SBAM. BAB 9

26.4K 1.5K 17
                                    

Votment nya jgn lupa.. 😅

Happy reading

Kelaya bersimpuh dihadapan Silvia, bisa ia lihat jika Silvia benar benar marah. Matanya berkilat tajam, rahang mengeras dan nafas yang terengah engah.

"A-aku mohon, Michelle. jangan ibuku.. Walaupun dia bukan ibu yang baik, tapi dia tetap ibuku." kelaya berucap dengan lirih, ia menatap permohonan kepada Silvia yang sama sekali tak menatapnya.

"Tidak! Mungkin saja jika kita bukanlah anaknya. Habisi saja dia!" Keyla menyanggah, ia menatap tajam kelaya.

"Diam! Ak-"

Drrt drrt drrt

Ucapan Silvia terpotong karena dering ponsel seseorang, ia mengalihkan pandangannya pada si pemilik ponsel dan menatapnya tajam.

"Hehe, ma-maaf tapi ada telepon untuk mu."Jenifer berjalan dengan perlahan kearah Silvia untuk memberikan ponselnya.

Silvia menerima ponsel Jenifer, ia langsung mendekatkan ponsel itu ke telinganya.

"...."

"Hm? "

"...."

"Aku akan segera kesana"

Tut

Silvia mematikan teleponnya dan menatap Jenifer, ia melempar ponselnya dan langsung diterima oleh Jenifer yang menggeritu sebal.

"Bereskan semuanya." Silvia berucap tanpa menatap Jenifer, ia kembali menatap keyla dengan tajam.

Silvia melepaskan tangannya dari rambut Keyla dan menghempaskannya ke lantai, membuat Kepala Keyla kembali terbentur ke dinding.

Dugh

"Kau selamat dariku kali ini." Setelah mengucapkan itu, Silvia berlalu pergi dari situ meninggalkan keadaan tegang antara Ravindra, Jenifer, kelaya dan Keyla yang saling menatap tajam.

"Huft" Jenifer menghela nafas lega ia menatap Ravindra dan mengkodenya untuk membawa Keyla sedangkan dirinya akan membantu kelaya.

***

Silvia keluar dari taksi setelah membayarnya, aku menatap rumah sakit di depannya sejenak dan langsung masuk.

Aku berjalan sambil mencari Ruangan Albian, Willona tapi menelepon nya dan memintanya untuk segera datang.

Tak membutuhkan waktu lama, Silvia akhirnya menemukan Ruangan Bian. Ia langsung saja masuk, disana bisa ia lihat jika Bian tengah menangis dengan Willona yang berusaha menenangkannya.

Silvia mengambil langkah besar untuk segera sampai dihadapan Bian. menyadari kedatangan Silvia, Bian menoleh dan langsung mengangkat tangannya meminta digendong. Matanya bengkak, hidung memerah dan bibir yang melengkung kebawah. Sangat menggemaskan!

"Ndaa~ hiks ke-kepala ian sakit hiks" Silvia mengambil Bian dan menggendongnya, Bian menyandarkan kepalanya di dada Silvia.

Silvia menimang nimang Bian ke kanan dan kiri untuk menidurkan nya, Silvia juga menepuk-nepuk pundak Bian pelan.

"Hiks, ian mau menangis hiks tapi bibil ian pelih hiks ndaa" Bian kembali meracau ia menduselkan kepalanya di dada Silvia sedangkan Silvia mengusap kepala Bian lembut.

"Jangan nangis dong kalo gitu, sini bilang sama bunda mana aja yang sakit, hm?" Bian mendongakkan kepalanya, ia menatap Silvia dengan mata yang sembab dan membengkak.

"Hiks, pipi ian juga cakit ndaa.. Olang tadi nampal ian disini hiks ian takut ndaa" Bian memeluk erat leher Silvia dan kembali menangis, aku pun mengelus punggungnya lembut berusaha untuk menenangkannya.

"Maafin bunda, ya? Lagi-lagi, gara-gara bunda ian jadi terluka. Maafin kecerobohan bunda.. Ian mau kan maafin bunda? " Silvia berujar lirih, matanya bekaca kaca. Perasaannya bercampur aduk antara sedih dan marah, ia merasa marah kepada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Bian dengan benar.

"Bunda nggak pellu minta maaf, bukan salah bunda kok. nda jangan nangis, nanti ian juga sedih hiks"

Willona menatap pemandangan didepannya dengan jengah, oh ayolah ia masih ada disini.

"Aku pulang dulu, suamiku pasti sudah menungguku." willona berseru, Silvia mengalihkan fokusnya pada Willona dan mengangguk kecil.

"Terimakasih dan maaf karena sudah mengganggu waktu mu." balas Silvia, Willona mengangguk kecil dan tersenyum tulus.

"Santai aja, kayak sama siapa aja." setelah mengucapkan itu, Willona langsung pergi dari ruangan Bian meninggalkan Silvia dan Bian didalam.

"Dia gak minta penjelasan, yaudah seingat dia aja." Silvia membatin dengan mata yang menatap punggung Willona yang keluar dari ruang rawat Bian.

"Ian istirahat dulu ya? Tadi katanya sakit." ucap Silvia, Bian mengangguk mengiyakan.

"Tapi Ian mau pulang, Ian gak mau di lumah sakit. Tadi juga ada om doktel yang mau suntik Ian ndaa~" Bian merengek, Sedangkan Silvia terkekeh geli, ia mengangguk kecil.

"Baiklah, apapun untuk putra kecil bunda"

***

Malam hari tiba, Teressa berdiri dihadapan cermin dengan tubuh yang bergetar.

"Di-dia pasti bukan Mi-michelle.. Tidak mungkin"

Prang

Teressa meninju cermin di hadapannya hingga pecah berkeping keping, tak memperdulikan tangannya yang berdarah, ia berjongkok sambil meremas rambutnya kuat.

Ingatan-ingatan masalalunya kembali datang, ingatan saat keluarganya dibunuh, Ingatan dimana ia yang disiksa dan dikurung di ruangan gelap.

Telinganya berdengung dengan suara suara rintihan dan teriakan keluarganya yang dibunuh dengan keji.

Tubuhnya bergetar hebat, tangannya meremas kuat kepalanya sendiri.

"Arrrghh, berhentii! Berisik, kubilang berhenti!" Teressa berteriak frustasi, ia memukul mukul telinganya dengan brutal.

"Sialan, berisikk!" Teressa terus memukul mukul kepalanya hingga beberapa saat kemudian suara-suara itu mulai menghilang.

Nafas Teressa tidak beraturan, matanya memerah dan tubuhnya yang masih sedikit bergetar.

Ia berdiri dan berjalan menghampiri kasur, ia merebahkan tubuhnya mencoba rileks. Mengatur nafas dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.

Baru saja Teressa akan menyelami alam mimpi nya, tiba tiba saja kejadian tadi siang terlintas di kepalanya.

Suaranya kembali terdengar di kepala teressa.

"Aku? Aku adalah sepupumu, Esa? "

"Sebegitu takutnya kah kamu, Kepadaku? "

"Kau ternyata masih mengingat ku, ya? "

"Ah, aku lupa membawa belatiku. Bagaimana jika kita bermainnya nanti saja?"

"Ssstt, malam ini, Tunggu aku."

"Malam ini."

"Malam ini.."

"Malam ini..."

Tubuh teressa kembali bergetar, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar.

"Tidak, dia tidak tahu dimana aku tinggal" Teressa membatin ia mencengkram selimut dengan kuat, berusaha menenangkan diri.

Klek

"Kau menungguku? "

Deg

Bersambung

Mlkchz
150823

Suddenly Became A Mother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang