5

27.2K 2.3K 65
                                    

“Aku sibuk mengejar target,” Ivan menjelaskan. “Ingin cepat lulus, magang, menambah referensi ilmu, dan aku sampai pada posisi saat ini.”

Ivan meraih buku mengenai seni lukis menggunakan media pasir. Kover buku berupa ilustrasi peri bersayap kupu-kupu yang tengah hinggap di salah satu bunga matahari. Latar putih, diselingi coretan kata-kata dalam huruf latin.

“Nggak ada waktu untuk kencan,” katanya, menegaskan.

Tidak ada waktu kencan?

Aku lebih percaya “tidak ada cewek yang ia sukai” daripada alasan ini. Bahkan dalam novel pun dijelaskan secara terperinci mengenai usaha Ivan meluangkan waktu demi Ella Soraya! Itu belum termasuk acara “makan besar” di sela-sela cengkerama nan indah.

‘Oke,’ kataku dalam hati, ‘otakku tidak boleh berpikir kotor! Sialan! Telanjur terbayang adegan hup-hip-hup!’

Titik-titik keringat mulai bermunculan di dahi dan rasa-rasanya pendingin udara tidak mampu mengenyahkan narasi plus dialog panas antara Ivan dan Ella yang terngiang-ngiang di benakku. Sumpah mati, serius, aku berusaha menjaga hati.

‘Jaga hatiku.... Jangan kotori hatiku.’

“Ada banyak hal yang ingin kucapai.” Ivan mengembalikan buku ke dalam rak, sama sekali tidak ada niatan mempelajari ilmu tersebut. “Rasanya seperti memiliki waktu yang jumlahnya terbatas. Bila aku nggak tepat waktu menyelesaian misi, maka semuanya akan berantakan.”

Hidup yang selalu dibayangi oleh keharusan menyelesaikan sesuatu. Tentu saja aku paham! Sangat paham! Hanya saja pada kasusku tidak seekstrim Ivan. Berkat itu aku bisa mengenyahkan deskripsi uhuk adegan Ivan dan Ella. Terima kasih.

Aku meraih dua buku mengenai anatomi tubuh. Satu membahas manusia, sementara yang lain mengenai reptil. Rencananya akan kugunakan sumber informasi tersebut untuk mengasah kemampuan. Aku ingin bisa jago menggambar naga! Naga yang besar! Kalau perlu melebihi Smaug!

“Ayo pindah.” Kugandeng tangan Ivan dan mengajaknya pergi ke bagian fiksi dan hiburan. Kali ini giliran cewek-cewek yang kena serangan kejut! Mereka pasti berpikir hanya bisa mengagumi Ivan dari jauh, tidak berani mendekat. Karena aku manusia yang baik hati dan tidak ingin membiarkan mereka rugi satu detik pun, akan kubagi keindahan Ivan secara percuma. Gratis!

Oleh karena itu, aku sengaja mengajak Ivan ke bagian ini. Lihat saja hasil dari perbuatan baikku. Rata-rata cewek langsung diam, tidak berkutik. Bahkan ada cowok yang memperingatkan pacarnya sebab terlalu lama memandangi Ivan.

Hehe sebenarnya tujuan utamaku ialah, “enak saja hanya aku yang harus menahan diri, kalian juga harus ikut susah bersamaku”. Begitu!

“Biar aku yang bawa,” Ivan menawarkan bantuan. Dia mengambil buku ilustrasiku. “Ada yang kamu incar?”

Mataku jelalatan mengamati setiap komik dan novel yang bertebaran di rak maupun meja. Ada beberapa judul yang menggelitik naluri beli-beli-beli dalam diriku. Terutama yang mengandung unsur xxx dan ... hmm aku tipe orang yang membeli buku hanya karena kover buku tersebut cantik—masuk dalam tipe kesukaanku.

“Ivan, kamu akan kupanggil ‘Sayang’ kalau mau membeli semua incaranku!”

Lebih baik bersikap tidak tahu diri kepada suami daripada menyesal melewatkan buku incaran! Lebih baik menyesal salah beli buku daripada menyesal tidak mendapatkannya selagi gratis!

Seperti yang Nietzsche katakan, senangkan diri sendiri! Tidak menyenangkan diri sendiri merupakan dosa! Dosa! Maka dari itu, akan aku senangkan diriku hingga rasanya akan melejit ke langit.

Alih-alih kesal, Ivan terkekeh dan mengangguk. “Oke.”

Tanpa babibu tanganku langsung menjarah beberapa judul. Tidak seperti duniaku yang pertama, komik-komik dewasa hanya sekadar yang mengandung unsur kekerasan dan adu jotos! Di sini, di dunia Hana, judul-judul ero-uhuk dijual secara legal. Oh bukan hanya itu, melainkan penjual pun tegas memperbolehkan pembeli legal saja yang diperkenankan oleh mereka. Tidak seperti di negara asalku, ya? Siapa pun bisa bebas membaca buku yang sebenarnya belum diperbolehkan bagi mereka akibat batasan umur.

Mengherankan ada orang bangga memperkenalkan komik untuk tujuh belas ke atas kepada bocah cilik, SD! Itu tidak keren! Perkenalkan bacaan sesuai usia!

“Sudah?”

Aku mengangguk, puas. “Ya!”

Karena takut Ivan akan berubah pikiran, yang tentu saja tidak mungkin terjadi, aku menyeretnya ke kasir.

Kasir langsung memproses belanjaanku. Ivan hanya menyerahkan sebuah kartu. Gesek, gesek, lunas!

***

Penerbit menghubungiku. Mereka memintaku hadir di kantor pada pukul dua siang. Karena aku akan bertemu orang penting dan penampilan luar tidak boleh sampai membuat sakit mata, kegiatan memilih baju pun harus ekstra hati-hati. Oke, panggil aku ‘lebay’.

Salah satu keuntungan menjadi istri Ivan Gauthier yakni, bisa memiliki pakaian bermerek! Armani? Chanel? Dior! Di kehidupan pertamaku pun tidak berani berkhayal bisa mengenakan pakaian mereka! Cukup sadar diri. Uangku meluncur ke bagian membayar utang yang orangtua gelontorkan demi membiayai pendidikanku, tagihan air dan listrik, pulsa, dan ... sepertinya bagian terindah dalam gajian bagiku hanyalah ketika bisa membeli buku.

Iya, buku! Tidak masalah memakai kosmetik murah, yang penting jiwa dan pikiranku sehat!

Bayangkan saja hidup di lingkungan yang notabene terasa seperti di rimba liar. Masyarakat akan melakukan alineasi terhadap individu yang dianggap tidak memenuhi standar “manusia” versi mereka.

Nah standar manusia versi masyarakat tempatku berada ialah....

Satu, cewek menikah! Makin muda, makin bagus. Masa bodoh pasangan masih menumpang di rumah orangtua. Peduli setan makan pun bergantung kebaikan orangtua. Nikah saja, beres. Pekerjaan? Nanti bisa menyusul!

Dua, Anda miskin? Anda sakit? Nikah! Anda dipecat bos? Ayo nikah! Korban pelecehan? Cepat nikahkan saja! Makanya nikah! Padahal bisa saja bekerja dan mengasah bakat, tapi tidak. Menikah adalah kunci hidup! Menikah! Persetan orang yang disuruh nikah sebenarnya punya masalah mental dan perlu pertolongan klinis! Pokoknya nikah saja dulu!

Tiga, memiliki keturunan sekelas anggota sepak bola! Makin banyak, makin bagus. Satu anak akan dikirim ke luar negeri, yang lain disuruh kerja di suatu tempat, dan yang lain dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga gratis. Menolak? Durhaka!

Empat, yang paling menyedihkan. Anda mapan, menawan, sudah cukup umur tapi belum menikah? Pasti ada yang salah, pikir mereka. Jangan-jangan ada setan yang bersarang dalam jiwamu. Perlu ritual! Oh jangan-jangan tidak normal?! Padahal orang yang bersangkutan punya trauma pernikahan. Produk dari pernikahan yang tidak baik. Di rumah, dia terbiasa menyaksikan orangtuanya perang mulut, adu otot, dan KDRT. Orang tipe ini jelas memiliki pendapat tersendiri mengenai memercayakan hati dan raga mereka kepada pasangan. Bisa-bisanya dicap “aneh” oleh masyarakat kolot!

Lima, status is number one! Kaya itu utama! Kalau bisa menikah dengan anak, sepupu, ataupun kerabat jauh yang-diperkayakan-masyarakat/ningrat/perangkat itu sudah paling hebat. Level bermasyarakat akan meningkat! Andai terjadi ketidakharmonisan dalam pernikahan, sudah pasti yang disalahkan pihak yang bukan kerabat ningrat! Ingin kugetok satu per satu kepala orang-orang yang berpikiran semacam ini. Barangkali di dalamnya ada wabah dan perlu pengobatan!

Enam, setelah menikah dan memenuhi tuntutan masyarakat hanya demi dianggap normal, manusia, ternyata.... Pernikahan tidak seindah bayangan. Suami tidak mau tahu. Istri harus kerja ekstra; memasak lima menu, bersih-bersih sampai kinclong, memijat mertua dan mendengarkan petuahnya, mengurus anak sampai encok tanpa ada pembagian tugas antara suami dan istri, ikut arisan padahal keuangan seret, harus bergabung dalam golongan ibu-ibu muda tukang gibah agar tidak ikut kena gibah, dan wow hebatnya dunia ini!

Capek!

***
Selesai ditulis pada 6 Agustus 2023.

***
Milky sudah normal kembali. Sepertinya dia selesai dengan acara pacaran. Harapan saya ke depannya mendingan dia bawa pulang pacar daripada pacaran di tempat jauh! Saya kepikiran!

Jangan lupa jaga kesehatan. Hehehehe.

Salam cinta dan kasih sayaaaaang!

I love youuuu, teman-temaaaan!

GENRENYA SALAH! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang