7Dream in Jeju (3)

1.5K 153 6
                                    

"Mwoya? Bukankah kita akan minum teh?"

Mereka berenam menatap restoran di depan mereka yang jelas sekali bukan teh khas Jeju yang Haechan bicarakan.

"Apa kalian tidak lapar setelah bermain? Kalian juga baru saja makan es krim, apa kalian menginginkannya lagi? Lagipula kita harus makan dulu baru dessert."

"Baiklah ayo masuk!"

Mark menahan Jaemin yang hendak berdebat dengan memegang tangan Jaemin sedikit kuat, mengajak Jaemin untuk masuk ke restoran itu. Ia tau benar sedang seperti apa keadaan Haechan, dan saat ini bukan waktunya berdebat. Kali ini bukannya Jeno, gantian Mark yang mengemudi campervan tadi.

Dengan penegasan leader, mereka pun masuk ke restoran. Menu utama yang dipesan Haechan adalah Haemul ddukbaegi, sebenarnya makanan ini mirip seperti hot pot.

Jisung yang pada dasarnya menyukai hot pot pun menikmati makanannya. "Enak," gumamnya lirih ditengah makannya.
Mark yang ada di samping Jisung pun terkekeh pelan karena mendengar gumaman Jisung, mengelus rambut Jisung. "Makan yang banyak aegi," ucapnya.

"Aku, aku akan ke toilet sebentar!"

Tanpa mendapatkan ijin, Haechan langsung pergi begitu saja meninggalkan makanannya yang terlihat masih utuh. Melihat Haechan yang lari terburu-buru membuat member khawatir seketika, begitu juga Jisung.

"Markeu Hyung, apa Haechan baik-baik saja," tanya Renjun khawatir.
Meski sering berdebat, Renjun sangat mengkhawatirkan teman sebayanya itu.

Mark diam. Ia tidak tau pasti, karena Haechan pandai berpura-pura sampai sering kali ia tertipu.

"Hyung," panggil Jisung meminta jawaban Mark.

"Aku—"

"Kenapa kalian berhenti makan? Apa kalian tidak suka?"

Mereka semua menatap Haechan yang baru saja kembali. Bukannya pucat, bibir Haechan terlihat merah. Namun matanya terlihat lelah. Sepertinya Haechan memakai lip tint untuk menutupi bibir pucatnya.

"Haechan, gwenchana?" Chanel berdiri, menatap Haechan khawatir.

"Tentu saja! Ada apa dengan kalian?"

"Kita kembali ke Seoul sekarang," ucap Jaemin memutuskan penuh ketegasan.
Haechan melunturkan senyumnya seketika.

"Aku setuju. Kita ke Seoul sekarang Haechan-ah, kesehatanmu lebih penting daripada—"

"Park Jisung."

Jisung tersentak saat Haechan memanggilnya, memotong ucapan Renjun. "N–nee?"

"Katakan. Apa kau sering mimpi buruk?"
Sebenarnya inilah tujuan Haechan menginginkan liburan. Ia ingin Jisung bahagia, sangat bahagia dan berbicara tentang kesehatan mental Jisung.
Haechan tau benar, ada yang tidak beres dengan Jisung. Jisung yang ditanya seperti itu gelagapan, ia pikir ini pertanyaan yang sangat tiba-tiba.

"Haechan-ah, ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan itu—"

"Lalu? Lalu kapan lagi aku harus menanyakan ini? Kalian semua bahkan menginginkan aku pergi sekarang," ucap Haechan tidak terima dengan nada kesal.

"Bukan seperti itu—"

"Park Jisung, jawab!"

"Kau menakutinya!"

Haechan membuang napasnya kasar, memijat pelipisnya yang terasa berdenyut tambah berdenyut mendengar bentakan Jaemin.

"Baiklah! Sejak awal kalian memang tidak pernah setuju padaku," kesal Haechan. Ia berdiri dari kursinya hendak pergi.

"Jika aku mengatakannya, apa Hyung akan kembali ke Seoul tanpa marah?"

Ucapan dari Jisung membuat langkah Haechan terhenti. Laki-laki itu membalikkan tubuhnya dan mengangguk dengan senyum hangat.

Mereka pun kembali duduk di tempat masing-masing, siap mendengarkan Jisung. Si empu yang menjadi perhatian menundukkan kepalanya, merangkai kata-kata yang tepat. Ah tidak! Ia hanya harus jujur. Jisung pikir Hyungnya saat ini hanya ingin kejujurannya.

"Setiap hari aku takut untuk tidur," ucap Jisung dengan mata berkaca-kaca menunjukkan bahwa ia sangat ketakutan.

"Setiap tidur, aku terus bermimpi buruk. Kalian, Hyungdeul selalu meninggalkanku dalam mimpiku. Kalian selalu pergi lebih dahulu, aku sangat kesepian."

Isakan kecil mulai terdengar membuat Hyungdeul benar-benar simpati kepada maknae mereka. Selama ini, maknae mereka sedang kesulitan.

"Aku sudah berusaha keras untuk tidak tidur, tapi aku selalu tertidur. Aku selalu ingin bangun, tapi tidurku sangat sangat lama."

Jisung kembali menundukkan kepalanya, tidak ingin memperlihatkan air matanya. "Aku takut, dan aku lelah dengan semua ini." Mark langsung memeluk Jisung erat yang disusul satu per satu dari mereka.

"Uljima Jisung-ah, sekarang tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja karena kami ada di sini, tidak akan pernah meninggalkanmu."

Jisung mengangguk lemah ditengah tangisnya. Ia merasa hangat, merasa lega, dan bahagia setelah membagikan beban hatinya. Ia tidak tau tubuhnya akan seringan ini setelah membagikan ketakutannya.

Sadar ada di tempat umum, mereka pun menghapus air mata mereka. Mereka keluar dari restoran itu setelah membayar tentu saja.

Haechan menghampiri Jisung, memeluk Jisung erat lalu memberikan sebuah kertas persegi panjang kecil dari saku celananya kepada Jisung. "Pastikan untuk pergi ke sini setelah kau sampai Seoul oke? Aku akan memastikannya juga, dan jangan harap aku mau menemui mu jika kau tidak pergi ke sana. Mengerti?"

Haechan kembali memeluk Jisung erat, seperti tidak ingin melepaskan pelukannya itu namun akhirnya ia melepaskannya.

"Sekarang kita ke Seoul?"

Haechan menggeleng. "Aku akan pergi ke Seoul sendiri. Kalian harus melanjutkan liburan, karena aku sudah menyiapkan semuanya."

"Haechan!"

"Apa kalian ingin membuat semua yang aku lakukan sia-sia? Aku menyiapkan ini dan membuat reservasi untuk kalian, sebagai rasa bersalah ku karena aku tidak bersama kalian satu bulan ini dan terimakasih karena bergantian menemaniku di rumah sakit, tidak membiarkan ku sendirian."

"Pergilah, dengan begitu aku juga akan pergi dengan tenang." Keputusan bulat, tidak bisa dibantah.

Haechan menelepon seseorang. "Noona! Aku akan ke sana sekarang," ucapnya singkat lalu menutup teleponnya.

"Noona," ulang Jeno bertanya-tanya.

Haechan mengangguk. "Manajer Noona mengikuti kita sejak awal," ucap Haechan jujur.

"Kalau begitu bersenang-senanglah!!" Seperti itulah Haechan pergi.

Jisung menatap kartu nama yang Haechan berikan. "Itu adalah dokter psikiater yang sering Haechan kunjungi. Pergilah ke sana saat kita sampai di Seol Jisung-ah," ucap Mark. Jisung mengangguk, tersenyum lebar.

"Semuanya akan baik-baik saja, baik kau ataupun Haechan."

Mereka semua menyetujui itu. Semua pasti akan bahagia, kebahagiaan akan datang pada mereka suatu hari nanti.

[✓] Semua Sayang Jisung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang