Lizzy lupa menekan tombol 10 pada panel lift. Dan sekarang dia memaki dirinya sendiri. Lizzy bodoh, Lizzy pikun, dan sebagainya.
Tatapan Gerald beralih ke bibir Lizzy yang berwarna coral, cocok dengan warna kulit putih Lizzy. Tak sadar, irama jantungnya juga bertambah cepat. Beberapa hari ini Lizzy memang menarik perhatiannya. Selain cantik, menurutnya Lizzy juga terlihat sederhana namun profesional.
Gerald tahu usaha Lizzy untuk selalu sopan terhadapnya. Pria itu dapat melihatnya dengan jelas. Baginya, sikap seperti itu sangat lucu dan menggemaskan, membuatnya ingin terus menggoda Lizzy.
Dulu Gerald memang suka berganti teman wanita. Dia senang memanfaatkan jati dirinya yang berdarah biru untuk menggaet perempuan. Dipikirnya, perempuan mana yang tidak merasa sebagai putri dalam dongeng bila disukai oleh seorang bangsawan. Setelah Si Wanita takluk, Gerald selalu meninggalkannya tanpa kabar apapun.
Kejadian itu terus berulang sampai akhirnya orangtuanya menjodohkan dia dengan Emily Foster, Sang Supermodel yang merupakan putri tunggal seorang Marquess.
Gerald dan Emily sepakat dengan syarat tidak harus menikah buru-buru. Gerald belum ingin berkomitmen dan Emily masih ingin meniti karir di bidang modeling.
Mereka tidak malu memamerkan kemesraan di depan publik dengan alasan toh akhirnya mereka akan menikah. Para paparazi sering mengabadikan momen-momen kebersamaan mereka.
Gerald dan Emily sadar bahwa mereka harus bersikap layaknya sepasang kekasih. Gerald memerankan karakternya dengan baik, tetapi sebaliknya, Emily terbawa perasaannya sendiri karena sikap baik yang ditunjukkan oleh calon suaminya. Karena itulah dia sering menuntut agar Gerald menganggapnya lebih istimewa daripada wanita lainnya. Dia bahkan tak segan-segan untuk mengancam bila ada orang yang mencoba mendekati Gerald.
Contohnya Lizzy.
Wanita muda yang baru lulus kuliah itu segera menekan angka 10 pada panel lift. Dia tidak mempedulikan kekehan Gerald yang terdengar renyah di telinganya. Mukanya sudah telanjur tebal sejak menginjakkan kaki di Atrio. Sudah ditraktir sarapan, diantar sampai ke kantor, sekarang ditemani juga. Dapat dipastikan Elizabeth Scott merasa spesial sekaligus malu secara bersamaan.
Lift membawa dirinya dan Gerald dalam kesunyian hingga terdengar bunyi "ting", pertanda mereka telah sampai di lantai yang dituju.
"Silakan, Sir," kata Lizzy yang masih saja berusaha sopan dengan mempersilakan pelanggan pertamanya untuk keluar terlebih dahulu.
"Kau duluan," balas Gerald, tak mau kalah sopan. "Ladies first." Pria tampan itu tersenyum, menampilkan lesung pipi sejuta Euro-nya.
Mau tak mau Lizzy melangkah keluar, diikuti oleh Gerald yang masih saja senyum-senyum sendiri. Entah apa yang dipikirkan oleh bangsawan jahil itu.
Lizzy berjalan cepat menuju kantor Ariana setelah meletakkan barang-barang di mejanya sendiri. Dia tak peduli bila Gerald tertinggal di belakang. Ketukan pelan dihasilkannya dengan penuh rasa bersalah.
"Masuk," kata Ariana yang telah berdiri di depan mejanya. Dia terlihat sangat cantik dengan rambut bergelombang yang tergerai natural. Dress yang dikenakannya melambai mengikuti gerakan tubuhnya ketika berjalan menghampiri Lizzy. "How do I look?" tanyanya. Wanita anggun itu hampir saja memutar tubuh saat kedua matanya menangkap sosok Gerald Spencer di belakang Lizzy.
"Perfect," puji Gerald tulus karena Ariana Langdon memang sangat memesona. Wajar bagi desainer kelas dunia jika dapat menunjukkan karakternya sendiri pada penampilannya.
"Thank you, Sir," ucap Ariana. "Apa yang membuat Anda datang ke kantor ini, Sir? Apakah ada kesulitan mengenai desain-desain Lizzy?"
"Tidak sama sekali, Ariana. Aku hanya menemani Lizzy bekerja," jawab Gerald jujur dan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duke And I
RomanceLizzy Scott diterima bekerja di perusahaan fashion yang diidamkannya selama masa kuliah. Sebagai asisten pribadi Ariana Langdon, desainer pakaian terkenal dunia, dia sangat senang bekerja di bawah Ariana langsung karena bisa belajar lebih banyak men...