SBAM. BAB 20

15.1K 801 12
                                    

Happy reading

Silvia pov

Xavier terkekeh di seberang sana, pipiku mungkin sekarang memerah lantaran malu.

"A-ada apa kamu menelepon?" aku merutuki diriku karena berbicara dengan sedikit terbata. Lagi lagi Xavier terkekeh membuat pipiku semakin memanas karenanya.

Dia menertawakan ku?

Sialan! Baru kali ini aku malu di tertawakan seseorang.

"Tidak, aku hanya ingin memastikan jika kamu baik baik saja. Awalnya aku akan mendatangi mu, tapi tiba tiba saja asisten ku memberitahuku jika klien penting ku memajukan jadwal meeting. Tidak apa-apa kan? Jika kamu keberatan, aku bisa membatalkan meeting ku?" katanya.

"Memangnya aku memintamu kesini?" jawabku ketus, Xavier kembali terkekeh.

"Tidak, tapi apa masalah jika aku ingin mengunjungi calon istri ku?" begitu katanya. Pipiku semakin memanas, jantungku entah kenapa berdebar kencang.

"C-calon istri apanya! Kita bahkan tidak dekat sama sekali" sanggah ku. jika willona melihatku sekarang, kupastikan dia akan terbahak karena melihat pipiku memerah.

"Jadi, kamu ingin dekat dengan ku?"

"A-apa? Enggak! B-bukan gitu maksudku! " aku reflek memekik, Tawa Xavier pun mengudara. Pipiku memerah malu, perasaan membuncah membuatku tak tahan untuk tak tersenyum. Ini gak sehat buat kesehatan jantung ku!

Rasanya aku seperti anak abg yang sedang di mabuk cinta, hiks hiks..

"Jika aku disana, aku pasti sudah menerkam mu, baby"

Tut

Aku mematikan telepon sepihak. Aku melemparkan ponselku asal, mengambil bantal dan menelungkupkan wajahku yang memerah.

Dadaku berdegup kencang, mataku berair dan pipiku yang terasa panas. Oh astagaa, perasaan apa ini?

Rasanya aku ingin berteriak kencang dan memaki Xavier karena sudah berani membuatku seperti ini.

Setelah beberapa saat, akhirnya aku memilih beranjak dan pergi ke kamar mandi untuk mandi.

Setelah itu aku bersiap menggunakan pakaian kantor ku. Aku berencana pergi ke kantor terlebih dahulu lalu pergi ke markas. Namun sebelum itu..

"Eungh ndaa" aku berjalan menghampiri Ian yang tengah mengerjakan matanya. Aku mengambil Ian dan menggendong nya.

"Selamat pagi, putra bunda" ucapku, aku mengecup keningnya.

"Pagi juga ndaa" ia membalas dengan riang. Aku terkekeh gemas lalu mengecup kedua pipi nya.

"Duhh anak bunda kok makin gemesin aja sih" ujarku sambil mengambil langkah menuju kamar mandi.

Aku memandikan Ian dengan air hangat, lalu setelah itu memakaikan nya pakaian.

"Ian di sini aja ya? Atau mau main sama kak Dion?" tanyaku sambil menyisir rambut Ian.

"Emang kak Dion enggak sekolah? Ian mau iku nda aja! " ujar nya, aku mengangkat bahu tak tahu.

"Bunda gak tau, bunda ada sedikit pekerjaan. Kalo udah selesai bunda akan cepet pulang kok"Ian merenggut kesal, ia memalingkan wajahnya dengan bibir yang melengkung ke bawah.

"Bunda kan udah janji mau jalan jalan sama Ian pas Ian udah sembuh,kok malah kelja mulu sih! " ucapnya, matanya berkaca kaca siap menangis. Aku menghela nafas.

"Gimana kalo jalan jalannya besok aja? Besok kan ulang tahun Ian, jadi kita habisin waktu sama sama. Gimana? Mau yah? " aku mencoba membujuknya. Aku meraih dagu Ian dan menangkup pipi nya.

"Janji?" tanya nya sambil menunjukkan jari kelingking nya. Aku mengangguk dan menautkan jari kelingking kami.

"Janji!" ucapku sambil tersenyum. Ian membalas senyum ku dengan kekehan, ia mengalungkan tangannya di leher ku dan Aku mengusap mata Ian yang berair.

"Eung, Ian mau di mansion aja. Nanti kalau kak Dion udah pulang, Ian main sama kak Dion deh" ujarnya. Aku ngangguk lalu mengambil langkah keluar kamar. Aku membawa Ian menuju ruang makan untuk sarapan.

Aku mendudukkan Ian di kursi dan aku duduk di samping nya.

"Ian mau mam sama apa, Hm? Bunda suapin ya?"

"Ian mau mam sama ayam goleng!" Serunya, aku terkekeh dan mengambil ayam goreng.

"Ayam aja?" tanyaku, Ian mengangguk. Aku pun mulai menyuapi nya juga menyuapi diriku sendiri.

Setelah selesai makan, aku mengantarkan Ian bermain di ruang bermain nya ditemani oleh seorang maid. Setelah itu pergi ke kantor.

Aku mengendarai mobil dengan kecepatan sedang.

Sesampainya di kantor, ternyata aku sudah ditunggu oleh Willona. Kami, aku dan Willona. berjalan beriringan menuju ruangan pribadi ku.

Aku hanya ke kantor sebentar. Setelah itu pergi ke markas.

Ngomong ngomong, karena markas diserang kemarin, markas akhirnya pindah ke kawasan yang lebih terpencil. Bisa gawat jika kami kembali diserang.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu, akhirnya aku sampai di sebuah gedung tua ber benteng tinggi di tengah hutan.

Gerbang besar itu terbuka setelah aku menekan klakson mobil ku. Aku kembali melajukan mobilku memasuki kawasan BD ( Blood Diamond kita singkat jadi BD aja, Kepanjangan nulisnya :)

Aku memarkirkan mobilku setelah itu keluar dengan sok cool nya. Hehe, disini banyak anggota junior BD!

Setelah itu aku melangkahkan kakiku memasuki gedung besar itu. Walaupun dari luar terlihat kumuh dan tidak terawat, nyatanya gedung ini memeliki furniture yang lumayan. Tak hanya itu, fasilitas di gedung ini juga lengkap.

Sebenarnya ini adalah markas B. Markas A berada di Prancis sedangkan markas utama berada di Rusia. Javier memimpin markas B dan Markas A dipimpin oleh sepupu nya. Untuk markas utama di pimpin oleh tuan besar Orliande.

Ketika kakiku menapaki lantai gedung ini, aku langsung disambut oleh teriakan kelaya.

"Raviiin! Kemari kau!" begitu. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan mengambil langkah menghampiri Jennifer yang tengah menonton televisi sambil memakan cemilan.

"Ada apa?" aku bertanya setelah mendaratkan bokong ku di sofa. Jennifer menoleh sekilas dan kembali melanjutkan kegiatannya.

"Kamu diminta mencari tahu siapa dalang dari penyerangan markas kemarin" jawabnya. Aku mengerutkan kening ku.

"Aku tidak bisa, aku sibuk" balas ku, Jennifer mengangguk anggukkan kepalanya.

"Berbicaralah kepada Javier" ujarnya.

"Dimana dia?" tanyaku. Jennifer menjawab dengan menunjuk lift dengan dagu nya. Aku mendengus lalu beranjak masuk kedalam lift untuk menghampiri Javier yang berada di ruangan pribadinya.

Setelah beberapa saat aku keluar dari dalam lift, aku mencari ruangan Javier. Beruntung di pantai dua hanya
Ada dua pintu, jadi aku bisa menduga mana ruangannya.

Ceklek

Aku membuka pintu tanpa mengetuk, Javier yang tengah menonton sesuatu di dalam laptop terlihat tersentak lalu dengan buru buru menutup laptop nya.

"Aku sebenarnya lelah mengingatkan mu. Tapi ketuk pintu dulu apa susahnya?" Ujar Javier dengan raut wajah kesal. Aku terkekeh lalu duduk di sofa.

"Susah, tanganku sakit karena terkena sayatan kemarin" ujarku memberikan jawaban asal. Javier mendengus.

"Ada apa?" tanya nya.

"Suruh orang lain untuk mencari tahu siapa dalang penyerangan kemarin, jangan aku. Aku sibuk!"

"Cih, tidak bisa! Akan lama jika aku menyuruh orang lain. Lagipula tidak biasanya kau sibuk?"

"Besok adalah ulang tahun Bian. Aku sudah berjanji padanya"

"Cih, dia bukan anak mu!" Javier mendecih, aku menatapnya tajam.

Bersambung

Mlkchz
221023

1040kata

Suddenly Became A Mother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang