DO IT; 26

320 39 8
                                    

26; Junkyu dan Kebodohannya

•chapter twenty six; start•

Sejak malam dimana Haruto dan Junkyu berdebat di ruangan sang Pengawas Senior Kepolisian, sejak saat itu juga Junkyu merasa bahwa Haruto bertindak seolah menghindarinya.

Malam itu Haruto benar-benar mengemasi barang-barangnya yang berada di rumah kakak sepupunya, dan pagi-pagi buta Junkyu tidak lagi menemukan Haruto di rumahnya. Haruto telah pergi dari rumahnya tanpa persetujuan darinya.

Bahkan Haruto akan mengutus Asahi kala dirinya ada suatu kepentingan dengan Junkyu. Ya, itu yang Haruto lakukan akibat ucapan sembrono milik pria Kim ini. Junkyu menyesal, tak seharusnya ia mengatakan hal itu yang pasti akan melukai hati sang adik.

"Pak ini berkas yang anda minta." ujar Asahi seraya meletakkan sebuah berkas di atas meja Junkyu.

Pria berusia 36 tahun itu menatap ke arah Inspektur Senior di hadapannya ini, "Haruto dimana?"

Asahi sedikit terkejut mendengar pertanyaan tak terduga dari sang atasan, "Maaf, pak. Inspektur Haruto hanya meminta saya untuk memberikan ini kepada bapak. Selebihnya saya tidak tau."

"Bisa panggilkan Haruto ke ruangan saya? Ada yang perlu saya bicarakan." pinta Junkyu yang segera diangguki oleh Asahi.

Pintu ruangan kembali ditutup, hanya tersisa Junkyu yang kini menyandarkan penuh punggungnya pada kursinya. Menghela nafas dan mulai memijit pelipisnya akan pening yang dirasa. Akan sampai kapan kakak beradik sepupu ini saling diam?

Sedangkan disisi lain, Haruto terlihat begitu menyibukkan dirinya dengan komputer yang berada di hadapannya. Bahkan seolah-olah di dunia ini hanya ada dirinya dan pekerjaannya. Tanpa orang lain tahu, jika pikirannya justru tengah berkecamuk akan satu nama.

Ya, Junkyu seperti enggan untuk beranjak dari pikiran pria Watanabe ini.

"Inspektur, dipanggil Pengawas Senior. Katanya mau ada yang dibicarain." ujar Asahi berhenti di samping meja Haruto.

Haruto menghentikan aktivitasnya, menatap yang lebih tua dengan tatapan keras namun sulit diartikan. Haruto mengerjapkan matanya yang terasa pedas akibat terlalu lama menatap layar komputer.

"Kenapa?" tanya Haruto.

Asahi mengerdikkan bahunya tak tahu, "Entah, tiba-tiba nanyain. Terus disuruh ke ruangannya."

"Bilang aja, gue sibuk bang." balas Haruto kembali menegakkan tubuhnya.

"Bilang aja sendiri, lagian Pak Junkyu masih saudaraan sama Lo kan?" ujar Asahi mulai beranjak dari sana.

Haruto hanya bisa menghela nafas pasrah, setidaknya Junkyu disini adalah sebagai atasannya. Haruto tetap harus profesional, maka bukankah kini ia harus pergi menemui kakak sepupunya ini?

"Ayolah, ketemu sekali ga bakal bikin Lo langsung jatuh cinta, Haruto..."

•••

"Hm? Pulau Jeju?"

Rami menyunggingkan senyum di ujung bibirnya, tampak begitu puas dengan laporan yang baru saja ia terima dari salah satu anak buahnya.

Wanita itu memindahkan ponselnya dari telinga kiri ke telinga kanannya, "Kirim titik koordinatnya sekarang."

Panggilan itu diputus sepihak oleh Rami yang kini bersandar pada kursi kebesarannya. Tersenyum lebar menggambarkan betapa bahagianya dirinya saat ini. Membayangkan sang musuh bebuyutannya hancur dalam dekat sangatlah indah bagi wanita ini.

DO ITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang