Silvia membuka mulutnya menerima suapan dari Xavier. Xavier dengan telaten menyuapi ibu dan anak di hadapannya. Ia tadi berada di kantor tetapi bawahannya memberitahu jika Silvia demam. Akhirnya Xavier pergi meninggalkan pekerjaannya dan menghampiri Silvia yang demam karena khawatir.
"Om, om kok bisa tahu bunda lagi sakit?" Bian bertanya setelah menelan makanannya. Xavier Mengendikkan bahunya acuh.
"Aku kan cenayang" Xavier kembali menyuapkan sesendok makanan ke mulut Bian. Bian menerimanya dengan senang hati, sedangkan Silvia menatap interaksi dua lelaki berbeda generasi di hadapannya itu.
"Benar, padahal ini masih pagi" Silvia menimpali. Xavier mendelik dan menyuapkan makanan kepada Silvia.
"Pagi darimana nya? Ini sudah jam sebelas siang!" Xavier menunjuk jam dinding dengan dagunya. Silvia menatap jam dinding dan membulatkan matanya.
"Kukira masih pagi" Silvia bergumam kecil, namun masih bisa di dengar oleh Xavier.
"Kamu pasti selalu bergadang. Matamu menghitam, kamu ini benar benar!" Xavier menatap garang Silvia yang menatap Xavier aneh. Bian mengambil air di nakas dan meminumnya ia menolak ketika Xavier kembali ingin menyuapkan makanan.
"Ian sudah kenyang"katanya. Xavier mengangguk saja dan mengalihkan sendoknya kepada Silvia.
"Aku juga sudah kenyang" Xavier mengangguk lalu mengambil air dan memberikannya kepada Silvia.
"Lainkali jangan memaksakan diri" Xavier kembali berbicara. Silvia yang tengah minum hanya meliriknya dan menghabiskan air di dalam gelas.
"Ya, ya." Xavier mendengus mendengar jawaban malas dari Silvia.
"Aku khawatir sekali ketika mendengar kabar jika kamu demam" Xavier lalu meraih obat yang berada di atas nakas. Bian turun dari ranjang dan berlari keluar dari kamar.
Xavier mengerutkan dahinya menatap kepergian bian. "Biarkan saja" Silvia mengambil obatnya dan meminumnya.
"Kepalamu masih pusing?" Xavier mendaratkan tangannya di dahi Silvia guna memeriksa suhu tubuh wanita itu.
"Ya, sudah lebih baik" balas Silvia. Xavier kembali menarik tangannya dan tersenyum smirk.
"Mungkin membaik karena aku yang merawatmu" Silvia menatap sinis Xavier dan mengernyit jijik.
"Omong kosong apa yang kau ucapkan itu?" Silvia mengalihkan pandangannya melihat Bian yang kembali dengan sebuah puzzle di tangannya. Ia duduk di karpet bulu dan membongkar puzzle nya.
Xavier terkekeh, ia mencubit hidung Silvia dengan gemas. Silvia menepis tangan Xavier yang mencubit hidung nya, Ia menatap tajam Xavier.
"Kau benar benar menggemaskan" Xavier memajukan wajahnya dan mengecup pipi kanan Silvia. Silvia menatap Xavier cengo, apa apaan dia?
Silvia mengusap pipinya yang baru saja di kecup oleh Xavier dengan menatap jijik Xavier.
"Kau-"
"--Suatu saat nanti kau akan merindukan kecupanku itu, Silvia." Xavier mengusak rambut Silvia dengan terkekeh gemas.
Silvia hanya diam, ia tak bisa memungkiri bahwa ia menyukai perlakuan Xavier padanya, jantungnya juga kerap berdetak kencang ketika berdekatan dengannya dan perasaan membuncah di hatinya yang benar benar menyenangkan. Ia tak pernah merasakan itu, perasaan asing yang benar benar membuatnya candu.
Ia bukanlah wanita bodoh yang tak menyadari perasaan apa yang ia rasakan. Ia mencintai Xavier, tetapi..
"Aku bukan Silvia!" Benak Silvia berteriak keras menyuarakan itu, ia menatap Xavier yang mengusap puncak kepalanya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Became A Mother [END]
FantasyNamaku Michelle Davies, umurku 28 tahun dan Aku masih melajang. Aku ingat, sangat ingat sebelum Aku berada di sini Aku tengah menikmati udara segar di pinggir danau. Semuanya terjadi terlalu cepat, Aku tergelincir dan tercebur ke dalam danau. Aku...