Chapter 6

728 35 0
                                    

Bodyguard Gerald pasti tahu di mana majikannya itu berada. Lizzy memintanya mengantarkan dirinya dan Emily ke tempat Gerald bermain golf yang ternyata lokasinya hanya berjarak 20 menit dari Bandara John F Kennedy.

Di sepanjang perjalanan, Emily memajukan bibirnya. Sorot matanya tajam hingga siap memaki siapapun yang berani mengajaknya bicara. Sekarang Emily Foster terlihat seperti wanita gila.

Lizzy ingin tertawa tapi tentu ditahannya. Bayangkan saja, Gerald lebih memilih untuk bermain golf daripada menjemput calon istrinya yang cantik ini. Sungguh, hal itu saja sudah membuat Emily kesal. Ditambah lagi, Emily tidak mau dibuatkan gaun oleh desainer pemula seperti Lizzy. Kekesalannya pasti berlipat ganda.

Sesampainya di golf club, Emily menelepon Gerald sekali lagi ketika dia dan Lizzy memasuki lobi menuju meja resepsionis. "Aku sudah sampai di Inwood. Kau ada di mana?" tanyanya ketus. "Ya ampun, Gerald!" Kedua alis Emily berkerut. Pundaknya melorot. Entah di mana sosok Emily yang tadi berjalan di bandara bak model catwalk. Sekarang dia kelihatan layaknya orang biasa, bukan calon duchess ataupun supermodel.

Mereka berdiri di depan meja resepsionis. Lizzy menyapa sang empunya meja, sedangkan Emily masih sibuk dengan teleponnya.

"How can I help you?" tanya gadis muda berambut pirang dikuncir kuda dari balik meja tinggi.

"Aku ingin tahu keberadaan Sir Gerald Spencer. Apakah beliau masih ada di sini?"

"Akan kuperiksa dulu. Mohon tunggu sebentar, Miss," kata si resepsionis muda. Jari-jarinya terlatih menekan tuts keyboard komputernya. "Sir Gerald beserta teman-temannya check out enam menit yang lalu, Miss." Kedua matanya teralihkan ke belakang Emily. "Itu mereka baru saja lewat."

Lizzy segera menoleh ke arah pandangan sang resepsionis. Benar saja. Gerald dan kawan-kawannya yang berjumlah tiga orang sedang berbincang sambil berjalan. Tangan Gerald memegang ponsel tapi tidak sedang menelepon. Lalu, Lizzy melihat Emily yang masih saja mengoceh. Posisi Emily memunggungi Gerald, sehingga wanita cantik itu tidak dapat melihat tunangannya.

Gerald menyadari keberadaan Lizzy dan Emily. Bertemu pandang dengan Lizzy, dia mengedipkan mata dan mengangkat jari telunjuknya ke depan bibir, menyuruh Lizzy diam. Kemudian, dia menunjuk ponselnya dan Emily bergantian, menandakan bahwa hubungan telepon masih berlangsung.

Mengetahui hal itu, Lizzy memutuskan untuk memberi tahu Emily bahwa Sang Duke masih ada di lokasi. "Miss Emily, Sir Gerald ada di sana," katanya seraya menunjukkan arah yang tepat bagi Emily agar dapat melihat Gerald. Tentu dia melakukan itu dengan alasan. Gerald sudah bersikap semena-mena terhadap calon istrinya sendiri, juga pria itu merepotkan orang lain demi urusan pribadinya.

Emily berbalik dan melihat Gerald yang sedang terkejut. Segera saja stileto-nya berbunyi dengan tempo cepat seraya kedua kakinya melangkah menuju tunangannya berdiri. "Kita sudah pernah membicarakan ini, Gerald," katanya sambil menatap mata abu-abu pria itu.

Ketiga teman Gerald mundur untuk memberikan privasi bagi pasangan duke dan calon duchess.

"Emily, hi," sapa Gerald. Bukannya takut atau malu atau marah, tetapi dia malah memberikan senyuman malaikatnya, memunculkan lesung pipinya lagi.

"Aku tidak ingin menimbulkan masalah lagi, tapi kali ini kau yang memulainya." Emily menggertakkan gigi. Amarahnya memuncak dikarenakan Gerald telah membohonginya.

"Ya, betul," jawab Gerald sambil mengangguk-angguk. Dia terlihat tenang, tentu tidak ingin pandangan publik terhadapnya jatuh seketika hanya karena omelan Emily. "Kau mau minum kopi denganku?" ajaknya.

Emily terdiam. Ditatapnya Gerald lekat-lekat sembari menautkan alis. Dia sudah tak heran lagi dengan sikap Gerald yang menggampangkan segala urusan, namun yang membuatnya kesal adalah hal ini terus Gerald lakukan berulang kali. Dia mengangguk cepat. "Ya, aku akan senang sekali minum kopi denganmu, tapi aku minta kita berdua saja."

"Oh. Aku tidak membawa mobil hari ini, dear."

"Suruh pulang saja bodyguard-mu itu!"

Gerald melirik Lizzy yang masih berdiri di depan meja resepsionis. Dia berpikir sejenak, kemudian tersenyum kepada Emily. "Oke," katanya. Dilihatnya rahang Lizzy jatuh. Tega sekali Gerald membiarkan Lizzy pulang sendiri, padahal sudah dimintai bantuan untuk menjemput calon istrinya.

Lizzy berusaha menutupi kekesalannya dengan menarik sudut bibir. Tak perlu waktu lama, dia segera pergi dari tempat itu dengan rasa sesal yang luar biasa. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mau lagi mempedulikan masalah pribadi pelanggan manapun.

Sekembalinya Lizzy ke kantor, Ariana telah menunggu di ruangannya. Siapa yang menduga rambut Ariana bisa kusut dan berantakan, tak seperti biasanya. "Syukurlah kau sudah kembali!" seru Ariana yang langsung berdiri ketika Lizzy membuka pintu.

"Maaf aku terlambat, Ariana. Tadi ada sedikit masalah," ucap Lizzy setelah menutup pintu di belakangnya.

"Di sini juga sangat, sangat bermasalah," balas Ariana berlebihan. Desainer top dunia itu hanya ingin ada orang lain yang memberitahukan jadwalnya dalam sehari penuh dan Jeremy tidak bisa diandalkan karena walaupun tidak ada pasien terapi, adiknya itu tidak mau membantu.

"Masalah apa?" tanya Lizzy khawatir.

"Tidak ada. Semua sudah kuatasi," Ariana terkekeh, satu karakter Ariana yang baru pernah dilihat Lizzy. "Mana Emily? Kukira dia akan datang ke sini denganmu."

"Gerald mengajaknya minum kopi."

"Gerald? Bukankah dia yang memintamu menjemput Emily?" tanya Ariana bingung.

Lizzy berjalan menuju meja Ariana. "Itulah masalah yang kubilang tadi. Emily tidak ingin aku yang membuatkan gaun untuknya."

"Why?"

"Dia menilaiku masih amatir."

"Memang kau amatir," kata Ariana jujur.

"Ya benar!" Lizzy tertawa demi menutupi kesedihannya karena dikatai, tapi itulah kenyataan. Sebagai orang yang belum punya pengalaman, Lizzy harus menerima bila dirinya diremehkan. "Aku ingin kau melihat ini," dia merogoh saku celananya dan memperlihatkan foto-foto desain gaun pesta yang rencananya akan dia tawarkan ke Emily.

Ariana memperhatikan gambar Lizzy dengan seksama. Dia sangat detail dalam menilai suatu rancangan. Dari wajahnya, wanita berambut panjang itu nampak senang dengan senyuman lebar dari telinga ke telinga. "Ini sangat bagus, Lizzy!" serunya. "Aku suka yang ini. Sangat klasik," dia menunjukkan satu foto desain gaun buatan Lizzy yang bertema Victoria namun bagian bawahnya tidak terlalu mekar. Cocok dipakai seorang calon duchess.

"Ya, aku juga suka yang itu," kata Lizzy. Tetapi setelah dipikir lagi, Emily tidak akan memakai gaun rancangannya dan hal itu membuat Lizzy lesu.

Ariana menyadari kekecewaan asistennya. "Menurutku, kau punya potensi, Lizzy. Hubungi Gerald untuk menanyakan kelanjutan permintaannya!" perintahnya.

"Baik," sahut Lizzy. Wanita muda itu kurang yakin Gerald akan tetap memesan gaun padanya karena dialah penyebab Gerald tertangkap basah oleh Emily. Namun, Lizzy tidak akan tahu jawaban Gerald kalau tidak bertanya. Mau tak mau dia keluar dari ruangan Ariana menuju meja kerjanya untuk menelepon Gerald.

🍓🍓🍓🍓🍓

To be continued

011223

The Duke And ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang