.

"Apa ini?" tanya Liam dengan kening berkerut. Giyan sama sekali tidak tahu apa makanan kesukaan Liam dan menurutnya sandwich mungkin akan cocok untuknya. Napasnya tertahan saat melihat ekspresi wajah Liam. Bagaimana jika lelaki itu tidak suka? Atau lebih buruknya lagi jika Liam akan menolak pemberiannya itu. Padahal tadi pagi dia sudah berusaha bangun lebih awal dari biasanya agar bisa membuat sandwich untuk Liam. 

"Sandwich," jawab Giyan sambil membuka pintu mobil Liam agar tidak melihat ekspresi lelaki itu. Dalam hatinya terus berharap jika Liam tidak menolak pemberiannya itu. Tiba-tiba dia merasa menyesal karena telah nekat memberikan sarapan untuk Liam. Giyan terus memaki dirinya sendiri yang hari ini terlihat begitu tidak masuk akal.

"Oh ..., makasih," balas Liam tanpa ada ucapan lain yang berarti. Giyan menarik napas panjang walaupun tanggapan Liam hanya seperti itu. Meskipun bingung dengan Giyan yang tiba-tiba saja memberikan sekotak makanan untuknya, dia menyimpan kotak makanan itu di kursi sebelah kemudi.

"Terima kasih buat tumpangannya," kata Giyan sambil turun dari mobil. Satu ... dua ... tiga, Giyan terus menunggu di dalam hati jika Liam akan menahannya dan mengatakan sesuatu yang membuatnya senang, menawarkan akan menjemputnya saat pulang nanti misalnya atau mengatakan betapa baiknya dia karena telah membuatkan sarapan. Tapi nyatanya yang terdengar hanya suara deru mobil Liam yang bergerak menjauh.

Entahlah, Giyan tidak tahu apa tahu harus senang senang atau malah sedih dengan sikap Liam tadi.

Setelah meninggalkan Giyan di lokasi syutingnya, Liam memacu mobilnya menuju lokasi pemotretan untuk sebuah brand pakaian pria. Sesaat dia menurunkan laju mobilnya dan melirik sekilas ke arah kotak makan berwarna biru muda itu. Tidak tahu kenapa, dia malah tersenyum saat melihatnya.

***

Giyan menunggu dengan cemas taksi yang sudah dipesannya dari tadi hingga beberapa teman sesama artis yang terlibat syuting yang sama dengannya sudah pulang dan menyisakan beberapa orang kru syuting.

Dari tadi Giyan memang mendapat tawaran untuk pulang bersama, tapi ditolaknya karena dia merasa pasti akan merepotkan sementara arah apartemennya berlawanan. Kalau saja tadi ada Gwen, mungkin dia tidak akan seperti ini.

Dengan wajah kesal, dia mengambil ponsel dan berusaha memesan taksi yang lain. Tangannya yang baru saja mengeluarkan ponsel dari tasnya mendadak terhenti karena sebuah mobil yang begitu dikenalnya berhenti tepat di sebelahnya.

"Kebetulan banget jam pulangnya bareng." Seseorang membuka kaca mobil dan membuat Giyan merasa kesulitan bernapas.

"Ayo naik," ucap lelaki itu. Giyan tidak tahu apa semua ini hanya kebetulan atau sudah direncanakan Liam. Apa pun itu, dia merasa lega karena bisa segera pulang.

"Harusnya lo hubungi gue tadi, kalau gue nggak lewat sini tadi, mau sampai kapan lo nunggu?" kata Liam sementara Giyan masih tidak bisa menahan debar di dadanya yang semakin kuat. Mana mungkin tadi dia menghubunginya hanya untuk meminta lelaki itu menjemputnya. Giyan terlampau malu untuk melakukannya.

Pasti semua ini hanya kebetulan, tidak mungkin Liam sengaja menjemputnya, begitu terus yang diucapkannya di dalam hati hingga perasaannya terasa lebih tenang.

"Lo juga barusan beres pemotretannya?" tanya Giyan basa-basi. Liam mengangguk dan mulai menjalankan mobil.

Terasa ada yang membuncah di dada Giyan ketika tahu Liam masih ingat jika dia belum pulang.

"Manajer lo kapan balik Jakarta?" tanya Liam. 

"Katanya besok," jawab Giyan. Liam terlihat memiringkan kepalanya seperti sedang memikirkan sesuatu. Dia kemudian menoleh ke arah Giyan sekilas saat sadar jika suasana terasa hening karena keduanya tidak saling berbicara lagi selama beberapa waktu.

Giyan sadar jika Liam menatapnya, walaupun hanya sesaat tapi bisa membuatnya merasa begitu salah tingkah. Apa yang berada di kepalanya terasa menguap dan bahkan tidak tahu harus berbicara apa pada Liam.

"Ingin makan sesuatu?" tanya Liam dan membuat Giyan tersentak. Matanya mengerjap dan merasa tidak percaya dengan apa yang diucapkan Liam. Makan? Tentu saja Giyan ingin makan setelah seharian ini tidak makan dengan benar. Tapi apa tawaran Liam itu hanya basa-basi?

"Aku yang akan traktir," kata Giyan cepat. Liam tertawa kecil dan suara tawanya yang terdengar begitu renyah itu membuat Giyan semakin tak karuan.

"Baiklah, kita mau makan apa?" tanya Liam. Apa saja, asal makannya bareng lo. Gila! Giyan bahkan hampir saja mengucapkan kalimat itu dan segera menutup mulutnya.

"Sushi bagaimana?" tanya Giyan dan sesaat membuat Liam terdiam dan memikirkan sesuatu. Kenapa sosok gadis yang berada di sebelahnya ini begitu mirip dengan seseorang?(*)

Sudah baca hidden part-nya kan? Langsung ke KaryaKarsa aja yaaa ☺️. Mau baca tanpa hidden part juga boleh, asal bisa menahan rasa penasaran aja yaa 🤭☺️.

Hasta Lavista, Baby!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang