Part 34 - Menang

39 2 0
                                    

- • Happy Reading • -

Kakinya terus bergetar karena merasa tidak nyaman dengan suasana saat ini. Ia menggenggam erat handuk putih yang belum dia gunakan kecuali hanya untuk mengusap keringat dinginnya.

"Gue menang, kita pacaran!".

"Kalau gue kalah, perbaiki pertemanan lo yang udah mulai rusak".

Derap langkah terdengar bersama dengan decitan pintu yang terbuka dan tertutup. Ia sedikit melirik pada dua temannya yang baru saja datang ke ruang ganti.

"Lo gak seharusnya peduli sama tantangan gak jelas dari Dion, Sya" ujar gadis dengan rambut ikal yang dicepol asal.

"Gue bingung ijin ke Pak Santo pas ditanya, ngapain ambil seragam voli? Kan gak ada voli putri hari ini" si gadis dengan potongan rambut seperti laki-laki itu memegang pelipisnya saat mengingat kembali kejadian tadi.

"Terus?" Alisya bangkit.

"Kita kabur" jawab mereka bersamaan kemudian melakukan tos.

"Kalian langsung siap-siap, gue mau cek lapangan" Alisya kemudian pergi meninggalkan ruang ganti.

Pertandingan futsal akan segera selesai, Alisya seolah bersembunyi di balik pembatas tangga tribun agar tidak ada yang melihatnya.

"Udah siap lawan gue ternyata".

Gadis itu sedikit tersentak kaget. Ia melihat seorang pemuda yang akan dia hadapi nanti, kini berdiri di sampingnya dengan santai.

"Gue juga udah gak sabar punya pacar sih" lanjutnya sambil melipat tangan di depan dada tanpa melihat Alisya yang sedari tadi menatapnya.

"Gitu cara lo nembak cewek?" tanya Alisya kemudian tersenyum miring, "Lo gak asik" tekannya.

Si cowok hanya mengangkat kedua bahunya tidak peduli, "Pake net cewek aja ya, kasian kalau pake net cowok jadi ketinggian lomp-AKH!".

"Jadi cowok cerewet banget lo" ketus Alisya setelah melayangkan tinju yang mendapat di perut laki-laki itu.

"Kita mulai pas latih tanding hari ini selesai" ucap Alisya sebelum melangkah pergi kembali ke ruang ganti.

Gadis itu tidak punya ambisi untuk menang kali ini, tapi dia juga tidak ingin kalah dari Dion. Ia mengepalkan tangannya kuat mengingat teman-temannya kini sudah berbaikan dengan Vara, apa dia harus mengalah agar persahabatannya dapat ia perbaiki?.

Untuk tim voli dimenangkan oleh kelas IPS, sedangkan kelas MIPA membalas dengan menang di cabang futsal. Hadiah tentunya diserahkan langsung oleh Kepala Sekolah yang bangga dengan pencapaian anak didiknya dan dirasa siap untuk menghadapi pertandingan besar nantinya.

Beberapa anggota OSIS mulai mengatur kembali para siswa agar meninggalkan tribun ataupun lapangan indoor dengan teratur dan tidak saling dorong.

Arvan menggulung lengan jas hitamnya sambil tersenyum lebar melihat sekeliling, ia bangga dengan acara yang berjalan dengan lancar dan penuh dengan antusias.

Setelah ini mereka akan bersama-sama membersihkan lapangan dan berkumpul untuk evaluasi seperti biasa.

Namun, matanya menangkap sesuatu saat para siswa di tribun sudah mulai habis. Ada seorang laki-laki bersama gadis yang mendorong tiang net masuk kembali ke lapangan.

"Heh!" seru Arvan sambil mendekati mereka, "Kalian ngapain?! Balik!" tegurnya menahan dua orang itu untuk berhenti bertingkah.

"Bawel lo, Van" balas si gadis.

"Kita mau main bentar kok" ujar laki-laki yang sudah siap dengan bola voli di tangannya, "Lo bisa jadi wasit kalau mau ikut".

Arvan menggeleng keras sambil mendorong mereka untuk ikut keluar dari lapangan, "Gak! Gak! Latih tanding selesai".

ELVAN VARA | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang