Votment woi, biar gak kering amat 🗿🤟🏻
~~~~
"Ck" Silvia berdecak kesal saat puzzle itu diraih oleh tangan orang lain, padahal tadi ia sudah memegang nya. ia menolehkan kepalanya dan menatap kesal seorang pria yang telah mengambil puzzle itu."Itu milikku! "Ujar Silvia, ia berniat merebut puzzle itu dari tangan pria itu, namun segera di jauhkan oleh pria itu.
" baik, ini milik mu. Tapi kau harus menjadi milikku"
~~~~
Silvia terdiam, ia menatap pria itu dengan alis yang di naikkan sebelah.
"Keuntungan apa yang ku dapatkan jika aku mau menjadi milikmu? " Silvia melipat tangan di dada, ia mengangkat dagunya angkuh.
"Kau telihat arogan, honey.. " sudut bibir pria itu tertarik, ia menatap wanita di depannya dengan teduh.
"Aku anggap itu pujian, jadi? " Silvia kembali bertanya, masih dengan posisinya diam diam mengintai puzzle ditangan pria itu.
"Hm? Apapun yang kau mau" pria itu berucap dengan santai, ia cukup percaya diri.
"Ya, ya.. Nanti akan aku fikirkan" melihat pria itu lengah, Silvia dengan gesit merebut puzzle di tangan pria itu.
Silvia langsung memberikan puzzle itu pada Bian yang menatap mereka polos, lalu mendorong troli nya dan berlalu meninggalkan pria itu yang menyeringai sambil menatap punggung Silvia.
"So cute"
~~~~
Silvia menghentikan mobilnya saat melihat lampu merah, ia mengalihkan pandangannya pada Bian yang saat ini tengah duduk dengan anteng sambil menonton youtube di ponselnya.
Ia tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mengelus pucuk kepada Bian, Bian yang menarasakan usapan itu sempat mengalihkan pandangannya dan menatap sang bunda yang juga menatapnya.
"Jangan terlalu cepat besar" Silvia bergumam kecil sambil memainkan rambut hitam ian.
Silvia kembali menarik lengannya dan mengedarkan pandangannya melihat sekeliling nya.
Di sebelahnya ternyata ada Shaka, Shaka sempat menoleh ke arahnya dan mengacungkan jari tengahnya.
Masih inget Shaka?
"Dasar bocah" Silvia bergumam kecil sambil geleng geleng kepala melihat kelakuan pemuda itu.
Tak lama, lampu lalulintas kembali berganti menjadi hijau, Silvia kembali melajukan mobilnya.
~~~~
"Ndaa, bukain" Bian berseru sambil mengangkat sebotol susu, Silvia yang melihat itu, lantas berjalan menghampiri ian yang saat ini tengah duduk di atas karpet bulu di ruang TV.
"Nih, bunda siang ini akan ke kantor. Aunty Ona baru saja menghubungi bunda karena ada meeting mendadak. Ian mau ikut atau tetap di mansion? " Silvia berucap sambil mendudukkan tubuhnya di samping Bian, Bian menoleh dan menatap tepat pada mata hijau zamrud Silvia.
"Umm, ian mau ikut" cicit nya pelan, Silvia tersenyum simpul, ia mengangkat tubuh ian dan mendudukkan nya di pangkuannya.
"Baiklah, apapun untuk mu" Silvia memeluk bian gemas, sedangkan Bian hanya terkekeh geli.
~~~~
Malam hari telah tiba, seorang wanita berdiri di balkon kamar nya sambil menelpon seseorang.
"Hahaha, sudah ah. Sudah malam, ku tutup dulu ya" wanita itu terkekeh kecil dan berbicara dengan orang di seberang telepon, setelahnya ia mematikan teleponnya.
23.57
"Astaga, sudah sangat larut. Sebaiknya aku cepat tidur, udara malam juga sudah sangat dingin" ia bergumam sambil berbalik dan masuk kedalam kamar tanpa mengunci pintu balkon.
Wanita itu masuk ke dalam kamar mandi setelah menyimpan ponselnya di atas nakas samping tempat tidur.
Silvia mencengkram pembatas balkon, posisinya ia menggantung sambil memegang pembatas balkon.
Merasa wanita tadi telah pergi, Silvia memusatkan tenaganya di tangannya untuk mengangkat tubuh nya agar bisa naik.
Hap
Silvia berhasil naik ke balkon, ia melangkah maju dan membuka pintu balkon dengan santai seperti.
Setelah berhasil masuk kedalam kamar, ia mengedarkan pandangannya karena tak menemukan wanita itu hingga telinganya menangkap suara gemericik air di kamar mandi.
Menyadari jika wanita itu berada di kamar mandi, Silvia berdiri di samping pintu kamar mandi. Menunggu wanita itu keluar.
Ceklek
Tak lama pintu kamar mandi terbuka, wanita itu keluar dengan handuk yang melingkar di pundaknya sambil mengelap wajah nya.
"Bodoh" Silvia bergumam kecil sambil menyeringai kecil, ia berjalan mengikuti wanita itu yang berjalan menuju meja rias.
Wanita itu melepas handuknya dan menggantungkannya di dinding tanpa melihat cermin hingga membuatnya tak menyadari kehadiran Silvia. Melihat itu, seringai Silvia melebar ia berada tepat di belakang tubuh wanita itu.
Wanita itu duduk di kursi depan meja rias, dan menatap pantulan dirinya. "Astaga, jerawat ku masih- " tubuh wanita itu membeku, matanya membulat kaget melihat seorang wanita di belakangnya disertai seringaian lebar nya.
" AA-" wanita itu berteriak, namun Silvia dengan sigap membekap mulutnya, ia mendekatkan mulutnya di telinga wanita itu dan berbisik.
"Ssstt, jangan berteriak, Viona? " Silvia berbisik tepat di telinga viona, membuat Viona bergidik geli. Silvia tajam Viona lewat cermin.
Masih inget Viona? Cek bab 6
"Emm lepwass" Viona bergerak memberontak, ia menggeleng-gelengkan kepalanya agar tangan Silvia menjauh dari bibirnya.
"Diam" Silvia menggeram, ia semakin menajamkan tatapannya. Ia menurunkan tangannya ke leher Viona.
"Lihat ke cermin" Silvia kembali berbisik menyuruh Viona melihat ke cermin, Viona menurutinya ia melihat ke cermin. Melihat itu, Silvia kembali menyeringai, ia mencekik Viona dengan kencang.
"Uhuk uhuk, le-p-ash uhuk" Viona terbatuk hebat, ia berusaha melepaskan cekikan Silvia dengan cara mencengkram tangan Silvia yang mencekik lehernya.
Silvia terkekeh geli melihat eksperimen Viona di cermin, terlihat lucu dengan Wajah Viona yang mengernyit, dada naik turun berusaha meraup udara sebanyak banyakny, sesekali terbatuk dan tangan nya yang berusaha melepaskan cekikan nya.
"Hehe, kakimu sudah sembuh? Waktu itu aku menginjaknya cukup kencang" Silvia sedikit melonggarkan cekikan nya, ia ber smirk sambil berbisik di telinga Viona.
"K-ka-u " Viona bergumam dengan nada yang terpotong potong, Silvia melepaskan Cekikan nya, hal itu membuat Viona menghirup udara dengan rakus.
Silvia mengambil belatinya dan menyayat leher Viona memutar. Darah mulai bercucuran dari leher Viona.
"Ssh, akhh" Viona meringis tertahan, matanya berkaca kaca, alisnya mengernyit menahan sakit dan perih saat belati itu menyentuh permukaan kulit nya.
Silvia melebarkan seringai nya melihat ekspresi kesakitan Viona yang terlihat kentara itu lewan pantulan cermin.
"Warna rambutmu nyentrik sekali, bagaimana jika aku mengubah warnai rambutmu?" warna rambut Viona berwarna pink, benar benar mengganggu penglihatan Silvia.
Silvia mengelap darah yang keluar dari leher Viona dengan tangannya ia mengusap usapkannya di rambut Viona.
"Kita membutuhkan banyak darah"
Bersambung..
Typo tandain kli
Mlkchz
030923970kata

KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Became A Mother [END]
FantasyNamaku Michelle Davies, umurku 28 tahun dan Aku masih melajang. Aku ingat, sangat ingat sebelum Aku berada di sini Aku tengah menikmati udara segar di pinggir danau. Semuanya terjadi terlalu cepat, Aku tergelincir dan tercebur ke dalam danau. Aku...