23

17.4K 2K 36
                                    

Ternyata Ella Soraya masih punya kewarasan. Buktinya sepanjang acara dia tidak mengganggu atau menyuruhku cerai. Itu artinya dia sadar kamera dan punya intelektualitas ala antagonis dalam drama picisan. Barangkali dia takut kamera akan menyiarkan kelakuan buruknya kepada masyarakat dan membuat pamornya makin turun.

Selesai proses pengambilan gambar dan segala tetek bengeknya, aku bersiap pulang karena Ivan mengirim pesan bahwa dia sudah ada di rumah.

Ketika aku hendak berbelok ke salah satu koridor yang akan membawaku keluar dari studio, aku mendengar percakapan “sengit”.

“Kamu tega, ya? Bukankah seharusnya kamu menolongku? Mengapa kamu justru mundur dan memilih mengabaikan permintaan Mama?”

“Kamu yang nggak waras. Aku melakukan kewajibanku kepada perusahaan dan semua orang yang bernaung di bawahnya. Nggak ada waktu membantu kariermu. Kerjaanmu, pamormu, skenario burukmu. Yang benar saja dong!”

“Kamu, kan, temanku.”

“Teman saat kuliah!”

Keningku berkerut setiap kali nada suara yang mereka gunakan makin meninggi seakan saling lempar bom demi menghancurkan lawan.

Aku ingin pura-pura tidak peduli dan langsung kabur, berhubung jalan yang kulewati haruslah melalui koridor “itu”. Sayang sekali koridor tersebut tengah digunakan oleh Clive dan Ella sebagai panggung tempur.

Ella menekan Clive, menyuruhnya mengikuti kemauan miliknya. Lantas Clive tidak terima dan selalu menolak arahan Ella.

Kecemasan dalam diriku pun makin menjadi. Bila benar kakak Clive telah tergabung dalam ikan tangkapan Ella, maka besar kemungkinan Clive akan mengikuti kemauan Ella.

“Aku berhak mendapatkannya, Clive!” teriak Ella. Ada keputusasaan dalam nada suaranya. “Apa salahnya kalau kamu membantuku di dunia hiburan ini?”

“Mungkin kamu lupa, tapi aku enggak,” Clive memperingatkan. “Kamu nggak ingat, ya? Seharusnya pertunangan di antara kamu dan kakakku berjalan seperti keinginan keluarga. Namun, waktu itu kamu memilih meninggalkan kakakku dengan alasan dia nggak bisa memenuhi keinginanmu. Ingat?”

Uwoooo aku baru tahu. Ternyata Ella dulu sempat atau “akan” bertunangan dengan Stark.

“Di-dia memang enggak bisa memenuhi keinginanku,” Ella membela diri, tidak mau kalah. “Aku butuh cowok yang punya kekuasaan, pengaruh, dan dia nggak boleh membuatku malu di hadapan umum!”

“Oh hanya karena dia ‘dianggap’ culun dan kuper, maka kamu dengan mudahnya mencampakkan dia? Begitu? Yang benar saja, Ella.”

“Apa sih salahnya memilih yang terbaik?”

“Kamu salah! Aku paham perasaan nggak bisa dipaksakan oleh siapa pun, tapi merendahkan martabat seseorang itu tetap perbuatan buruk. Kamu seharusnya bersyukur orangtuaku nggak memutus kontrak kerja sama dengan Soraya. Kamu ‘seharusnya’ bersyukur karena mereka nggak mengabaikan hubungan baik antarpertemanan.”

“Aku tetap nggak suka kakakmu!”

“Oh ya,” Clive mulai melontarkan kalimat yang mengandung penghinaan, “kakakku juga nggak ada perasaan apa pun kepadamu. Dia sekarang punya perusahaan sendiri, bisnisnya sukses, dan ada banyak cewek yang rela menghabiskan waktu demi bersama dengannya. Apa yang kamu miliki selain Soraya? Apa, Ella?”

Aku tidak boleh menguping, tapi mereka bertengkar dengan volume suara yang mengalahkan musik kondangan—membuatku tidak berkutik dan malu. Ingin rasanya berubah jadi cicak dan merayap pergi meninggalkan mereka. Aku sungguh tidak ingin menguping! Mereka yang salah! Mereka!

GENRENYA SALAH! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang