"Terserah apa katamu. Yang penting, Ian itu anakku! Dan kamu, gak berhak mengomentari hidup ku!" Emosiku naik begitu saja, aku bangkit berdiri dan berjalan keluar dari ruangan Javier."Oke, oke. Dia anakmu, tapi kau harus melaksanakan tugas mu!" Langkah ku kembali berhenti, aku menghela nafas berat lalu kembali berbalik dan bersedekap dada.
"Oke, aku akan mengerjakan tugas nya. Tapi jangan pernah ganggu Bian, awas saja!" Setelah mengucapkan itu, tanpa membuang waktu lagi, aku pergi meninggalkan Javier yang menghela nafas lelah.
Aku kembali turun ke lantai bawah. Di sana masih ada Jennifer yang tengah duduk diatas sofa sambil menikmati buah dan menonton televisi.
Aku menghampirinya dan duduk di samping nya.
"Kamu gak langsung pulang?" Tanyanya. Aku menggeleng kemudian menyenderkan tubuhku ke sandaran sofa.
"Mood mu kayak gak bagus" aku tak menanggapi gumaman nya dan mulai memejam kan mata.
"Rasanya aku mau mencincang tubuh bos mu"
Jennifer tergelak mendengar pernyataan ku, ia terkekeh sambil menyodorkan buah buahan yang sudah di potong.
"Cincang saja jika bisa" balas nya. Aku kembali membuka mataku lalu mengambil sepotong apel dan langsung memasukkannya kedalam mulut.
Aku mengangguk sambil mengunyah.
"Apa kau tahu hadiah apa yang di sukai oleh anak anak?" Aku bertanya sambil menyomot lagi potongan buah dan memakannya.
"Untuk Ian?" Tanya nya. Aku mengangguk, ia tampak berpikir sejenak.
"Mobil mobilan? Biasanya anak laki-laki kan suka mobil mobilan" ia membalas memberi saran. Aku mengangguk angguk dan kembali menyomot buah.
"Not bad sih"
"Coba tanyain aja apa yang Ian mau, atau bawa dia membeli hadiah nya sendiri" katanya sambil mengambil snack yang tergeletas di karpet.
"Gak ada salah nya mencoba" gumamku lalu berdiri.
"Mau kemana?" Jennifer spontan bertanya saat aku berdiri, Aku melirik nya sekilas.
"Katanya gak mau langsung pulang" aku tak merespon gumamannya. Aku membawa langkah ku keluar.
Di luar ternyata cukup ramai, padahal tadi tidak seramai ini. Anggota BD juga bukan lelaki saja, ada Beberapa perempuan yang menjadi anggota. Ya, disini sih gak mandang gender.
Aku melewati kumpulan remaja remaja yang tengah asik ber bincang itu. Dan berjalan menuju mobil ku terparkir.
Jam menunjukkan pukul 12:35. Ian sudah makan siang belum ya?
Aku melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Butuh waktu lama agar aku keluar dari hutan ini. Dasar si Javier itu! Mencari markas kok jauh banget!
Aku sampai ke mansion pukul satu. Aku langsung saja bergegas keluar dari mobil.
'Mobil siapa itu?' Aku membatin, mengernyit memandang sebuah mobil mewah berwarna putih.
Aku memilih masuk kedalam Mansion. Aku menghampiri seorang maid yang tengah membersihkan debu di lemari.
"Bian dimana?"
Pelayanan itu tersentak kaget, ia langsung menghadap kebelakang dan menundukkan kepala.
"Saya sejak tadi belum melihat tuan muda, nyonya" jawabnya. Aku mengangguk lalu melangkah pergi.
Aku membuka pintu ruang bermain ian. Tapi ia tidak ada disana.
Aku akhirnya pergi menuju kamarku. Namun saat melewati ruang tamu aku mendengar gelak tawa seseorang.
Aku kembali membawa langkah ku menghampiri ruang tamu.
"Ndaa" ian berlari ke arah ku dan memelukku dengan mata berkaca kaca.
"Eh, ada apa sayang?" Tanyaku, aku mengangkat nya dan menggendong nya.
"Itu, om savi nyebelin!" Ian menggembungkan pipinya, Bibir nya mengerucut. Aku terkekeh gemas dibuat nya.
"Savi? Siapa? Sapi?" Aku bertanya bingung. Ian menggeleng dan menunjuk seorang pria yang terduduk di atas sofa. Ia tersenyum kepada ku. Apakah mobil di depan itu milik nya?
Aku baru sadar ada orang lain di sini.
"Xavier?" Aku menggumam bingung. Katanya dia akan pergi Meeting dengan klien nya?
Aku menghampirinya dan duduk di sofa yang berada di depannya.
"Bukannya kamu akan meeting?" Tanyaku, ia mengangguk.
"Awalnya sih iya, tapi klien ku mati tertabrak" jawabnya. Aku mengernyit kemudian mengangguk saja.
"Keadaanmu sudah baik baik saja?" Tanyanya. Aku kembali mengernyitkan dahi ku.
"Memangnya aku kenapa?" Tanyaku. Ia terkekeh kecil kemudian menyenderkan punggungnya ke senderan sofa.
"Kamu tadi salting"
Puk
Aku melempar bantal sofa padanya. Tapi ia dengan sigap menangkapnya.
Ia terkekeh melihat respon ku. Aku menatapnya menyelidik.
"Jadi kamu mau apa kesini?!" Aku bertanya dengan sedikit nyolot. Oh, kemana ketenangan ku pergi?
"Aku kan sudah bilang akan mengunjungi mu. Tapi kamu malah gak ada, jadi tadi aku main sama Ian" jawabnya. Ia mengedipkan sebelah matanya kepada ian.
"Dasal om savi nyebelin!" Ian memekik kesal ia langsung memelukku dengan erat.
Xavier kembali terkekeh melihat Ian yang meneriakinya dengan tampang menggemaskan.
"Memangnya apa yang kamu lakuin ke ian?" Tanyaku penasaran. Jelas saja, ian jarang seperti ini.
"Om bilang bunda akan jadi milik om, tapi kan bunda itu milik ian! Bunda kan bunda nya ian" ia semakin mengeratkan pelukannya. Aku mengelus kepalanya.
"Iya, bunda, bunda nya ian." Ucapku menenangkan. Ian kembali menatap Xavier dan menjatuhkan lidah nya. Aku terkekeh melihat nya.
"Sudah, ian sudah makan siang belum?" Tanyaku, Ian menggeleng. Aku mengangguk, berdiri dan melangkahkan kakiku untuk pergi ke ruang makan.
Sedangkan Xavier mengehela nafas ketika menyadari dirinya mulai transparan. Ia akhirnya mengikutiku menuju ruang makan.
Normal pov
Sesampainya Silvia di ruang makan ia langsung mendudukkan ian di kursi nya.
"Ian mau mam sama apa?" Silvia bertanya sambil mengambilkan nasi ke atas piring.
"Aku gak ditawarin makan? Aku belum makan, nih" Xavier datang dan langsung duduk di samping Bian. Bian menatapnya kesal.
"Om gak diajak!" Ketus nya. Silvia tergelak mendengar nada ketus Bian.
"Om itu calon ayah kamu tau!" Xavier berujar dengan wajah menyebalkan di mata Bian. Sedangkan Silvia mengambil ayam untuk Bian tak memperdulikan dua lelaki beda umur itu.
"Udah, udah. Ian makan ya, bunda suapin" Bian mengangguk, mengabaikan Xavier yang mendengus.
"Aku gak disiapin makanan nya? Aku kan tamu, tamu adalah raja!" Silvia menghela nafas kesal, ia membalik piring di depan Xavier dan mengambilkan nya nasi.
"Sama apa?" Silvia bertanya tanpa menatap Xavier.
"Sama kamu"
Pluk
"Yang bener dong!"
Bersambung
Mlkchz
291023931kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Became A Mother [END]
FantasyNamaku Michelle Davies, umurku 28 tahun dan Aku masih melajang. Aku ingat, sangat ingat sebelum Aku berada di sini Aku tengah menikmati udara segar di pinggir danau. Semuanya terjadi terlalu cepat, Aku tergelincir dan tercebur ke dalam danau. Aku...