Part 19 - Dari Bunda

34 2 0
                                    

- • Happy Reading • -

Awan mendung perlahan menghilang memunculkan cahaya jingga melalui celah gumpalan serupa kapas yang menghiasi langit sore.

Aroma khas tanah dan dedaunan basah setelah hujan bercampur dengan suasana ramai saat bel pulang berbunyi. Para siswa berhamburan keluar kelas, berjalan santai menuju ke gerbang untuk meninggalkan sekolah.

Jari lentik gadis itu lihai menari di atas layar ponselnya menekan setiap huruf merangkai sebuah pesan yang akan dia kirim pada sang Ayah untuk menjemputnya.

"Hai, Var" sapa seorang pemuda yang tiba-tiba datang langsung menyamakan langkahnya dengan gadis itu.

Vara menoleh kemudian tersenyum kecil membalas sapaan pemuda itu. "Makasih ya, Van, udah bantu balikin bukunya Elvan" ucap gadis itu.

"Sama-sama" balas Arvan, "Lain kali kalau disuruh ngerjain PR-nya dia lagi, jangan mau".

Dengan ragu Vara hanya membalasnya dengan anggukan, "Iya".

"Kita pulang bareng lagi?" tanya Arvan.

"Gak hari ini deh, sorry banget" jawab Vara menolak halus maksud Arvan, "Gue nunggu jemputan".

"Kalau gitu–".

"ARVAN!" jerit melengking seorang gadis terdengar dari ujung tangga, "Buruan!" Salsa muncul dengan muka garangnya meminta Arvan untuk lebih cepat melangkah.

"Itu, udah ditungguin Salsa" ujar Vara membuat Arvan menghela nafas pasrah.

Karena Salsa sudah cemberut di ujung tangga maka segera Arvan menghampirinya. Salsa dengan cepat mengubah ekspresinya hanya untuk melambai manis pada Vara.

Keduanya pun pergi. Vara kembali melangkah menuruni tangga sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku rok abu-abu yang ia pakai.

Kejadian di aula tadi pagi sejenak terlintas cepat di benak gadis itu. Vara mengusap jas yang tersampir di lengan kirinya sembari melihat ke arah lapangan utama di mana masih banyak para siswa yang berjalan bersama hendak meninggalkan area sekolah.

Elvan baik terhadapnya, hanya saja pemuda itu tidak menyukainya. Vara rasa ia bisa menarik kembali pikirannya tentang Elvan yang hanya baik dengan orang terdekat.

Apa mungkin–tidak, Vara masih orang asing bagi Elvan. Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan mengusir pikirannya sendiri yang membuatnya terlalu merasa percaya diri.

"Kalau Ayah gak bisa jemput, kamu sama Elvan aja".

Vara berdecak kesal mengingat perkataan Ayahnya, "Dia mana mau, ketemu sama gue aja males".

Gadis itu duduk menunggu di halte bersama dengan yang lainnya. Beberapa dari mereka berdiri saat melihat angkutan umum mendekat. Vara menggeleng kecil pada supir angkot yang memintanya naik, angkutan pun kemudian pergi.

Kali ini Vara sendiri. Salsa bersama Arvan, Naya pulang lebih dulu untuk les, dan Alisya tengah berlatih bersama teman-teman anggota voli putri di ekskulnya.

Ia terus menoleh kesana-kemari karena bosan, sesekali melihat ponselnya memeriksa pesan balasan dari sang Ayah yang belum juga dia terima.

Dari kejauhan terlihat mobil sedan hitam mendekat, Vara berdiri kemudian melambaikan kecil sembari memasang senyuman.

Kaca mobil di samping kemudi terbuka. Heru ingin sekali membalas lambaian tangan itu, namun hanya senyum tipis yang bisa dia ukir di wajahnya.

Mobil berhenti. Vara masuk dan duduk di kursi penumpang depan, mobil lalu kembali melaju dengan kecepatan sedang.

ELVAN VARA | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang