DO IT; 15

427 48 5
                                    

15; Problems Between Siblings

•chapter fifteen; start•

Jihoon mengetahuinya,

Dia bukanlah anak yatim piatu seperti apa yang ia yakini selama ini. Jihoon memiliki keluarga, namun Jihoon tak pernah mendapatkan peran mereka.

Sejak kecil, sejak Jihoon menyadari bahwa dirinya hidup di dalam dunia yang jahat ini. Ia tak pernah melihat bagaimana rupa keluarga yang telah menghadirkan dirinya di kehidupan ini. Justru, yang ia lihat hanyalah kumuhnya bangunan yang ia singgahi bersama anak jalanan lainnya.

Tak ada salahnya bukan jika Jihoon begitu yakin bahwa dirinya adalah seorang anak yatim piatu?

Tepat diusianya yang menginjak 20 tahun, semuanya terungkap. Sebuah panti asuhan yang sudah berdiri setengah abad itu telah memberikan jawaban yang sempurna tanpa cela pada Jihoon. Suatu kenyataan yang jauh lebih menyakitkan dari kenyataan bahwa ia hidup sendiri.

36 tahun yang lalu, seorang anak laki-laki harus terlahir tanpa diinginkan. Bayi berkulit merah yang belum genap berusia 1 hari itu harus ditinggalkan tanpa rasa kasihan di depan pintu panti asuhan. Merasakan betapa menyakitkannya udara malam hari di musim dingin kala itu.

"Saat nak Jihoon sudah berumur 2 tahun, mereka kembali buat ngambil nak Jihoon."

Sial, sangat sial bukan?

Jihoon menangis tersedu-sedu membayangkan betapa tersiksanya dirinya saat itu. Membayangkan bagaimana jahatnya dunia membiarkan sesosok bayi berusia 2 tahun merangkak seorang diri di tepian jalan. Hingga segerombolan anak jalanan dengan baik hati membawanya ikut serta menikmati hidup yang begitu buruk ini.

Dan ini pilihan Jihoon, hidup seorang diri tanpa dibayang-bayangi oleh masa lalu yang tak seharusnya Jihoon ingat.

"Lo boleh pulang, dengan syarat." ujar Jihoon menatap kosong ke arah tawanannya.

"Habis ini Lo boleh nyepuin gue ke pihak berwajib, Lo boleh ngelakuin apapun yang Lo mau, bahkan kita pun juga nggak akan ngelarang Lo semisal Lo mau bawa ini ke ranah hukum..."

Jihoon membalikkan tubuhnya ingin beranjak pergi, "Tapi, jangan pernah lagi nganggep Lo punya kakak di dunia ini. Paham?"

Baru saja Jihoon ingin melangkah kaki, suara Jeongwoo dibelakangnya berhasil menghentikannya.

"Bang, ayo balik... Gue butuh Lo."

"Gue nggak butuh Lo."

"Setidaknya ayo ketemu sama papa mama..."

"Lo punya otak, kan?"

"Bang, gue bakal nyerahin apapun yang gue punya buat Lo. Tapi, tolong... Temuin mereka sekali aja, mereka pengen ketemu anak pertama mereka..." lirih Jeongwoo begitu pasrah.

Jihoon melemparkan sebuah gelas kaca hingga pecah di salah satu sudut ruangan, "Gue harus ngomong gimana lagi biar Lo paham?!"

Pria itu berjalan cepat ke arah Jeongwoo dan mencengkram dagu yang lebih muda dengan sangat kasar, "Mereka yang Lo maksud itu adalah orang-orang yang udah ngehancurin hidup gue sedemikian rupa! Gue nggak akan sudi buat liat muka mereka barang sedetik pun!"

DO ITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang