Chapter 15

962 47 15
                                    

"Aku Lizzy, asisten Ariana Langdon. Seperti yang telah kalian ketahui bahwa saat ini Ariana tidak dapat hadir dan dia menunjukku untuk menggantikannya dalam rapat ini," lanjut Lizzy. Mata hijaunya menatap semua yang ada di ruangan itu.

Benar saja. Tak ada yang memandangnya sinis, tak ada yg meremehkan, tak ada yang memelototinya. Rasa percaya diri Lizzy bertambah setelah Greg melemparkan senyuman serta anggukan kepala.

Rapat dengan Divisi Promosi malam itu berjalan lancar di luar dugaan. Ide-ide Lizzy didengarkan dengan baik meskipun tak semuanya dipakai karena Divisi Promosi-lah yang lebih profesional dalam mengurusi iklan, event, dan sebagainya.

"Saatnya pulang," kata Greg sambil meregangkan kedua lengannya ke atas ketika dirinya dan Lizzy berada di lobi.

"Kau duluan, Greg. Aku belum bisa menghubungi Ariana. Dia menyuruhku melaporkan hasil rapat tadi," Lizzy masih berkutat dengan ponselnya. Karena Ariana tak juga mengangkat telepon, Lizzy memutuskan untuk menuliskan laporannya dan mengirimkannya melalui e-mail.

Greg tertawa, keras sekali sampai bergema di lobi yang telah sepi. Hanya ada beberapa orang yang sedang mengobrol di sofa, juga pastinya Sarah yang masih setia berada di belakang meja resepsionis. "Kau ini seperti belum pernah punya pacar saja, Lizzy. Biarkanlah dia bersenang-senang dengan pacarnya. Dia membutuhkan itu," ujarnya, lalu terbahak lagi.

Lizzy mendengkus tanpa mengalihkan matanya dari ponsel. "Ya, maaf jika kau sedang berbicara dengan orang yang belum pernah pacaran," sindirnya.

"Really? You?" Greg menaikkan sebelah alisnya. Pria itu tidak percaya karena Lizzy sangat potensial untuk dijadikan kekasih. Sayang sekali dia gay. Kalau tidak, sudah pasti dia akan mendekati wanita cantik berambut hitam itu.

Tak mau menanggapi, Lizzy hanya mengangguk satu kali. Konsentrasinya berkurang karena tiba-tiba ingin menanyakan sesuatu kepada Greg. "Karena itukah aku mudah tertipu?"

"Tertipu oleh siapa?"

"You know..." Lizzy melirik ke kanan dan kiri secara bergantian.

Baru Greg menyadarinya. "The Duke? Nuh-uh!" serunya. "Aku berani bertaruh dia lebih menginginkanmu daripada Emily," Gaya bicaranya sudah seperti seorang ahli membaca pikiran bangsawan.

Lizzy memandang Greg dengan ekspresi datar. "Kau pun tertipu olehnya, Greg," katanya.

Greg tergelak. "Tidak mungkin, sayang. Aku ini laki-laki. Aku bisa melihat..."

"Kau setengah-setengah," potong Lizzy, membuat Greg terdiam. Wajahnya sangat lucu hingga Lizzy tidak bisa menahan tawa. "Sudah, lupakan saja. Besok dia akan kembali ke London. Jadi, aku tidak mau memikirkannya lagi." Lizzy beralih lagi ke ponselnya.

"Ya, tapi kau akan bertemu dengannya lagi saat fitting."

"Itu urusan nanti. Bisa jadi saat itu dia telah menikah dengan Emily."

"Baiklah, terserah padamu. Aku pulang duluan. See you tomorrow, Lizzy," pamit Greg.

"Yeah. Bye." Lizzy menekan ikon "send" dan terkirimlah e-mail laporan hasil rapat dengan Divisi Promosi ke alamat e-mail Ariana. Tugas Lizzy hari itu telah selesai. Jam pada layar ponselnya menunjukkan pukul dua puluh dua lebih dua puluh menit dan dia sendirian. Masih ada jadwal kereta untuk pulang ke apartemennya di Queens, tapi dia harus buru-buru apabila tidak ingin tertinggal. Karena itu, dia melangkah cepat meninggalkan lobi setelah melambaikan tangan kepada Sarah yang masih membereskan mejanya.

Yang diinginkan Lizzy adalah mandi air hangat, lalu menyeruput teh melati kesukaannya sebelum tidur. Badannya lelah, pikirannya pun lelah. Kejadian tadi siang membuat energinya terkuras. Namun, dia sudah pasrah. Apapun yang akan terjadi, entah Ariana akan memecatnya atau masih mengampuninya, Lizzy ikhlas menerima keputusan itu.

The Duke And ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang