Part 41 - Tugas selesai

42 1 0
                                    

- • Happy Reading • -

"Ngapain sih, El?" tanya perempuan yang duduk di pinggir tempat tidur itu.

Elvan hanya menggeleng, "Gak apa-apa, Ma" jawabnya.

"Kalau gak apa-apa, lanjut ngerjain PR sana" ujar Ambar menunjuk singkat pada buku yang dibiarkan terbuka di atas meja belajar, "Udah Mama buatin teh hangat juga, diminum nanti".

Laki-laki itu duduk kembali, "Perasaan El gak enak, Ma".

"Kenapa?" tanya Ambar halus, "Kamu khawatir sama Vara? Dia gak apa-apa loh".

Elvan mencoba mengusir perasaan cemasnya itu dengan lanjut mengerjakan PR yang masih belum selesai juga ini. Padahal dia sudah memberi setengahnya pada Vara, tapi dia masih sedikit kesulitan mengerjakan soal-soal ini.

"Tadi gimana, Ma?" tanya Elvan agar sang Ibu tidak diam saja dan membuat kamar terasa hening.

"Seperti yang Mama duga, mereka kaget" jawab Ambar, "Heru sempet gak setuju, tapi gak mungkin lah kita egois sebagai orang tua".

"Vara?".

"Mama juga kasih pengertian ke Vara" Ambar menghela nafas, "Vara suka ya sama kamu? Dia mau nangis loh tadi, Mama jadi gak tega".

"El juga suka sama Vara" terang Elvan membuat Ambar menutup mulutnya terkejut, "Makanya El khawatir, Mama kan tau Om Heru itu gimana".

Akhirnya terucap oleh Elvan tentang perasaannya terhadap Vara di depan Ibunya. Ambar beranjak dari tempatnya lalu merangkul sambil mengusap bahu sang putra, "Mama yakin Vara gak apa-apa, kita ngomongnya baik kok dan Heru juga pasti ngerti".

Elvan sulit mempercayainya sehingga masih ada yang mengganjal di hatinya.

"Semoga, Ma".

***

Irma membawa suaminya kembali masuk ke rumah setelah amarahnya meledak-ledak. Heru menatap tajam pada putranya yang ada di ambang pintu, "Aturan pertama di rumah ini, jangan berani-beraninya kamu buka pintu itu atau kamu pergi".

Rama tidak membalas apapun. Dia masih berada di tempatnya sampai Ayah dan Ibunya masuk ke rumah hingga hilang dari pandangan mata.

Tangisan Vara masih saja terdengar, dengan lirih ia meminta tolong dan maaf berkali-kali.

"Ayah, Vara minta maaf, Yah" gadis itu terbatuk-batuk karena tenggorokannya yang terasa perih, "Buka pintu, Yah! Tolong! Vara gak mau di sini, Yah! Maafin Vara!".

Hati Rama tergores mendengar rintihan Kakaknya. Ia melangkah mendekati pintu gudang, "Kak" panggilnya pelan, "Ini Rama".

"Rama..." suara Vara bergetar memanggil sang Adik, "Ayah ada di sana?" tanyanya sembari meraba pintu kayu tua itu merasakan adanya Rama di dekatnya.

Rama hanya menggeleng meski tahu Kakaknya tidak bisa melihatnya, "Rama temenin ya, Kak".

Pemuda itu duduk bersandar pada pintu agar merasa lebih dekat dengan sang Kakak yang ada di baliknya, "Maaf, Kak" ucapnya, "Rama gak bisa buka pintu ini".

"Kakak takut, Rama" lirih Vara menangis hingga segukan.

Gadis itu terus mengeluarkan air mata, perasaannya kacau antara kecewa, marah, sedih, dan lain sebagainya yang cukup melukai hatinya.

Hanya tangisan Vara yang menemani Rama selama ia bersandar di pintu itu, ia tidak bisa memeluk Kakaknya untuk menenangkannya seperti yang dia lakukan kemarin.

"Kakak gak salah" ucap Rama mendengar Vara terus berkata maaf dan menyalahkan dirinya sendiri.

"Ayah bener, Rama" balas Vara, "Kakak yang minta ini semua terjadi" Vara meremas lengannya menyalurkan rasa sakit di hatinya saat mengatakan itu.

ELVAN VARA | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang