Chapter 3

938 31 0
                                    

Selesai menjelaskan segala sesuatunya, Greg dan Jeremy mengajak Lizzy makan siang. Tentu saja Lizzy setuju karena dia baru akan pulang sore nanti, lalu membereskan barang-barangnya yang masih berantakan di apartemennya. Dia mengira wawancara hari itu akan berlangsung lama karena harus mengantri panggilan. Akan tetapi Greg langsung memilihnya dan Ariana menyetujui keputusan pria botak itu.

Lizzy belum tahu banyak tentang New York. Dia baru datang kemarin dan segera mempersiapkan wawancara hari ini, sehingga tak punya waktu banyak untuk merapikan barang-barang yang dia bawa dari rumah ibunya di Philadelphia.

Ibu-ibu selalu ingin kebutuhan anaknya tercukupi, maka Maggie membawakan barang tambahan seperti kotak makanan, termos, tempat sabun, dan sebagainya dalam satu koper lagi. Bagasi mobil Robert hampir penuh oleh koper-koper Lizzy.

Lizzy tidak dapat menolak walaupun dia tahu apartemen studionya di Queens tak akan muat menampung semuanya. Dia hanya memberikan anggukan dan senyuman seperti yang biasa dilakukannya jika tidak ingin berdebat dengan ibunya.

Greg merekomendasikan sebuah restoran yang menyajikan makanan khas Italia. Begitu berjalan masuk, aroma dari daging dan keju Italia bergabung untuk menyerang perut hingga liur tak dapat tertampung dengan baik di dalam mulut.

Restoran itu sudah berdiri sejak tahun 1900. Dengan makanan enak, pelayanan luar biasa baik, dan kebersihan yang terjamin, mereka mampu bertahan sampai sekarang.

Lidah Lizzy bergoyang sesaat setelah mencicipi pesto ayam dan babi panggang yang sangat enak dan porsinya melimpah. Dia langsung memutuskan akan datang lagi, bahkan akan mengajak ibunya makan di sini.

"Kau tinggal di mana, Lizzy?" tanya Jeremy di sela-sela percakapan sembari mengunyah roti.

"Apartemenku di Queens," jawab Lizzy.

"Boleh kami datang berkunjung di lain waktu?"

"Tentu saja!" jawab Lizzy bersemangat. Dia menyukai kedua orang di hadapannya ini karena mereka sangat ramah. Lizzy sendirian di New York dan sangat membutuhkan seseorang yang dia kenal. "Aku akan sangat senang menjamu kalian."

"Tidak perlu begitu," Jeremy terkekeh. Bunyi ponsel membuatnya merogoh saku celana. Dia membaca layarnya, lalu menggeser tombol hijau. "Ya. Aku sedang makan siang." Jeremy mengambil rotinya lagi dari piring. "Oke, aku akan menemuimu sekitar setengah jam lagi."

"Siapa?" tanya Greg setelah Jeremy memutuskan hubungan teleponnya.

"Gerald."

"Siapa dia?" tanya Greg lagi. Kali ini terdengar sinis, apalagi ekspresi wajahnya berubah cemberut.

Jeremy tergelak. "Tak perlu cemburu begitu, Greg," ledeknya, lalu mencubit dagu pacarnya itu. "Kalau begitu, kami duluan. Aku harus menyambut Si Tamu Agung di Ruang Terapi. Sampai jumpa besok, Lizzy," pamit Jeremy.

"Bye," sahut Lizzy yang masih menikmati pesto ayamnya.

Saking enaknya, Lizzy sampai membawa pulang makanan dari restoran itu untuk makan malam, sehingga dia tak perlu repot memikirkan akan makan apa nanti.

Butuh waktu empatpuluh menit untuk mencapai tempat tinggal Lizzy dengan kendaraan umum. Apartemen studio berukuran duapuluh lima meter persegi itu menjadi rumah Lizzy selama berada di New York, terpisah dari Maggie.

Begitu Lizzy masuk ke unit sederhananya, aroma apek segera menyeruak. Unit tersebut memang kosong sejak setengah tahun lalu, sehingga terdapat lumut di kamar mandi, juga jamur di pojok dinding dapur. Lizzy harus mengurusnya jika ingin menjamu Jeremy dan Greg.

Setelah mandi, Lizzy mulai membersihkan sebagian demi sebagian area di dalam unit tersebut, dimulai dari dapur. Kemarin dia sudah membersihkan kamar mandi. Toilet yang bersih akan membuatnya nyaman jika ingin buang air. Beruntung ranjangnya ditutupi kain tebal, sehingga tadi malam dia bisa tidur pulas.

The Duke And ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang