DO IT; 01

1.4K 91 0
                                    

01; Pertemuan Pertama yang Buruk

•chapter one; start•

Kehidupan setiap orang itu berbeda, dan tak ada alasan untuk membantahnya.

Park Jihoon, seorang anak yatim piatu yang kala itu diasuh oleh seorang pria tua di usianya yang masih menginjak 10 tahun. Hidupnya bisa dikatakan jauh dari kata baik-baik saja untuk anak seusianya. Berjalan tanpa arah dengan harapan bantuan dari orang lain.

Dunia masih memiliki orang baik, maka dari itu tuhan mengirimkan salah satunya sebagai pahlawan di hidup seorang Park Jihoon. Yang Hyunsuk, pria paruh baya berusia hampir genap 8 dekade yang sudah 2 tahun terakhir merawat Jihoon selayaknya anak sendiri.

Jihoon tak tahu apapun mengenai ayah angkatnya ini, ia hanya tahu bahwa ayahnya akan menaiki kereta di pagi hari kemudian kembali di saat hari mulai petang. Jihoon selalu menunggu sang ayah di stasiun kereta, menerima uluran koran yang selalu dibawa ayahnya di tiap harinya.

Namun semua itu tak lagi Jihoon rasakan, ayahnya tak pernah kembali di hari itu.

Jihoon sendiri, untuk kesekian kalinya.

Berjalan tanpa alas kaki, sembari menggenggam erat koran lusuh yang sudah ia bawa kemanapun hampir 3 tahun lamanya. Berharap, ayahnya datang dan mengucapkan ribuan kata maaf sebagai tebusan apa yang sudah ia lakukan.

Namun semua itu hanyalah harapan, ayahnya benar-benar tak pernah kembali.

Apakah suatu saat nanti kehidupan Jihoon akan baik-baik saja?

Jihoon rasa, tidak. Perlu kalian ketahui bahwa ia adalah seorang pengidap kleptomania.

"Maling!"

Peluh membasahi seluruh tubuh Jihoon, berlari menghindari amukan warga yang lebih terlihat seperti segerombolan singa lapar. Tangannya bergetar dimana sekantong kue yang berhasil ia bawa dari salah satu toko dan segenggam lembaran uang. Singkatnya, Jihoon berhasil mencuri demi menembus rasa laparnya.

Jihoon berbelok arah dengan cepat, bersembunyi di dalam sebuah kotak yang ia tak tahu apa gunanya. Seluruh tubuhnya bergetar, tidak! Jihoon bukan pencuri, ia hanya merasa lapar. Mengapa manusia-manusia itu menghakiminya dengan begitu jahat?

Suara-suara itu mulai tak terdengar, bersamaan setetes air mata yang mengalir di wajah pemuda berusia 15 tahun ini. Dunia begitu dingin terhadapnya, kapan keadilan yang selalu disanjung-sanjungkan mereka itu dapat Jihoon rasakan?

Semua itu hanyalah omong-kosong!

Dibukanya kantong plastik itu dengan tangan yang bergetar, tatapannya memburam merasakan hatinya yang berdenyut sakit. Haruskah ia mati demi menyelesaikan semua kepahitan yang ia alami?

Kue yang seharusnya nikmat pun menjadi hambar di lidahnya. Jihoon rasa, dirinya adalah tempat ketidakadilan dunia.

•••

Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Langit berubah menjadi jingga, tatapan Jihoon berbinar. Setidaknya tuhan masih memberikan mata yang bisa ia gunakan untuk melihat keindahan langit sore hari.

Jihoon berdiri di tepi jembatan, ia bisa melihat secara langsung sungai yang mengalir tenang di bawahnya. Tak sekali maupun dua kali Jihoon selalu berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Namun, Jihoon juga berpikir bahwa tuhan tak akan menerimanya jika ia kembali sekarang.

Telinga Jihoon menangkap sebuah suara, ia bisa melihat seorang pemuda seusianya berlari dan menghentikan langkahnya tepat di tepi jembatan persis seperti apa yang Jihoon lakukan. Jihoon terus menatapnya, jejak air mata bisa ia temukan di wajah pemuda tadi.

DO ITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang