Aku menghela napas panjang, menatap ruangan luas ini. Kosong, tidak ada siapapun. Sedikit mengejutkan karena kupikir ruangan ini tidak mungkin kosong.
Aku tidak bisa menemukan tempat yang tidak ada orang, dan dipikiran ku hanya ruang latihan. Ya, sekarang aku ada di ruang latihan.
Hhhh
Aku benar-benar merasa sesak, dadaku sempit dan kepalaku terasa akan meledak. Sekarang apa yang harus kulakukan? Semua orang menyalahkan ku, bahkan Chenle. Bahkan sijeuni mengatakan aku harus keluar dikeluarkan dari grup dan agensi. Penggemar ku sendiri yang mengatakan itu, orang-orang yang menjadi alasanku bertahan selama ini.
Haruskah aku benar-benar keluar? Kupikir aku sudah tidak sanggup lagi menghadapi Chenle dan Hyungdeul.
Duk
Duk
Saking sesaknya aku memukul dadaku sendiri, berharap sesak ini sedikit berkurang. Tanpa sengaja aku menatap pantulan diriku di cermin.
Orang-orang terus mengatakan agar aku cepat dewasa, apakah aku belum dewasa? Padahal, aku sudah sebesar ini. Dua puluh tahun tidak sebentar ternyata.
Perjuangan ku tidaklah sederhana dan mudah. Aku melewati banyak kesulitan, air mata, keringat, darah. Semua itu tidak lagi mengherankan bagi ku. Aku benar-benar berusaha keras dan membutuhkan waktu lama untuk naik di puncak hidupku ini. Aku tumbuh dan berkembang.
Benar kata orang. Semakin tinggi posisimu, semakin sakit saat jatuh. Aku sakit, sangat sakit. Tidak, aku bukan menangis karena lemah. Hanya saja, aku mengasihani diriku sendiri yang ternyata memang tidak dewasa.
Bertahun-tahun aku membangun karir, aku menghancurkannya hanya dengan satu tindakan. Aku sendiri yang menghancurkannya, membuat sia-sia usahaku.
"Kamjagia!"
Reflek aku berdiri tegak, menatap seseorang yang baru saja masuk ruang latihan. Ya, tentu saja ruangan ini tidak akan kosong dalam waktu lama.
"Park Jisung?"
"Annyeonghasaeyo ssaem," sapaku seraya membungkuk kecil pada pelatih Lee.
Pelatih Lee berjalan menghampiri ku di pojok ruangan. "Apa yang kau lakukan di sini? Duduk seperti itu, dan kau menangis?"
Aku menggeleng cepat, menghapus bercak air mata di pipiku dan memaksakan senyum. "Aniya ssaem, aku tidak menangis. Tapi, kenapa anda di sini? Siapa yang akan berlatih?"
"EXO," jawab pelatih membuatku sedikit terkejut.
"A–aku akan keluar—"
"Duduk dulu, tiga jam lagi mereka baru akan datang. Kau, apa yang kau lakukan di sini sementara semua member dan manajermu mencarimu?"
Mencari? "Mereka mencariku?"
"Iya. Kau pergi begitu saja dan tidak menjawab telepon atau pesan mereka, kau pikir ini sudah jam berapa?"
Aku langsung mengeluarkan ponselku dari saku, ternyata baterainya habis."Dasar anak nakal. Tunggu sebentar, aku akan menelepon Jiwon—"
"Ssaem, tidak bisakah kita makan dulu? Aku lapar," ucapku menahan pelatih Lee yang akan menelepon. Aku hanya belum siap menghadapi Hyungdeul, apalagi Chenle.
"Mereka juga belum makan Jisung-ah... Mark, Renjun, Jeno, Jaemin, Chenle dan manajermu. Mereka seharian mencari mu dan belum makan. Apa kau akan makan sendirian seperti itu saat mereka belum makan? Makanlah bersama mereka, bukan denganku."
"Tunggu di sini, aku akan memanggil manajermu."
Pelatih Lee bergegas keluar, menolak permintaan ku. Sepertinya aku harus menyiapkan kata-kata untuk alasan saat Hyungdeul datang nanti. Atau hanya manajer yang datang? Sepertinya tidak mungkin.
"Jisung-ah... "
"Nee?" Ternyata pelatih Lee belum pergi.
"Mereka menyayangimu. Kau adalah maknae kesayangan mereka bahkan kami semua, jangan khawatir karena semua orang menyayangi Park Jisung. Kami memihak mu, apapun keadaannya."
"Lalu, apa kalian tidak memihak Haechan Hyung? Aku yang bersalah di sini, dan Haechan Hyung adalah korbannya. Kenapa kalian memihak ku bukannya Haechan Hyung?"
Pelatih Lee tersenyum di ambang pintu. "Karena Haechan juga memihak mu," ucapnya lalu menutup kembali pintu.
Tidak. Kupikir ini tidaklah benar, aku tetaplah bersalah meskipun semua orang memihak ku. Ah! Semua orang bukan memihak ku, karena lebih banyak orang yang menyalahkan ku termasuk sijeuni.
"Park Jisung!!"
Mendengar suara yang tidak asing, aku membalikkan tubuh, sedikit terkejut karena dia menemukan ku. Kupikir, pelatih Lee baru saja pergi tapi dia sudah datang.
"Kami mencari mu kemana-mana kau tau?!"
Dan yang lebih membuatku terkejut adalah Chenle memelukku. Mungkin ini adalah pertama kalinya Chenle memelukku, bahkan setelah Chenle mengatakan hal itu waktu itu.
"Kenapa kau menghilang? Apa kau ingin kami mati karena khawatir? Apa kau ingin aku hidup dengan rasa bersalah? Kenapa kau bodoh sekali?"
Bahkan disaat seperti ini, Chenle tetaplah Chenle."Jisung-ah... "
Hyungdeul lain baru datang. Mereka langsung memelukku, membuatku susah payah menahan berat badan mereka. Kenapa mereka semua menumpukkan berat badan mereka padaku?
"Jisung-ah, jangan pernah pergi lagi. Kita harus bersama—"
"Aku akan keluar Hyung," ucapku membuat mereka semua seketika melepas pelukan. Sungguh rasanya tubuhku kembali ringan. Seharusnya aku mengatakan itu sedari tadi.
"Apa maksudmu?"
Setelah merenung panjang, aku memutuskan untuk keluar dari NCT bahkan SM. Kupikir, setelah apa yang kulakukan aku tidak akan bisa melanjutkan karirku. Bahkan, aku tidak yakin bisa melanjutkan hidupku atau tidak.
"NCT Dream tanpa Park Jisung? Apa itu masuk akal?!"
Dan perkataan itu sungguh menghibur ku, entah kenapa. Membuatku sedikit goyah.
"A–aku, aku tidak bisa melanjutkan—"
"Itu sama sekali tidak masuk akal Park Jisung!"
"Mianhae... "
Lebih dari terkejut, aku sangat-sangat terkejut saat Chenle menyatukan kedua tangannya memohon padaku. Ada apa dengan Chenle, dia membuatku tidak enak.
"Maafkan aku, aku memang salah. Keluar dari NCT itu sangat bodoh, Park Jisung."
"Park Jisung, NCT Dream bukan apa-apa tanpamu. NCT Dream adalah tujuh."
"C–chenle... "
"Kami juga tidak akan mengijinkan mu, Park Jisung. Kau pikir semudah itu untuk keluar? Tidak! Kami tidak akan membiarkan mu keluar."
Aku benar-benar merasa senang saat mereka memihak ku. Sungguh, apa mereka benar-benar memihak ku?
Aku tidak tau harus mengatakan dan bereaksi seperti apa terhadap ucapan Mark Hyung dan Chenle.Namun tiba-tiba Jaemin Hyung menghampiri ku dan memelukku.
"Tidak apa-apa Jisung-ah, semua akan baik-baik saja. Ada kami di sini, kau tidak perlu khawatir lagi. Kau akan aman, kita bersama jadi kau tidak perlu mencemaskan apapun lagi. Kami semua bersamamu, semua menyayangimu."
"Tidak apa-apa Jisung-ah..."
Aku membalas pelukan Jaemin Hyung, tanpa sadar kembali menangis dan membasahi baju Jaemin Hyung.
Ternyata aku membutuhkan sebuah pelukan dan seseorang yang mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.Hyungdeul pun menyusul memelukku. "Kami bersamamu Jisung-ah, kami akan melindungi mu."
Seumur hidupku, tidak ada kebahagiaan lain yang melebihi kebahagiaan ku saat ini. Aku sangat berterima kasih kepada Hyungdeul. Aku tidak akan meninggalkan Hyungdeul, aku akan selalu bersama mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Semua Sayang Jisung
Fanfiction[Lengkap] Semuanya memang sayang Jisung, tidak ada kebohongan di sini. Karena Jisung adalah maknae kesayangan. Namun, hidup tidak mungkin selamanya bahagia bukan? Adakalanya hidupmu yang biasa-biasa saja berganti genre menjadi thriller action. Tida...