Prolog

6.6K 288 2
                                    

"Wae Jeno-ya?"

"Hyung, apa Jisung bersamamu?"

Laki-laki itu menghentikan langkahnya, mengernyit dalam. "Apa maksudmu? Bukankah Jisung bersama kalian? Aku hanya sendirian di perusahaan," ucapnya.

"Siall.. "

Mendengar umpatan di seberang telepon membuat laki-laki itu menegang, ia membalikkan tubuhnya. "Wae? Apa terjadi sesuatu dengan Jisung?"

"Jisung hilang Hyung! Jisung hilang!"

"Mwo?!!!"

Hampir saja laki-laki itu menjatuhkan ponselnya karena tiba-tiba tangannya berkeringat. Jantungnya berdetak dua kali lebih kencang dari biasanya.

"A–apa, apa yang terjadi? Bagaimana bisa hilang?"

"Chenle dan Jisung sedikit bertengkar dan—"

"Baiklah aku mengerti, katakan pada Chenle untuk tidak menyalahkan dirinya dan aku akan mengatakannya pada manajer."

"Hyung!!"

Kedua kakinya hampir melangkah lebar namun terhenti karena seruan di seberang telepon.

"Kami ingin mencari Jisung juga."

"Tentu saja. Kalian harus mencari Jisung dan aku akan mencari Jisung bersama manajer. Ingat, hati-hati karena banyak orang sedang memperhatikan kita."

"Bagaimana dengan Haechan?"

"Tidak apa-apa, banyak dokter dan perawat yang menjaganya. Sekarang kita harus mencari Jisung terlebih dahulu."

Setelah persetujuan dari orang di seberang, Mark memutuskan sambungan telepon dan berlari memasuki perusahaan.
Ia menepuk dadanya agar jantungnya normal, karena ia harus tenang untuk menghadapi situasi ini. Ia adalah leader, ia harus sepenuhnya sadar tidak boleh panik.

"Noona! Noona tolong kami," ucapnya putus asa kepada wanita yang sudah ia anggap sebagai kakak perempuan itu.

"Jeno-ya, apa kau sudah menemukannya?"

Ia tidak bisa melepaskan ponselnya sama sekali, ia terus berhubungan dengan member lain meskipun sekarang ia tengah berlari ke sana kemari, dan keluar masuk mobil.

"Aniya Hyung, aku dan Jaemin belum menemukannya. Kami benar-benar tidak ada ide dimana Jisung."

"Dimana pun itu, kita harus menemukannya."

Daripada Haechan yang saat ini ada di rumah sakit, Mark lebih mengkhawatirkan maknaenya yang hilang. Park Jisung tidak bisa dibiarkan sendirian jika dalam situasi seperti ini, atau sesuatu yang tidak diinginkan mungkin terjadi. Jisung itu selalu menyalahkan dirinya sendiri bahkan jika tidak ada seseorang yang menyalahkannya, apalagi jika sudah jelas banyak orang menyalahkannya.

Mark takut. Mark sangat takut jika Jisung melakukan sesuatu yang tidak diinginkan karena pikirannya tengah kacau. Tidak! Ia tidak boleh berpikir seperti itu, Jisung pasti tidak akan melakukannya.

"Jeball Park Jisung, dimana kau sebenarnya?"

Seharian, laki-laki itu terus bergumam demikian. Kedua tangannya disatukan dengan erat, terus merapalkan doa untuk maknaenya. Berharap maknaenya itu baik-baik saja.

Sayangnya, mereka tidak bisa menemukan keberadaan Jisung. Melapor pada polisi pun percuma karena belum dua puluh empat jam sejak Jisung menghilang. Apa harus menunggu dua puluh empat jam baru mencari?! Bagaimana jika setelah dua puluh empat jam Jisung sudah— tidak! Itu tidak akan terjadi. Apapun itu, Jisung harus ditemukan dan dalam keadaan baik-baik saja.

Sebuah perjuangan dan butuh waktu lama bagi mereka untuk menjadi anggota yang lengkap. Tidak lagi, mereka tidak ingin kehilangan member lagi. Mereka harus bersama-sama dalam waktu yang lama.

"Mianhae ... "

Ini adalah pertama kali bagi Chenle menangis menyesali perbuatannya. Chenle menundukkan kepalanya dalam-dalam dan menyesali perbuatannya, ia benar-benar meminta maaf pada semua orang. Karena perkataan bodohnya, sekarang Jisung tidak diketahui keberadaannya.

"Aniya Chenle—"

"Aku memang bersalah Hyung, kali ini aku memang bersalah. Maafkan aku, aku sungguh menyesal."

"Berhenti meminta maaf, kita harus tenang."

Kini mereka berempat berkumpul di dorm, karena hari sudah sangat malam. Staf SM yang sekarang masih tengah mencari Jisung.

"Tidak bisa begini. Kita tidak bisa terus menunggu, kita harus mencari Jisung—"

"Tenang Jaemin-ah, ini sudah malam lebih baik kita serahkan pada perusahaan. Perusahaan juga pasti sangat ingin menemukan Jisung, bukan hanya kita. Lagipula kita sudah berusaha mencarinya sejak siang," ucap Renjun menghentikan Jaemin yang hendak pergi.

"Renjun benar Jaemin-ah. Dalam keadaan seperti ini, kita tidak boleh gegabah dan bertindak sendiri. Kita, harus tenang meskipun sulit dan selalu bersama."

Mark menepuk pundak Jaemin. Laki-laki itu terlihat sangat khawatir, tidak jauh darinya. Ya, mereka semua memang sangat khawatir sekarang.

"Jeno-ya, apa kau sungguh tidak tau dimana biasanya Jisung pergi? Seperti cafe atau tempat apa yang sering dikunjungi Jisung."

Jeno menggeleng. "Jisung selalu di dorm Hyung, pulang atau ke rumah Chenle. Tidak ada yang lain."

Benar. Jisung terbilang anak rumahan, jarang pergi ke tempat manapun. Mereka semua selalu ada untuk Jisung jika laki-laki itu memiliki kekhawatiran, jadi Jisung tidak mempunyai kesempatan untuk menyendiri di tempat manapun. Karena di dorm adalah tempat terbaik bagi Jisung.

Entah  ke berapa kalinya, helaan napas kembali terdengar ditengah keheningan ruangan itu. Hingga getaran ponsel Mark membuat mereka memusatkan perhatian.

Tidak ada satu detik, Mark langsung melihat siapa yang menelepon. Manajer Seo.

"Speaker Hyung!"

Mark mengangkat panggilan itu, dan menyalakan speaker.

"Yeudera ... "


































"PARK JISUNG!!!"

"Jisung-ah... "

[✓] Semua Sayang Jisung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang