Pagi-pagi sekali Lizzy sudah bangun. Wanita berambut hitam panjang itu tak ingin terlambat karena telah berjanji akan mengantar Gerald ke bandara. Tadi malam dia memantapkan hati untuk melepas Gerald Spencer, bangsawan tampan bergelar Duke yang beberapa hari terakhir ini hadir dalam pikiran hingga mimpi-mimpinya.
Jika saja Gerald bukan calon suami orang, Lizzy masih memiliki kesempatan untuk bersamanya. Dia mengerti Gerald tidak mungkin meninggalkan Emily. Pria itu sangat profesional terhadap jabatan serta jati dirinya. Seandainya berpacaran dengan Gerald pun, Lizzy tidak bakal menjadi seorang Duchess karena Gerald tidak akan menikahinya. Jodoh Gerald sudah ditentukan, dan orangnya bukanlah Elizabeth Scott.
Dengan pemahaman tersebut, Lizzy harus berani mengambil keputusan bijak agar tidak mengganggu dan mengacaukan takdir Gerald. Karena itulah dia memilih mundur walaupun sangat menginginkan pria itu.
Ingatan tentang Gerald kembali muncul di kepalanya, namun segera ditepiskan. "Sadarlah, Lizzy. Kau tidak sepadan dengannya," gumamnya sendirian di depan cermin.
Suara ketukan pada pintu unit apartemennya membuat Lizzy melirik jam dinding. Sudah waktunya dia berangkat. Stephen, bodyguard Gerald, pasti sudah berada di depan pintu dengan memasang ekspresi datarnya.
Lizzy mengambil barang-barangnya, lalu membuka pintu. Yang dilihatnya bukanlah Stephen, melainkan Gerald sendiri. "Good morning, Sir," sapanya, tak ingin terlihat terkejut.
Gerald mengenakan kemeja hitam, dipadukan dengan setelan blazer berwarna khaki. Senyumannya cemerlang, secerah matahari, menampilkan lesung pipi yang selalu membuat para wanita terpesona. "Good morning, Lizzy. You ready?"
"I'm ready, Sir."
"Let's go," ajaknya.
Lizzy tak lupa mengenakan sabuk pengaman agar tak ada lagi kejadian seperti kemarin pagi saat Gerald memasangkannya. Wanita muda itu bertekad menghindari hal-hal demikian dengan Gerald. Memang tak mudah baginya untuk melakukan hal tersebut jika bangsawan tampan itu terlihat sangat menggoda.
Wajah rupawan sekaligus penampilan rapi menambah kadar ketampanan Gerald Spencer berkali-kali lipat. Selain itu, gayanya yang natural namun berkelas memang selalu melekat padanya yang merupakan keturunan darah biru.
"Aku sudah menyelesaikan urusan dengan media. Mereka setuju untuk menarik video jahanam itu dan berjanji tidak akan menayangkan maupun memberitakan masalah itu lagi," kata Gerald. "Kau tak perlu tahu bagaimana caranya. Yang penting semua beres."
Lizzy mengangguk, lalu tersenyum lega. "Terima kasih, Sir," ucapnya. Dengan begini, dia tidak perlu khawatir kalau-kalau ibundanya akan mengetahui berita miring tentang dirinya dari manapun.
Keheningan terjadi di dalam mobil yang mereka tumpangi. Masing-masing merasa canggung dalam menentukan sikap dan perkataan. Terkadang mereka ingin bilang sesuatu, tetapi diurungkan lagi, takut akan menyinggung atau memancing lawan bicaranya.
Mobil Gerald masuk ke area parkir keberangkatan. Dia mengambil tiket masuk dan meletakkannya di atas dashboard. "Jangan mencemaskan bagaimana kau akan ke kantor nanti karena aku sudah menyuruh Stephen untuk menghubungimu. Dia yang akan mengantarmu," ujarnya merujuk pada bodyguard setianya.
"Baik, Sir."
"Jika ada kendala tentang pesanan Emily dan aku, jangan segan untuk menelepon salah satu dari kami."
"Pasti, Sir. Aku tidak mau seenaknya menentukan sendiri pesanan customer."
Gerald memarkir mobilnya di spot kosong di barisan belakang. "Mudah-mudahan semuanya berjalan lancar bagimu," katanya setelah menarik rem tangan. Pria tampan itu menatap Lizzy.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duke And I
RomanceLizzy Scott diterima bekerja di perusahaan fashion yang diidamkannya selama masa kuliah. Sebagai asisten pribadi Ariana Langdon, desainer pakaian terkenal dunia, dia sangat senang bekerja di bawah Ariana langsung karena bisa belajar lebih banyak men...