28

16.9K 1.9K 23
                                    

NOTE: EKSTRA EPISODE GENRENYA SALAH YANG KEDELAPAN SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! :”) Hihihi selamat membaca.

***

Akhirnya acara makan malam bersama Papa tiba juga! Berhubung acara makan malam diselenggarakan di rumah, bukan restoran, Ivan menyarankan agar aku mengenakan pakaian nyaman. “Nggak perlu formal,” katanya kepadaku.

Aku suka rok berbahan lembut, jenis rok yang panjangnya sampai betis, dan kalau bisa membuatku merasa seperti salah satu dari putri Disney. Oh okeeee aku boleh berharap dong? Whatever aku memutuskan rok berwarna merah muda sebagai alat tempur.

Atasan. Hmmm blus putih sepertinya cocok untukku. Aha dan sepatu berhak datar. Sepatu putih dengan pasangan kaos kaki renda.

Rambut kubiarkan tergerai tanpa hiasan apa pun. Sekalipun makan malam nonformal, aku tetap harus merias wajahku. Aku sadar diri tidak pantas mengenakan riasan menantang seperti ratu vampir. Pada akhirnya aku hanya memakai riasan standar yang membuatku terlihat manis dan ... uhuk semoga Ivan berubah pikiran menjadi macan! Bagaimanapun juga aku penasaran alasan dia belum mengajakku ke jenjang selanjutnya!

Oh tunggu.... Jangan bilang dia masih tergiur Ella si seksi? Hei tidak akan kubiarkan! Akan kugigit Ivan!

“Hana, ayo.”

Panggilan Ivan berhasil menyadarkanku dari lamunan. Aku sedang berada di dalam mobil sementara Ivan sudah berdiri di luar, menungguku menyambut tangannya.

“Kita harus segera menemui Papa,” katanya seolah berusaha membersihkan sirkuit otakku dari sisa-sisa lamunan. “Apa ada sesuatu yang membuatmu gusar?”

Aku buru-buru menggeleng, berharap bisa meredakan kecemasan dalam diri Ivan. “Aku baik-baik saja,” jawabku, menerima uluran tangan Ivan.

Kami langsung bergegas masuk ke rumah. Pelayan mempersilakan kami menuju ruang makan. Di belakang kami mengekor pelayan lain yang bertugas membawa hadiah. Salah satu hadiah merupakan hasil kerja kerasku berupa lukisan aneka melati yang kubentuk menyerupai sesosok burung merak. Bila diamati dari jauh lukisan tersebut akan menampilkan sosok merak yang tengah mengudara di atas tebing hijau. Namun, bila memperhatikan dengan saksama, dari jarak dekat, akan terlihat kumpulan melati yang tersembunyi di antara pulasan warna.

Papa langsung menyambut kami. Sama seperti Ivan, dia pun mengenakan pakaian santai. Papa tidak memelihara jenggot. Sekalipun telah berumur, tapi badannya masih tegap. Setiap kali berjumpa denganku, ia selalu tersenyum.

“Hana, Papa akhirnya bisa bertemu denganmu.” Dia memelukku, menepuk pelan bahuku, dan menyuruhku duduk.

Satu demi satu hidangan pun disajikan. Udang saus asam manis, ayam bumbu, tumisan, puding, dan buah-buahan segar. Semua itu ditata rapi di meja.

Mejanya pun bukan jenis persegi panjang yang ketika seseorang ingin berbicara harus teriak dulu. Meja yang Papa pilih berbentuk lingkaran dan jarak antara satu kursi pun tidak terlalu jauh.

“Hana, Papa mengikuti perkembangan cerita Milo,” katanya dengan senyum terpeta lebar di bibir. “Bila kamu ingin menganimasikan Milo, pastikan Ivan yang menjadi penanggung jawab utama. Biarkan suamimu yang mengatur tim: produser, sutradara, animator, bahkan promotor. Mengerti?”

“Aku sebenarnya sudah ada rencana menganimasikan Milo, Pa,” sahut Ivan. “Hanya saja menunggu persetujuan istriku.”

Aku sibuk memotong ayam, berusaha memisahkan daging dengan tulang, kemudian langsung mengunyah potongan terbesar. Antara makanan dan memikirkan pekerjaan, hmm jelas lebih sedap makanan!

“Pa, aku belum yakin ada sutradara yang bisa memindahkan jiwa Milo ke dalam dimensi berbeda,” kataku setelah menelan semua makanan di piringku. “Kebanyakan fokus ke genre percintaan. Jadi, yaaah aku berharap ketika Milo dianimasikan, orang itu harus benar-benar memahami jalan cerita Milo. Bukan sekadar mengejar untung, melainkan bisa menerjemahkan pesan dalam Milo kepada penonton.”

“Ivan bisa menemukan sutradara itu,” Papa meyakinkan. “Omong-omong, kamu baik-baik saja? Aku sempat membaca berita tidak menyenangkan mengenai Soraya. Apa dia melakukan sesuatu kepadamu?”

Mertuaku memang super! Dia bahkan telah mengetahui sengketa “siapa yang pantas menjadi istri Ivan” tanpa perlu aku mengadu.

“Pa, dia hanya kurang kerjaan,” kicauku sembari memikirkan cara teraman menjelaskan masalahku. “Mungkin setelah mendapat proyek film, dia akan sadar dan berhenti melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat.”

Benar, bukan? Hanya orang kurang kerjaan saja yang sibuk mengurusi kehidupan orang lain.

Setelahnya tidak ada percakapan apa pun. Aku sibuk menggasak makanan apa pun yang menurutku menarik. Usai makan malam, Papa meminta Ivan ikut dengannya ke ruang kerja.

Tidak masalah. Aku memilih menunggu di kamar Ivan. Tepatnya, kamar yang dulu Ivan tempati.

Kamar Ivan yang satu ini hampir mirip dengan kamar yang ada di kediaman kami. Bedanya terdapat buku-buku keilmuan yang berdesakan di rak. Meja belajar Ivan pun tidak memiliki benda-benda yang mencerminkan kepribadian seseorang. Hanya satu foto dalam pigura. Foto Ivan bersama sejumlah orang yang mengenakan almamater berwarna hitam. Di belakang mereka ada pohon besar yang tengah berbunga, bunga-bunga mungil berwarna oranye terang.

Ivan dalam foto terlihat, sungguh, sangat tampan. Buktinya ada banyak cewek yang berusaha merapat ke arahnya. Sejenak aku merasa kasihan kepada cowok-cowok yang tidak mendapat kesempatan memacari satu pun di antara para cewek dalam foto.

Aku menunduk, memperhatikan foto dari jarak dekat.

“Hmmm ada di mana mantan pacarmu, Ivan?” tanyaku dengan nada suara yang terlalu riang. “Aku ingin memastikan dengan mata kepalaku!”

Barangkali karena terlalu asyik mengorek masa lalu suamiku, aku tidak mendengar apa pun selain “suara diriku sendiri yang sibuk mengagumi Ivan versi mahasiswa”.

“Di sana tidak ada mantan pacarku.”

Mama! Hampir saja jantungku meloncat ke tenggorokkan. Ivan berada terlalu dekat denganku. Dia bahkan berani berbisik ke telingaku dan membuatku merinding. Andai saja tangan Ivan tidak menopangku, maka sudah pasti aku akan terjerembap dan menyebabkan mukaku sakit.

“Kenapa kamu nggak ketuk pintu sih?”

Alih-alih menerima tuduhanku, Ivan justru berkata, “Karena kamu terlihat begitu manis saat sedang penasaran.”

Senyuman itu mematikan. Apalagi senyuman Ivan. Aku yakin bila senyum bisa dijual ke pasar, Ivan akan mendapatkan puluhan juta hanya dari senyum yang ia jual.

“Sebenarnya ada beberapa cewek yang pernah menyatakan cinta kepadaku.”

AHA! Akhirnya Ivan mengaku!

Aku menggembungkan pipi, pura-pura tersinggung. “Oke, kamu populer.”

“Mereka nggak ada satu pun yang kuterima.”

Hmm alias semua cewek mendapat penolakan. Kasihan—tunggu dulu. Posisiku dan Ivan amat ambigu. Bagaimana bisa dia terus memelukku, di kamarnya, berdua, kami hanya berdua, tidak ada orang ketiga—astaga-astaga-astaga-astaga-astaga!

Pipiku memanas. Berani taruhan bila ada orang yang memecahkan telur di atas pipiku, pasti telurnya langsung matang!

“Kenapa?” tanya Ivan dengan suara yang anehnya terdengar serak.

Kuatkan hatiku, imanku, dan jiwaku. Sebab saat ini aku ingin menggigit Ivan! Buhuuuu ini tidak adil! Dia tidak boleh memanfaatkan wajahnya dengan cara begini! Aku keberatan!

Dalam perang tatap mata, aku menjadi pihak yang kalah. Kusembunyikan wajah dengan kedua tanganku. Jantungku berdebar kencang, mencoba mendobrak rongga dada, dan membuatku kesulitan bernapas.

Buhuuu aku tidak bisa melawan pesona Ivan!

***
Selesai ditulis pada 6 September 2023.

***
Haloooooo!

Semoga kalian suka dengan episode kali ini! Hihihihi.

Jangan lupa jaga kesehatan! Oke? Jangan kebanyakan minum kopi tanpa diimbangi makan. Nanti kalian bisa sakit perutnya. :”(

Salam cinta dan kasiiiiih sayaaaang!

Love!

GENRENYA SALAH! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang