14장

12 8 0
                                    

☆ ㅤ     ❏ ㅤ    ⎙         ⌲
ᵛᵒᵗᵉ    ᶜᵒᵐᵐᵉⁿᵗ   ˢᵃᵛᵉ     ˢʰᵃʳᵉ

     "Kenapa kau tidak ke kantin?" tanya Muti ikut duduk bersama Seung Eon menatap lapangan yang sepi.

"Aku tidak lapar" jawabnya singkat.

"Wae geurae? kau terlihat murung, ini tidak seperti dirimu" kata Muti menatap nya dari samping dengan heran. Seung Eon menghela nafas panjang.

"Muti-ya, apa aku harus menyerah saja? Sepertinya menjadi idol, hanya sebatas mimpi ku saja"

"Kau ini bicara apa? Kenapa mendadak seperti ini?"

"Tidak ada yang berjalan lancar, meski aku sudah aktif di dunia maya. Bahkan Brian-hyung bisa saja meninggalkan agensi seperti yang lainnya" Muti terdiam beberapa saat mendengar hal itu.

"Aku tidak mengerti cara menjadi idol, tapi kenapa kau harus menyerah? Itukan impian mu, kau masih mampu dan wujudkan lah!"

"Untuk apa? Semua yang ku lakukan selalu gagal!"

"Gwaenchanh-a. Kau hanya perlu berusaha sedikit lagi, saat kau merasa semua nya berakhir kau akan menemukan titik terangnya."

Seung Eon menghela nafas dan menundukan kepalanya, tidak lagi berkata-kata hanya keheningan menyelimuti keduanya. Muti menepuk punggungnya memberikan ketenangan pada sahabatnya kini.

"Gwaenchanayo, aku selalu mendukung mu. Aku juga sangat ingin melihat mu tersenyum ceria di atas panggung" tutur Muti mencoba menghibur nya.

"Gomawo" sahut Seung Eon tanpa mengangkat wajahnya. Muti tersenyum tipis dan mengangguk-angguk.

Dari kejauhan, Sung Woon menatap keduanya dan menghela nafas. Tatapan yang bisa artikan oleh semua orang saat dirinya melihat mereka berdua.

✦✦✦

    Ji Chang Min berjalan keluar dari ruang guru, Kim Muti yang selesai keluar dari perpustakaan bersama Seung Eon melihatnya. Langsung saja, kedua remaja itu menghampirinya.

"Chang Min-ah!" seru Muti melambaikan tangannya. Chang Min menoleh dan tersenyum ramah.

"Apa yang kau lakukan disini? Kenapa gak masuk kelas?" tanya Muti dengan penasaran.

"Aku pindah sekolah" jawab nya dengan enteng.

"Mwo? Hari ini? Kemana? Kenapa mendadak pindah?" tanya Muti bertubi-tubi.

"Ya!" tegur Seung Eon membuatnya merapatkan bibir. Chang Min tersenyum mendengar semua pertanyaan itu.

"Aku akan mulai tinggal di Busan. Baik-baik ya kalian disini" jawab Chang Min.

"Kalau kau tidak ada, siapa yang akan mengoreksi tulisan ku?" tanya Muti terdengar sendu.

"Ingat saja pelajaran yang ku berikan. Jangan sampai malas membahas ulang materinya" tutur Chang Min, tampak tulus.

"Apa kita tidak akan bertemu lagi?"

"Muti-ya, kita hanya akan berbeda kota. Suatu hari, kita bisa bertemu kembali. Geokjeongma" (Jangan khawatir)

"Kenapa tidak tinggal disini saja? Kau bisa-"

"Hiraukan saja, semoga perjalanan mu menyenangkan" potong Seung Eon membuat Muti menatapnya kesal, Chang Min mengangguk dengan tersenyum.

"Na meonjeo galge" (aku harus pergi duluan) kata Chang Min melambaikan tangannya.

"Geurae Chang Min-ah, ittaboja!" sahut Muti tersenyum manis dan melambaikan tangannya. Seung Eon menepuk pundak Chang Min dengan mengangguk.

Perlahan Chang Min berjalan menjauh meninggalkan koridor sekolah, keduanya memandangi sampai ia hilang dari pandangannya.

✦✦✦

   Di hari berikutnya, Muti menatap dua bangku yang kosong. Bangku Chang Min, dan Sung Woon. Ia tahu jika Chang Min memang tidak akan datang kembali ke kelas ini.

Namun, untuk Sung Woon? Kemana laki-laki itu pergi?

"Ada yang tahu kemana Park Sung Woon?" tanya Pak guru membuat para murid saling pandang.

"Kim Muti adalah pacar nya Saem!" sahut seseorang membuat mereka tertawa.

"Jangan ribut!" sahut Pak guru. "Kim Muti, kau tahu dia kemana? dapat kabar dari Park Sung Woon?" tanya Pak guru menatap gadis cantik itu.

"A-aniyo, opsoyo" jawab nya dengan sopan.

"Baiklah, beritahu saya jika tahu sesuatu, kelas selanjutnya pelajaran olahraga kan? Segera bersiap berganti pakaian"

"Ne saem!, kamsahamnida!~~"

Para murid segera menjalankan aktifitas selanjutnya, Muti tampak tak bersemangat. Seung Eon menatap dengan menghela nafas.

"Kau khawatir pada Sung Woon?" tanya Seung Eon membuatnya menoleh.

"Entahlah, rasanya aneh jika ia tidak masuk sekolah" jawab Muti menatap lapangan.

"Kau benar-benar menyukai nya?"

"Ya! A-aniyo!" Seung Eon tersenyum singkat melihat reaksi itu.

"Kenapa aku suka sama dia? Jangan asal menyimpulkan" sahut Muti dengan yakin. Seung Eon menghela nafas menatapnya.

"Temuilah dia di rumah nya. Nanti ku beritahu alamatnya" kata Seung Eon dan memantulkan bola basket ke lantai lalu mengopernya pada Young Jin.

"Ya! Bukan seperti itu maksud ku!" seru Muti tetap menyangkal. Seung Eon tidak menjawab, ia hanya tersenyum dan mengangkat tangannya.

Muti hanya bisa menghela nafas panjang.

✦✦✦

     Sepulang sekolah, Muti pergi mencari alamat rumah Park Sung Woon. Berharap ia bisa menemukan laki-laki itu, setidaknya untuk melihat keadaan nya baik-baik saja atau tidak.

Pasalnya, aneh sekali seorang ketua organisasi intra sekolah tidak masuk tanpa keterangan yang jelas.

Ia berjalan memasuki gang yang lebarnya dua depa. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri mencari nomor rumah Park Sung Woon. Di setiap deretan perumahan yang ia lihat, rumah laki-laki itu belum ia temukan.

Terdengar pecahan benda di ujung jalan, pintu pagar hijau terbuka lebar. Seorang pria yang sempoyongan berjalan keluar dari pekarangan rumah. Sepertinya pria itu tengah mabuk, tampak kusut dan lelah.

Muti bersembunyi di balik tembok sampai pria mabuk itu benar-benar menjauh. Ia segera berlari melihat ke dalam, terlihat Sung Woon memegangi perutnya yang berdarah. Tampak botol kaca yang telah pecah dan di ujung pecahannya bernoda darah.

Sung Woon menoleh menatap Muti dengan wajah pucat kesakitan. Muti segera berlari menghampirinya, ia tampak gugup dan bergetar saat melihat darah.

"Su-sung Woon-ah....wae geurae?..." tanya Muti gelagapan, ia terkesima melihat banyak darah yang keluar dari perutnya.

"Apa... yang kau lakukan disini?" tanya Sung Woon di sela-sela menahan sakitnya.

"Nanti ku ceritakan...jangan banyak bergerak" jawab Muti. Ia segera membuka ponselnya dengan tangan bergetar, lalu menelepon ambulans.

Untuk beberapa menit menunggu, Muti tidak bisa menatap darah yang banyak itu. Ia menunggu dengan cemas, pandangan Sung Woon sudah mulai pudar.

"Sung Woon-ah, andwae...kau harus bertahan. Tetaplah terjaga" ucap Muti dengan gemetar meraba keningnya yang panas.

Di tengah kegemparan, akhirnya mobil ambulans datang. Sung Woon di bawa oleh staf nya memasuki mobil. Sedangkan Muti di bawa oleh mobil polisi untuk di interogasi, ia hanya bisa menatap kepergian Sung Woon dengan cemas.

Mobil polisi dan ambulans keluar dari gang dan menuju arah yang berbeda. Muti terdiam dengan cemas meremas ujung roknya di dalam mobil.

Setelah sampai, ia di bawa masuk ke dalam kantor polisi dan mulai di interogasi. Muti menjawab sesuai faktanya dan apa yang telah ia lihat serta ia saksikan.

✫✫✫

Langit Yang Sama || 같은 하늘 ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang