Lizzy refleks mendongakkan kepalanya. Mata hijau bertemu dengan mata abu-abu. Tak tahu bagaimana harus merespon, Lizzy hanya menundukkan kepala karena pipinya memanas. Detak jantungnya bertambah cepat dan keras sampai dia yakin Gerald bisa mendengarnya. "Sorry, Sir," ucapnya pelan.
Gerald tertawa. "Kenapa kau meminta maaf? Bukan salahmu jika Tuhan menciptakan makhluk cantik seperti dirimu," katanya.
Lesung pipi Gerald memang pandai menghipnotis siapapun yang melihat. Hanya Lizzy yang memasang tameng pelindung agar tidak terpesona olehnya. Daripada terus-terusan begini, Lizzy memilih untuk berbalik dan mengambil buku catatannya. Dengan tangan bergetar, dia mencoba menuliskan angka ukuran lingkar dada Gerald.
Tetapi dari belakang, Gerald mengambil pen yang dipegang Lizzy dan memutar badan wanita muda itu menghadapnya.
"Excuse me... Sir," ucap Lizzy hampir seperti berbisik. "I'm... I'm sorry, Sir," lanjutnya lebih pelan lagi. Sungguh dia tak berani menatap Gerald hingga memejamkan matanya sendiri erat-erat.
Hal itu membuat Gerald sedikit terkejut. "Lizzy, hey, kau kenapa?" tanyanya khawatir.
"Tidak apa-apa, Sir. I'm sorry."
"Kau terus-terusan meminta maaf, padahal kau tidak bersalah apapun padaku."
"Yeah, Sir, sorry. Uh, sorry, Sir. I mean... Sir, I'm so..." Lizzy tergagap. Akhirnya dia memaksakan diri menatap mata abu-abu Gerald. Keningnya berkerut, sudut bibirnya turun, pipinya merah sampai ke telinga.
Ekspresi Lizzy malah membuat Gerald spontan mencium bibirnya.
Mata Lizzy terbelalak atas perlakuan Gerald. Wanita itu tahu jika hal ini terjadi, maka sudah dipastikan pertahanannya akan runtuh. Selama ini dia memuji Gerald dalam hati, tetapi tidak berani melewati batas itu dengan mengambil langkah apapun. Namun, siapa yang menyangka Gerald malah mencium bibirnya.
Gerald sendiri melakukannya tanpa berpikir. Baginya, Lizzy berbeda dari semua wanita yang pernah dia temui. Lizzy selalu menolak dan menjaga jarak, tidak langsung mengobral diri dengan menerima ajakannya. Hal itu membuatnya penasaran tentang diri Lizzy yang sebenarnya.
Kali ini Lizzy diam. Tidak menolak maupun membalas ciuman Gerald, tak juga memejamkan mata. Dia harus bertindak cepat sebelum ada kelanjutannya. Tapi apa yang bisa dia lakukan di depan seorang Duke? Menampar keturunan bangsawan tentu akan membuatnya dipenjara. Namun, jika dia pasrah, harga dirinya akan jatuh, Ariana akan memecatnya, dan Emily akan langsung datang ke New York untuk melabraknya.
Diamnya Lizzy membuat Gerald bingung. Biasanya para wanita akan bersikap agresif bila sudah mendapatkan sinyal positif darinya, tetapi Lizzy tidak menunjukkan tanda apa-apa. Bergerak pun tidak.
Sadarlah, Lizzy! Ingatlah siapa dirimu! Suara batin mengingatkan Lizzy agar tidak terlena pada perlakuan Gerald, seberapa pun memabukkannya ciuman itu.
Otomatis Lizzy mendorong dada Gerald, cukup keras hingga pria itu juga tahu akan penolakan Lizzy. Dia mundur beberapa langkah. "Maafkan aku, Sir, tapi ini sangat tidak pantas," ujarnya tegas. Diberanikan dirinya menatap mata Gerald yang membelalak terkejut.
"Oh..." Gerald terbata. Pria itu merasa direndahkan tetapi kemudian dia mengangguk. "I apologize, Miss Scott. I will never do that again," ucapnya.
"Bukan maksudku untuk tidak sopan kepada Anda, tetapi aku menjaga keprofesionalanku sebagai desainer dan Anda sebagai customer."
"Aku mengerti," Gerald menelan liurnya. Tak disangka dia menjadi penakut setelah ditolak oleh orang biasa seperti Lizzy. "Aku akan bersikap profesional."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duke And I
RomanceLizzy Scott diterima bekerja di perusahaan fashion yang diidamkannya selama masa kuliah. Sebagai asisten pribadi Ariana Langdon, desainer pakaian terkenal dunia, dia sangat senang bekerja di bawah Ariana langsung karena bisa belajar lebih banyak men...