DO IT; 05

625 59 0
                                    

05; Antara Sebuah Mimpi dan Kleptomania

•chapter five; start•

"Papa kenapa sebegitunya nggak mau Junkyu jadi polisi?!"

"Dunia kepolisian nggak seindah yang kamu bayangin, Junkyu!"

"Junkyu tau, pah! Tapi bukan berarti pekerjaan lain itu lebih baik dari cita-cita Junkyu!"

"Sekali aja kamu nggak bantah papa bisa nggak sih?!"

Junkyu menggeleng tak percaya, "Kapan Junkyu pernah bantah papa? Junkyu tanya kapan?!"

Tuan Kim beralih menatap sang istri yang terisak di depan pintu, "Kamu liat anak kamu yang selalu kamu manja ini?! Liat?! Sekarang dia berani membangkang!"

Junkyu dengan kasar menyentak tangan sang ayah yang menunjuk ke arahnya penuh amarah, "Nggak usah ikut nyalahin mama!"

"Junkyu!" peringat sang ibu yang memberikan kode untuk diam.

Tuan Park tertawa sarkas, "Mau jadi apa kamu, hah? Mau dikemanain didikan papa mama yang udah kasih dari kecil? Kemana sopan santun kamu, Kim Junkyu?!"

"Junkyu cuma pengen jadi polisi! Kenapa papa harus semarah ini?!" tanya Junkyu ikut meninggikan suaranya.

“Cukup dengerin arahan papa mama apa susahnya?! Ini juga demi kebaikan masa depan kamu!" balas Tuan Kim.

"Papa bisa kasih Junkyu kebebasan memilih buat sekali aja? Junkyu juga berhak nentuin masa depan Junkyu!" ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca menahan tangis.

"Papa mama juga perlu ngasih arahan biar kamu nggak jadi manusia yang nggak berguna!"

"Papa ngatain polisi nggak berguna?!"

"Ya! Pekerjaan di ranah hukum itu cuma pencitraan! Dan papa nggak akan biarin kamu berkecimpung disana!" jawab Tuan Kim yang berhasil mencubit hati Junkyu.

"Kenapa papa bisa ngomong gitu?" lirih Junkyu.

"Karena oknum-oknum itu kita harus kehilangan kakak kamu! Jadi berhenti berharap, Kim Junkyu!" final Tuan Kim sebelum beranjak pergi dengan amarah yang menggebu.

Junkyu yang kala itu masih berada di bangku kelas 2 SMA hanya bisa terdiam membeku di tempatnya. Kedua matanya berkedip lambat, tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan sang ayah. Bahkan tubuhnya terasa limbung akannya.

"Junkyu, nurut sama papa mama ya?" pinta sang ibu menangkup wajah putranya.

Junkyu menatap kedua mata Nyonya Lee* dengan air mata yang menetes, "Ma? Papa bohong, kan?"

*(di Korea Selatan marga istri tidak mengikuti marga suaminya).

Nyonya Lee tidak menjawab, namun tangisannya juga tak kunjung berhenti.

"Junkyu punya kakak?"

"Nggak usah dengerin kata papa soal itu, nak... Nggak usah diinget-inget lagi." lirih Nyonya Lee dengan suara yang bergetar.

Junkyu meledakkan tangisannya, kenapa rasanya begitu menyesakkan? Kebenaran macam apa yang sedang ia hadapi ini?

Judul anak tunggal yang selama ini ia sematkan adalah suatu kepalsuan.

•••

"Gue harus gimana, Ji?"

"Wajar sih bokap Lo sebegitunya ngelarang Lo berkecimpung disana... Beliau sayang sama Lo." jawab Jihoon dengan tangan yang tak berhenti mengusap lembut rambut Junkyu yang bersandar pada pundaknya.

DO ITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang