Aku berhasil menyelesaikan rekaman wawancara yang disiarkan secara langsung. Tidak ada acara galau dan pusing. Masalah Ella yang ngotot ingin memiliki Ivan ... yeah biarkan dia menyelesaikan urusannya sendiri. Aku tidak mau ikut campur. Tugasku hanyalah menjalani hidup sebagai manusia berbudi dan mematuhi norma masyarakat. Itu saja.
Kehidupanku.
Tanggung jawabku.
Milikku.
Barangkali menjawab sejumlah pertanyaan dan berusaha tampil positif di hadapan kamera menguras energi. Perutku bergemuruh. Nyaring. Aku langsung meluncur pergi meninggalkan studio, tidak tertarik memperpanjang cekcok dengan Ella.
Akan tetapi, kehidupan tidak berjalan mengikuti kemauanku. Di lobi, lagi-lagi, aku bertemu Ella. Tenang saja, dia tidak melakukan apa pun selain memandangiku dengan sengit. Seolah sekadar memelototiku bisa menghapus keberadaanku dari dunia.
Dasar aneh.
Ella Soraya memang aneh.
Aneh!
***
Kuputuskan akan membuat makan malam spesial. Tidak perlu bakat khusus selain ketekunan dan rajin berlatih. Itulah prinsipku! Sekalipun makanan yang kumasak bukan berasal dari resep bintang lima, tetapi kujamin dalam setiap potongannya mewakili perasaanku.
Uhuk sebenarnya aku sedang berusaha memanjakan suamiku. Itu saja. Ehehehe bukankah ada saran mengenai cara menjerat hati seorang lelaki melalui perut? Tidak ada salahnya aku mencoba nasihat tersebut.
Oleh karena itu, kuputuskan memasak resep termudah yang bisa kuikuti tanpa mencemaskan akan membakar dapur. Tumis sayuran, telur orak-arik dengan campuran tomat, dan udang asam manis.
“Sayang,” panggilku sok manis ketika kami—aku dan Ivan—bersiap santap malam, “ini semua aku yang buat lho. Kamu harus coba. Ayo cepat makan.”
Kuraih piring, mengisinya dengan nasi hangat, dan memberikannya kepada Ivan. Dia tidak protes ketika melihatku berusaha melayaninya. Pertama-tama kutawarkan telur orak-arik, kemudian tumis sayur.
“Sepertinya enak.” Ivan tersenyum. Setiap kali dia membuat senyum, maka kedua matanya akan terlihat melembut. Orang pasti bisa merasakan senyum semacam ini. Jenis senyum yang berasal dari hati.
“Iya dong,” sahutku merasa tersanjung. “Aku, kan, membuatnya dengan segenap cinta dan kasih sayang yang kumiliki. Untukmu, Sayangku.”
Wahahaha iya aku tahu kok. Berlebihan.
Masa bodoh. Bersikap tidak tahu malu kepada suami sendiri? Siapa yang akan melarangku? Tidak ada!
Ivan terkekeh. Binar di kedua mata Ivan semakin melembut dan membuat hatiku meleleh, persis margarin terkena panas api. “Papa pasti akan menghadiahimu hanya karena masakanmu.”
Aku mengangguk, membenarkan. Papa, orangtua Ivan, terlalu baik. Notabene diriku ini cuma menantu, tapi dia memperlakukanku tidak ada bedanya dengan putri kandung. Orang bisa salah mengira diriku sebagai putri keluarga Gauthier, bukan menantu.
Kuperhatikan Ivan yang kini menyuapkan makanan ke mulut, mengunyah, dan dalam hati aku berdoa semoga tidak ada yang salah. Tentu saja sebelum kusajikan kepada Ivan, semua makanan telah melewati uji coba di lidahku. Aman ... haha pasti aman.
Sejauh ini ekspresi di wajah Ivan belum berubah jadi hijau-pemarah-Hulk. Dia menghabiskan semuanya. Bersih! Bahkan dia minta tambah.
Apakah ini perasaan ibuku ketika aku menggasah semua makanan yang ia buat?
Aw Ivan manisnya. Sini kucium.
“Hana,” kata Ivan, lembut, “kalau aku tahu kamu akan mencium pipiku hanya karena menghabiskan masakanmu, sebaiknya setiap hari kamu masak saja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
GENRENYA SALAH! (Tamat)
RomanceSuamiku merupakan male lead dalam novel dewasa yang level kebenciannya patut dipertanyakan. Dia mapan, tampan, berkarisma, dan apa pun yang semua cewek inginkan ada dalam dirinya. Sekalipun pernikahan yang kujalani hanya hitam di atas putih, tidak a...