Terdapat adegan kekerasan di bab ini, jadi yang gak tahan sama kekerasan bisa skip aja!
∘∘∘∘∘∘
"Aku tahu, tentu saja." Silvia melipat tangannya di dada. Ia menatap Teressa yang terduduk di bawahnya. Teressa mendongak untuk menatap Silvia yang berdiri, ia bersmirk.
"Padahal aku sudah membayar pembunuh bayaran itu dengan harga tinggi, ternyata kau tidak dapat diragukan lagi." Teressa hendak bangkit, namun Silvia menginjak paha Teressa hingga membuat Teressa mengernyit merasa sakit.
"Kau benar benar berubah, dan Aku tak menyukai ini" Silvia berujar mengungkapkan apa yang ada di pikirannya. Ia semakin menekan kakinya yang menginjak paha Teressa.
"Brengsek, jauhkan kaki kotormu itu dari pahaku!" Ia berteriak dengan dahi yang mengernyit karena kesakitan.
"Nikmatilah!" Silvia memusatkan tenaganya di kakinya itu, Teressa mencengkram kaki Silvia dan mencakarnya.
"Kau berusaha menyimpan DNA ku di kukumu?" Kaki sebelah Silvia terangkat, ia menendang kepala Teressa hingga terbentur ke dinding. Telinga Teresa berdengung hebat, cairan merah mulai keluar dari telinga nya.
Silvia mengangkat dagu Teressa agar mendonggak dengan kakinya yang tadi menginjak paha Teressa. "Lihat? Kau bahkan tidak benar benar berubah." Silvia meletakkan kakinya di pundak Teressa, ia menekan kakinya membuat tubuh Teressa harus terbungkuk karenanya.
Krekk!
"Aargh!" Tulang belakang Teressa patah, menimbulkan bunyi yang nyaring di malam yang sunyi itu.
"Ya, begitu. Berteriaklah! memohonlah, Teressa." Silvia menjauhkan kakinya dari pundak Teressa. Teressa sudah menangis, kemana perginya seringaian nya tadi?
Silvia menjambak rambut Teressa dengan tangannya yang terbungkus sarung tangan. "Seharusnya aku langsung membunuhmu saja waktu itu." Silvia menyeret tubuh Teressa dengan menjambaknya. Ia membanting tubuh Teressa dengan kasar ke kamar mandi.
Silvia mengambil sebotol Shampoo milik Teressa, Silvia kembali menjambak rambut Teressa membuat kepala Teressa menengadah dengan mata yang terbelalak karena sakit di kulit kepalanya.
"Ya, begitu." Silvia menumpahkan semua isi Shampoo itu ke mata Teressa yang masih terbelalak.
"Aaakhh! Tidak, matakuu!" Teressa berteriak karena merasakan perih di matanya. Shampoo itu menetes ke lantai, Teressa mulai memberontak membuat Silvia kesal.
"Diam!" Silvia membentak dengan nada rendah, ia menginjak tangan Teressa yang berusaha menggapainya.
Silvia mengambil belatinya dan menyayat wajah Teressa dari dahi menurun ke hidung hingga dagu dan kembali menyayat dahi Teressa hingga membentuk tanda salib.
"Aakhh h-hentikan!" Teressa berteriak karena merasakan dinginya belati yang menyentuh permukaan wajah nya. Apalagi rasanya lebih perih karena Shampoo yang meluber di wajahnya.
Bibir Teressa terbelah, Silvia tersenyum melihat Teressa yang terus berusaha memberontak namun tak bisa karena selain tulang belakangnya yang patah, pahanya juga sakit, dan tangannya yang diinjak oleh Silvia.
"K-kau! Ibflis!" Kata kata Teressa tak jelas karena bibirnya yang terbelah. Silvia terkekeh mendengar ujaran Teressa.
"Aku benar benar tersanjung" setelah mengatakan itu, Silvia berjongkok. Ia melepaskan jambakannya, ia memegang tangan Teressa yang remuk karena ia injak.
"Sepertinya Aku akan mengambil ini, bolehkah?" Tanpa menunggu jawaban, Silvia mencungkil kuku milik Teressa. Teressa tadi sempat mencakarnya, itu akan bahaya jika polisi menemukan DNA miliknya di kuku milik Teressa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Became A Mother [END]
FantasyNamaku Michelle Davies, umurku 28 tahun dan Aku masih melajang. Aku ingat, sangat ingat sebelum Aku berada di sini Aku tengah menikmati udara segar di pinggir danau. Semuanya terjadi terlalu cepat, Aku tergelincir dan tercebur ke dalam danau. Aku...