Epilog; Kisah Mereka Terlalu Singkat
•chapter epilog; start•
Kedua mata itu perlahan terbuka, sedikit menyipit akan cahaya yang memasuki retina matanya tanpa seizinnya. Sudah pagi ternyata, berapa lama ia tidur? Seluruh tubuhnya terasa sakit, pasti ini karena dirinya yang begadang hingga tengah malam selama beberapa hari ini. Sudah pasti ibunya akan memarahinya setelah ini.
"Jihoon! Kamu udah bangun belum, nak?" benar, bukan? Suara ibunya sudah menggelegar pagi ini.
Jihoon menghela nafasnya dan mengusap wajahnya kasar, "Iya, ma! Jihoon udah bangun!"
Hingga pintu kamarnya itu terbuka dan menampilkan sang ibu yang berkacak pinggang, "Semalem begadang lagi?"
Jihoon menatap ibunya dengan wajah yang terlihat masih begitu mengantuk, "Jihoon habis nyelesaiin tugas, ma... Maaf, ya? Nanti malem Jihoon tidur lebih awal deh. Janji!"
Rora menggeleng memaklumi putranya yang memang sedikit keras kepala ini. Ibu satu anak itu segera menghampiri ranjang dan duduk di tepiannya, "Lakuin sebisa kamu aja, nak... Jangan terlalu dipaksakan, ingat juga sama kesehatan kamu. Toh juga yang jadi anak organisasi bukan kamu doang, masih bisa dikasihin ke yang lain, kan?"
"Iya, ma... Lagian udah selesai, kok. Nanti Jihoon nyoba ngatur waktu lebih baik lagi." ujar Jihoon tersenyum.
Rora mengusak rambut putranya yang baru saja menginjak usia yang ke tujuh belas, "Ya udah, mama sama papa tunggu di bawah buat sarapan. Habis ini mandi yang bersih, ya?"
"Siap, ma!" jawab Jihoon seraya memberikan hormat
Rora terkekeh geli melihatnya, kemudian wanita itu segera berlalu pergi dari sana meninggalkan putranya yang mulai beranjak dari ranjangnya. Jihoon membereskan tempat tidurnya, pemuda ini cukup rapih dalam hal-hal kebersihan. Meskipun ia sempat menghela nafas ketika melihat meja belajarnya yang benar-benar berantakan. Jihoon mengacak rambutnya merasa frustasi dengan kamarnya yang berantakan ini.
Namun acara beberesnya sempat terhenti disaat ia melihat pantulan wajahnya sendiri di cermin yang berada di samping meja belajarnya, "Widih, ganteng juga gue."
Berbangga dalam beberapa saat, Jihoon kemudian terdiam menatap lamat wajahnya, "Kata papa gue mirip banget sama abangnya papa, emang semirip apa sih? Mana namanya ketiplek lagi. Tapi kok bisa? Gue kan anaknya papa mama, bukan anak abangnya papa..?"
"Atau jangan-jangan sebenernya gue ini anak pungut?" monolog Jihoon menunjuk dirinya sendiri dengan wajah yang terkejut.
Sedetik kemudian wajahnya kembali datar, "Gue ngomong apaan sih? Ngaco banget, gue anaknya mama papa lah!"
•••
"Haruto mau kesini? Sama Bang Junkyu? Emang mereka libur?"
Jeongwoo menatap kedatangan istrinya yang tengah membawa masakannya ke atas meja makan. Jeongwoo mengangguk samar, "Katanya sih gitu, kalo emang mereka mau kesini berarti mereka libur kan?"
"Iya juga, sih."
Rora mendudukkan dirinya di salah satu kursi meja makan yang tentunya berdekatan dengan suaminya. Wanita itu dengan telaten mengambilkan makanan untuk suaminya, "Nggak kerasa ya ternyata Jihoon udah gede aja, dan kita udah mulai tua."
"Kita masih muda, kok. Liat bang Junkyu, dia umur 54 masih keliatan bugar banget." balas Jeongwoo.
"Bang Junkyu mah beda, sayang... Dia kan polisi, pasti gaya hidupnya beda sama kita." sanggah Rora.
KAMU SEDANG MEMBACA
DO IT
FanfictionJihoon tidak berniat membuat semua ini menjadi rumit, meski ia adalah pengidap kleptomania... *** Kleptomania adalah gangguan kontrol impuls yang menghasilkan dorongan tak tertahankan untuk mencuri. Dan siapa sangka? Jihoon adalah salah satu diantar...