22장

8 4 1
                                    

☆ ㅤ     ❏ ㅤ    ⎙         ⌲
ᵛᵒᵗᵉ    ᶜᵒᵐᵐᵉⁿᵗ   ˢᵃᵛᵉ     ˢʰᵃʳᵉ

        Park Sung Woon menatap Kim Muti yang tampak menghindari tatapannya, gadis itu melirik Sung Woon yang masih menatap dengan intens membuatnya segera mengalihkan pandangan kembali.

"Eoje eodi gasseoss-eo?" (Kemarin kau pergi kemana?) tanya Sung Woon, gadis di hadapannya tampak cengengesan merasa bersalah.

"Eoje ileohge..." (Begini, kemarin...) jawab Muti dan tidak tahu harus melanjutkan apa.

"Kau membolos bukan? Kau pergi dengan siapa? Kenapa tidak memberitahuku?" tanya Sung Woon menghela nafas panjang.

"Mian...aku tahu kemarin aku bertingkah bodoh, tapi aku tidak punya pilihan. Aku butuh waktu sendiri,"

"Lalu kenapa tidak memberitahuku?"

"Ij-eossda!" (Lupa!)

"Kau lupa kepadaku? Apa yang kau ingat hanya idola mu? Yoo Seung Eon?" Kim Muti menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan menghela nafas gusar.

"Bukan begitu, maksudku..."

"Gwenchana, tak perlu di jelaskan. Aku mengerti," Sung Woon menumpu kedua tangannya di pembatas rootrof dan menatap lepas ke depan.

"Sung Woon-ah, nahante hwanaeji ma. Heum?" (Sung Woon , jangan marah padaku. Hhm?) tanya Muti mengguncang bahunya.

"Geuleon tteus-eun anieossneunde gongbudo jigyeobgo sueobdo simsimhae," (Aku tidak bermaksud seperti itu, tapi aku lelah belajar dan kelas membosankan.) lanjutnya.

"Tak apa, lagi pula aku memang tak sepenting itu bukan?" tanya Sung Woon menoleh padanya. Muti menghela nafas dan menggeleng.

"Kau penting di hidupku," jawab Muti penuh keyakinan. "Aku hanya bingung, Seung Eon menyukaiku. Aku tidak ingin merusak persahabatan yang sudah terjalin erat seperti sebuah keluarga. Lagipula ia telah mencapai mimpinya menjadi seorang idol, aku juga telah bersama mu. Aku marah dan tidak tahu harus melakukan apa,"

Sung woon terdiam mendengar penuturannya, Muti menundukkan kepala menatap ujung sepatu dan bahunya sedikit merosot, hilang semangat.

"Dia sangat penting untukku, juga aku untukya. Keluarga ku, dan keluarga nya. Kami hidup rukun dan saling menjaga, aku menganggapnya sebagai kakak laki-laki ku. Tapi, ia berusaha menjadi idol karena aku menyukai idol sejak dulu,"

"Aku menyuruhnya menjadi idol, karena suaranya merdu dan enak di dengar. Dia tidak percayadiri dengan bakatnya, aku memberinya banyak dukungan dan ingin dunia mengetahui bahwa bakatnya tidak sia-sia. Hatiku sakit saat dia bilang menyukaiku, dalam artian lain."

Gadis itu berjongkok dan menumpu kedua tangannya di atas lutut lalu menangis membenamkan wajahnya, Sung woon kini mengerti apa yang terjadi dengan Muti dan mengapa ia butub waktu sendiri. Selama ini, ia sudah salah paham terhadapnya.

"ije eotteohge haeya hanayo? na jeongmal nappeun chinguji?" (Apa yang harus saya lakukan sekarang? Apakah aku benar-benar teman yang buruk?) tanya Kim Muti di sela-sela tangisannya.

"Sanghwang-eul mollaseo mianhae, gwaenchanh-a ne jalmos-eun aniya." (Aku minta maaf karena tidak tahu situasinya, tidak apa-apa ini bukan salah mu.) Sung woon ikut berjongkok dan menepuk-nepuk pundak nya mencoba menghibur Kim Muti.

Dari balik dinding, Yoo Seung Eon menyimak banyak percakapan mereka. Ia menghela nafas dan menundukkan kepalanya.

✦✦✦

     Sore hari selepas pulang sekolah, Seung Eon menunggu Muti di fly over. Langkah Muti terhenti melihat Seung Eon, ia berjalan menghampiri dan menatap nya.

Seung Eon mengisyaratkan untuk mengikutinya, kedua remaja itu berjalan ke dekat taman. Muti menunggu di ayunan, sedangkan Seung Eon membeli dua eskrim dan bergabung bersama Muti di kursi ayunan yang panjang.

"Ini tempat main favorit kita waktu kecil, semuanya masih sama." ucap Seung Eon sembari melihat keadaan sekitar. Muti tidak menjawab dan menikmati eskrim nya saja.

"Mianhae," kata Seung Eon membuat nya menoleh. "Aku tidak tahu perasaan mu, situasi mu, dan bahkan aku egois dengan keinginan ku."

"Aku mendengarnya, kau dan Sung woon di atap." lanjut nya membuat Muti menelan saliva karena tidak tahu harus berkata apa lagi.

"Terimakasih karena mempedulikan ku, menganggap diriku jauh lebih istimewa. Harusnya aku menyadari itu sejak awal, bukankah kita sudah berbaikan kemarin?"

"Eung..algess-eo," (iya...aku ngerti,) ucap Muti.

"Kalau begitu mengapa kau menangis di depan Sung woon? Kau tahu ingusmu meler kemana-mana," Muti mengerjap mendengar penuturan Seung Eon yang membuatnya terkejut.

"Benarkah?! Apa Sung woon bakalan ilfil?" tanya Muti tampak panik. Seung Eon tertawa lepas melihat reaksinya seperti yang ia harapnya.

"Geuleon nongdamhaji maseyo. nae mogsum-i witaelowoyo!" (Jangan bercanda seperti itu. Hidupku di pertaruhkan!) sahut Muti mendorong eskrim milik Seung Eon ke mulutnya membuat laki-laki itu tersedak.

"Arraseo nongdam-iya, nongdam! Ais!" (Oke, aku bercanda, bercanda! Ish!)

"Auh! jjajeung naneun!" (Uh! Menjengkelkan!) Kim Muti menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Seung Eon yang masih saja tertawa puas.

✦✦✦

Paginya di sekolah,

     "Yaa! josimhaji anh-eumyeon siheom-eul bol su eobs-eoyo!" (Heh, kalau tidak memperhatikan, kamu tidak akan bisa mengikuti ulangan!) seru Sung woon menatap Muti yang bermalas-malasan saat belajar bersamanya di perpustakaan.

"Alayo, neo mueos-eul galeuchigo issneunji ihaega andwaeyo!" (Aku tahu, aku tidak mengerti apa yang kamu ajarkan!) sahut Muti menatapnya kesal.

"Oke, kita mulai dari awal. Pertahtikan," kata Sung woon membuat Muti mengangguk.

"C2= a² + b², yeogiseo c neun bisbyeon-ui gil-iigo, a wa b neun du jjalb-eun byeon-ui gil-iibnida...." (C2= a² + b², disini c adalah panjang sisi miring, a dan b adalah panjang kedua sisi pendeknya....)

Para murid sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Sekolah. Mereka di berikan beberapa jam kosong untuk belajar mandiri, hasil dari belajar mandiri akan di bahas di kelas berikutnya dan mereka mengerjakan tes ulangan untuk mempersiapkan diri sebelum ujian di mulai pada Minggu depan.

Didalam kelas yang tampak lenggang, Young Jin dan Seung Eon pun tampak tengah belajar. Mereka mengesampingkan latihan futsal dan bergulat dengan rumus-rumus dan kalimat-kalimat yang panjang.

"Ya, Seung Eon-ah, i jilmun-e eotteohge daedabhasinayo?" (Hei, Seung Eon-ah, gimana cara menjawab pertanyaan ini?) tanya Young Jin.

"Nado mollayo," (Akupun tidak tahu,) jawab Seung Eon dengan mimik wajah polos.

"Aish, tamatlah riwayat kita." kata Young Jin menghela nafas panjang.

"Aku sedang berusaha," ucap Seung Eon tidak menyerah untuk menemukan jawaban nya, ia ingin mendapat nilai yang sempurna. Selagi tidak banyak latihan di studio ia ingin memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.

✫✫✫

Langit Yang Sama || 같은 하늘 ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang