Part 10 - Terima kasih

49 2 0
                                    

- • Happy Reading • -

Ketukan pintu terdengar untuk kesekian kali bersama dengan suara khas sang Ibu yang berusaha membangunkan anaknya. Karena tak kunjung mendapat sahutan, pintu cokelat itu dia dorong perlahan untuk melihat keadaan putranya.

Laki-laki itu masih terlelap di atas kasur dengan selimut yang menutup hampir seluruh tubuhnya. "Bangun, El!" Ambar menyibak selimut itu membuat si empu menggeliat mencari kehangatan.

Elvan bergumam namun karena Ambar tidak dapat mendengarnya dengan jelas maka dia paksa saja putranya itu untuk beranjak dari kasur. Dengan terpaksa Elvan berjalan ke kamar mandi walaupun kedua matanya masih tertutup, sambil menunggu anaknya membersihkan diri akan Ambar siapkan sarapan.

"Mama kira kamu udah mandi, tinggal ganti seragam terus turun, sarapan" gerutu Ambar menyambut Elvan yang baru menuruni tangga, "Tapi kok sampai Papa kamu berangkat masih belum turun, ternyata masih tidur".

"Begadang lagi kan?" tebak Ambar.

Elvan yang baru saja duduk hanya tersenyum kecil, sepertinya belum saatnya ia menceritakan tentang Liona lagi pada sang Ibu.

"Kalau ada PR itu habis makan malam langsung kerjain" Ambar menasehati sambil menyetok bumbu-bumbu dapur.

Tiba-tiba Elvan mengingat sesuatu, "El berangkat, Ma!" pamitnya terburu-buru meneguk cepat air di gelasnya lalu berlari ke luar.

"Sarapannya belum habis, El!" Ambar mengikuti putranya itu, "Gak ada yang ketinggalan kan?".

"Gak ada, Ma" Elvan menyalami tangan Ibunya.

Segera ia memakai helm dan menaiki motornya, pemuda itu melambai pada sang Ibu lalu motor pun melaju cepat meninggalkan rumah. "Jangan lupa anter Vara, El!" seru Ambar sebelum motor Elvan melaju lebih jauh.

Ringan sekali pemuda itu memutar gas motornya hingga melaju dengan kencang, ia sampai di rumah seorang gadis yang ternyata sedang duduk menunggunya di teras seorang diri. Melihat kedatangannya lantas membuat gadis itu segera menghampiri dan naik.

Mereka sudah berangkat bersama selama hampir seminggu terhitung sampai hari ini. Ingin rasanya Elvan mengabaikan perintah Ibunya namun karena sekarang suasana hatinya sedang baik maka ia ingin terus seperti ini sampai kesepakatan mereka benar-benar berhasil.

Vara terus diam selama perjalanan, Elvan merasa tangan gadis yang berpegang pada bahunya itu mulai mengendur. Ia menarik tangan Vara saat pegangannya hampir terlepas membuat si gadis menubruk punggungnya, "Eh?!" pekik gadis itu tersadar, "Sorry".

Ia menarik tangannya memeluk dirinya sendiri karena udara jalanan yang dingin terasa menusuk kulit, ditambah awan kelabu di atas sana seolah menandakan bahwa sebentar lagi akan turun hujan.

Motor berhenti di tempat biasa, cukup jauh dari halte yang membuat Vara harus berjalan setelahnya. Elvan mengulurkan tangannya pada Vara sebelum ia melaju meninggalkan gadis itu, "Buku gue kemarin" katanya.

Vara mengangguk lalu membuka tasnya, begitu juga dengan Elvan yang menarik kebingungan dari gadis di sampingnya ini. "Sejarah, nanti istirahat pertama gue ambil" ujar Elvan sambil memberikan buku sampul putih itu pada Vara.

"Istirahat pertama?" beo gadis itu, "Tapi gue ada ulangan harian".

"Gak lebih susah dari Matematika, harusnya bisa lo kerjain lebih cepet kan?" balas Elvan membuat Vara terdiam tidak bisa dia bantah.

Pemuda itu kemudian pergi setelah memasukkan buku sampul cokelat miliknya yang kemarin dia berikan pada Vara, "Kalau gak lebih susah, kenapa harus gue yang ngerjain?" kesal gadis itu menggerutu kesal sepanjang jalan, andai saja dia punya keberanian untuk melawan seperti yang Alisya lakukan pasti dia tidak akan terus-terusan mengerjakan tugas yang harusnya tidak dia kerjakan.

ELVAN VARA | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang