"Hyung, aku akan ke Seoul duluan."
Laki-laki yang tengah tertidur dengan posisi duduk itu mengernyit, perlahan membuka matanya saat seseorang menepuk punggungnya.
"Eoh Renjun-ah, wae?"
Renjun yang sudah menggendong tasnya, membawa beberapa barangnya itu mengeluarkan ponselnya. "Aku akan ke Seoul duluan dengan taksi, aku akan memesannya sekarang. Kalian bersenang-senanglah--"
"Tunggu! Apa maksudmu? Apa yang akan kau lakukan? Apa maksudmu ke Seoul duluan?"
"Aku akan ke bandara dan pulang."
"Pulang?! Maksudmu ke China?"
Tentu saja Mark terkejut dengan perkataan Renjun yang tiba-tiba."Nee. Aku sudah meminta ijin pada Seo manajer--"
"Ada apa Renjun-ah? Kau tidak akan mengatakan padaku apa alasannya? Ini terlalu tiba-tiba kau tau."
Renjun menghela napasnya panjang, menatap Mark sendu. "Eomma ku kecelakaan Hyung, sekarang sedang operasi."
"Mwo?!!"
"Ssttt yang lain akan bangun Hyung!"
Mark menatap Renjun kesal. "Yeudera bangun! Jeno-ya, Jaemin, Chenle, Jisung-ah... Cepat bangun."
"Hyung apa yang kau lakukan?"
"Renjun-ah, bagaimana bisa kau akan pergi tanpa mengatakan sepatah katapun pada mereka? Aku tidak berhak menjelaskannya pada mereka, kau harus menjelaskan sendiri."
Jeno menyembulkan kepalanya, mencoba membuka matanya yang sangat susah untuk terbuka. "Waeyo Hyung? Ada apa," lirih Jeno dengan suara serak deep.
"Kita akan ke Bandara Seoul, cepat bangun dan masuk ke mobil. Sadarkan dirimu Jeno-ya kau harus menyetir," jawab Mark yang seketika membuat Jeno membuka matanya. "Hm?! Tiba-tiba?"
"Renjun-ah kau masuk mobil bersama Jeno, Jaemin dan jelaskan kepada mereka. Biar aku yang menjelaskan pada Chenle dan Jisung. Kau tidak bisa pergi begitu saja, kami akan mengantarmu."
Mark pun segera menyadarkan dirinya, memimpin membernya untuk segera kembali ke Seoul dalam yang masih dalam keadaan kantuk. Ia membantu Jeno untuk menghilangkan rasa kantuk.
Mark dan Jeno harus sepenuhnya sadar karena jalanan sepi seperti ini seringkali lebih berbahaya. Biasanya orang-orang akan lengah dan tidak sadar dengan datangnya kendaraan yang akhirnya terjadi hal yang tidak diinginkan, Mark tidak ingin hal seperti itu terjadi juga padanya. Ia bahkan membasuh wajahnya dengan air di botol mineralnya.
Kedua mobil berjalan membelah jalanan yang masih sepi itu, sementara Renjun dan Mark menjelaskan pada member tentang apa yang terjadi. Hingga beberapa jam kemudian akhirnya mereka sampai di Seoul. Hanya beberapa menit lagi untuk ke Bandara.
"Tapi, apa kita tidak perlu memberi tau Haechan Hyung?"
Renjun menggeleng. "Jangan memberitahunya, biarkan saja Haechan istirahat. Nanti setelah pulang aku akan menjelaskannya," ucap Renjun.
Mereka menyetujuinya. Lagipula memberitahu Haechan sekarang tidak akan mengubah apapun hanya akan membuat laki-laki itu khawatir.
Setelah mengantar Renjun, tentu mereka harus pulang. "Aku akan mengantar kalian," ucap Mark namun Chenle menggeleng.
"Aku akan pulang dengan taksi Markeu-ya. Lagipula arah rumahku dengan rumahmu berlawanan," jawab Chenle meraih kantung plastik berisi beberapa snack yang dibeli di Jeju.
"Kami duluan Hyung," seru Jeno setelah membunyikan klakson mobilnya dan pergi.
Mark melirik Jisung. "Chenle-ya, boleh aku ikut denganmu?"
Chenle mengernyit. "Wae? Kau takut sendirian?" Karena biasanya Jisung di dorm bersama Renjun. Kali ini Renjun pergi, mungkinkah Jisung takut?
"Jika kau tidak mengijinkan ku, aku akan pergi bersama Markeu Hyung!"
"Kau sungguh takut?"
"Jangan bertengkar aegi-deul. Aku akan menemanimu di dorm, Jisung-ah... "
"Aku tidak takut Hyung, aku hanya tidak ingin sendiri!"
"Itu namanya takut Jisung-ah... Akui saja."
Jisung mendengus kesal karena Chenle terus saja menggodanya. "Aku akan pulang sendiri!"
"Yaa kau kesal??"
Chenle keluar dari mobil Mark, menyusul Jisung yang hendak menghentikan taksi. Mark tersenyum tipis, pertengkaran kecil mereka berdua menghiburnya. Mark pun memilih untuk pulang ke rumahnya, ia yakin Chenle bisa mengurus Jisung yang sedang ngambek itu.
Seperti dugaan Mark, kini Jisung dan Chenle berada di depan apartemen Chenle.
"Ramyeon?"
"Kau tidak muak dengan Ramyeon?"
"Chenle-ya, tidak ada orang Korea yang muak dengan Ramyeon. Meski setiap hari memakan ramyeon, pasti tetap membeli untuk persediaan."
Chenle menggelengkan kepalanya namun mengiyakan saja perkataan Jisung. "Tapi aku tidak mau ramyeon. Ini masih terlalu pagi untuk makan ramyeon."
Chenle menekan beberapa angka pin password pintunya, lalu masuk ke rumahnya. "Eo? Mama?"
Keduanya terkejut saat seorang wanita paruh baya menyambut mereka. Namun Chenle mengernyitkan dahinya saat melihat sesuatu yang tidak biasa.
"Mama? Mama menangis?"
Wanita itu menggeleng, mengusap sudut matanya yang masih terasa basah. "Lele-ya kau sudah pulang? Jisung juga datang?"
Jisung tersenyum canggung. Sepertinya ini bukan saatnya ia berada di sini.
"Kemarilah, kita makan!"
Jisung menggeleng. "Aniyo, aku... "
"Mama jelaskan! Kenapa Mama menangis?"
"Chenle-ya diam dulu, ayo makan bersama Jisung."
Jisung menghampiri Chenle. "Chenle-ya sepertinya aku harus pulang. Aku lupa kalau Eomma akan datang ke dorm hari ini," ucap Jisung berbohong.
"Emn, ahjumma aku akan pulang dulu."
"Makan dulu Jisung-ah.. "
Jisung menggeleng, ia pun keluar dari rumah Chenle. Menghela napasnya panjang, Jisung berjalan menuju elevator. Saat memasukkan tangannya ke saku Hoodie, Jisung merasakan sebuah kertas. Ia mengeluarkannya dan ternyata itu adalah kartu nama yang diberikan Haechan kemarin.
Benar juga, ia harus pergi ke psikiater. "Tapi aku 'kan tidak gila," gumamnya.
Pintu elevator terbuka, Jisung kembali memasukkan kartu itu ke saku Hoodie dan keluar dari elevator berjalan ke jalan raya untuk menghentikan taksi. Tentu saja ia harus kembali ke dorm, ia tidak memiliki tujuan lain.
"Taksi--"
Tiinnnnn tinn
BRAAAKKKKKK
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Semua Sayang Jisung
Fanfiction[Lengkap] Semuanya memang sayang Jisung, tidak ada kebohongan di sini. Karena Jisung adalah maknae kesayangan. Namun, hidup tidak mungkin selamanya bahagia bukan? Adakalanya hidupmu yang biasa-biasa saja berganti genre menjadi thriller action. Tida...