SBAM. BAB 17

16.2K 940 12
                                    

Vote nya jgn lupa 😁

Happy Reading..

Silvia's pov

Hari ini Ian sangat rewel, mungkin karena sedang sakit. Aku menggendong ian dan menimang nya ke kanan kiri, aku sudah berusaha menidurkan nya tapi ian tak mau.

"Minum obat dulu, ya? "Aku mencoba membujuknya, dari tadi ian tak ingin minum obat, tubuhnya semakin panas karena ian juga menangis terus.

"Hiks, gak mau ndaa~" Ian merengek, ia memeluk leherku dengan erat. Aku menghela nafas lalu membawanya kekamar.

"Kalau begitu tidur, ian ingin sembuh kan? Nanti, kalau ian sudah sembuh, bunda ajak jalan jalan deh" Aku kembali membujuknya, ian menggeleng kecil sambil sesekali terisak.

"Yaudah, kita ke rumah sakit aja" Aku membalikkan tubuh berniat kembali ke lantai bawah, Ian yang mendengar itu memberontak dalam gendongan ku sambil menangis kencang.

"Enggak, hiks Ian gak mau ke lumah sakit. hiks, yaudah ian tidur ndaa~ hiks ian mau tiduul hiks ndaaa~" hampir saja aku tertawa, melihat wajah nya itu benar benar membuatku gemas. Duuh, anak siapa sih ini?

"Apa? Bunda gak dengar" menggodanya sedikit mungkin tak apa, hehe.. Tuh lihat wajahnya merenggut.

"Ian mau tidul aja hiks, gak mau ke lumah sakit ndaa~" oke oke, kasihan juga anakku ini. Hidungnya merah sepertinya tersumbat karena menangis, matanya juga merah, nanti pasti akan gatal. Suaranya juga serak karena terlalu lama menangis.

"Sekalian minum obat, ya? " Ian menggeleng brutal, buru buru aku menahan kepalanya. Takut copot.

"Yaudah iya" Aku kembali berbalik kembali ke kamar, sedangkan Ian nemplok padaku.

Aku masuk kedalam kamar dan mendudukkan diriku kemudian membaringkan Ian di atas ranjang.

"Tidul nya sama bundaa" anakku ini memang pandai merengek, kenapa pula ia se imut itu? Aku kan jadi tidak bisa menolak.

"Iya, sebentar dong sayang" aku beranjak dan masuk kedalam kamar mandi untuk mencuci tangan ku. Tanganku terasa lengket, apa kena ingus Ian, ya?

Setelah selesai, aku kembali menghampiri Ian dan berbaring di sampingnya. Aku memeluk tubuh kecil Ian lalu menarik selimut.

"Tidur" aku mengusap kepala Ian dengan lembut, Ian mulai menutup matanya, nafasnya pun mulai teratur.

Aku terkekeh melihat betapa menggemaskan nya buntalan kecil di depanku ini lalu mengecup pucuk kepalanya.

Cup

"Cepat sembuh, sayang"

Normal pov

Disisi lain, seorang pria berkemeja putih duduk di kursi kebesarannya dengan tangan yang mengetuk-ngetuk meja seperti sedang menunggu seseorang.

Tak lama, seorang pria dengan pakaian serba hitam datang. Pria itu duduk di kursi, berhadapan dengan pria berkemeja putih.

"Jadi? "Pria berkemeja putih itu bertanya sambil menaikkan alisnya.

"Saya menemukan titik keberadaan Keyla, " pria berbaju hitam itu menjeda kalimatnya.

"Kurasa dia telah tewas, saya menemukannya di Basement blood diamond. Saya juga telah menginterogasi salah satu anggota kita yang berhasil lolos dari blood diamond. "

"Keyla telah menculik anak dari salah satu anggota blood diamond, hingga membuat markas di serang dan pembantaian itu terjadi. Semua jasad anggota kita ditemukan dengan perut yang terbuka dan semua organ dalamnya telah dibawa"

"Berapa orang yang telah menyerang markas? " pria berkemeja putih itu memotong perkataan bawahannya.

"Enam orang"

Brakk

"Bagaimana bisa kita kalah hanya karena enam orang!? " pria berkemeja putih itu menggebrak meja dengan keras, matanya menatap tajam bawahannya, rahangnya mengeras karena amarah.

"Tu-tuan, mereka ber-enam adalah anggota inti blood diamond ten-"

"Omong kosong! Anggota kita banyak, kenapa semuanya mati hanya karena enam manusia sampah saja!?" pria itu berteriak marah lalu melemparkan belati kepada bawahannya itu, beruntung pria berbaju hitam itu dengan cepat menghindari nya.

"Bawa mereka ber-enam ke hadapanku! " pria itu lalu mengusir bawahannya, setelah pria berbaju hitam pergi, pria itu kembali menggebrak meja dengan mata yang memancarkan kemarahan dan dendam yang mendalam.

"Javier, awas kau! "

•••••

Malam telah tiba, Silvia saat ini tengah membuatkan bubur untuk Bian di dapur dengan Bian yang di gendong nya.

"Ian duduk dulu, ya? Bunda sedikit kesusahan mengaduk buburnya" Silvia mencoba membujuk Bian, tapi Bian menggeleng dan semakin mengeratkan tangannya memeluk leher Silvia.

Huft

Silvia menghela nafas kasar lalu kembali mengaduk buburnya, sesekali ia juga mencium pucuk kepala Ian.

"Apa tubuh Ian masih gatal? " Silvia mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Ian dengan penuh kasih, Ian mengangkat wajahnya dan menggeleng.

"Udah nggak gatal, nda. Yang melah-melah nya juga udah gak ada, tuh" Ian berucap sambil memperlihatkan kedua tangannya.

Silvia yang melihat itu tersenyum gemas lalu mencubit kecil pipi tembam Bian.

"Hehe, gemes deh" Silvia terkekeh pelan lalu mencium pipi Bian dengan gemas.

Setelah beberapa saat, bubur yang dimasak oleh Silvia telah matang. Silvia memasukkannya kedalam mangkuk lalu mendudukkan Bian di atas meja dan ia duduk di kursi berhadapan dengan Bian.

Silvia mengambil sendok yang terisi bubur dan meniupnya agar tidak panas lalu mulai menyuapi Bian.

"Enak? " Silvia bertanya setelah menyuapkan buburnya kedalam mulut Bian. Bian mengangguk dengan semangat, kemudian menelan buburnya.

"Masakan bunda kan selalu enak, hehe" Bian menyengir lebar, Silvia yang melihatnya terkekeh, ia mengulurkan tangannya untuk mengusap surai hitam legam milik Bian.

"Anak bunda ini ternyata pandai berkata manis, ya? " Silvia kembali menarik tangannya dan kembali menyuapi Ian.

Setelah selesai menyuapi Bian Silvia mengambil Bian kedalam gendongannya dan kembali ke kamar.

Demam Bian sudah turun, jadi Bian juga tak serewel tadi siang. Silvia menidurkan Bian di atas ranjang, sedangkan ia mengambil Laptopnya untuk menyelesaikan sebagian pekerjaannya yang belum selesai.

"Ndaa, sebentar lagi Ian ulang tahun kan? " Bian berseru dengan semangat, Silvia berfikir sejenak lalu mengangguk.

"Apa Ian ingin mengadakan pesta? " Silvia mengalihkan perhatian nya dari pekerjaannya dan menatap Bian yang juga menatapnya.

"Enggak, Ian gak suka pesta" Bian mendekatkan dirinya kepada Silvia lalu ia memeluk pinggang sang bunda.

"Kalau begitu, apa Ian ingin hadiah? "Silvia mengusap puncak kepala Bian.

"Hadiah? Mau! Ian mau hadiah"Bian berseru dengan antusias, Silvia terkekeh melihatnya.

Bersambung..

Mlkchz
011023

920Kata

Suddenly Became A Mother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang