Tiga Puluh

470 74 113
                                    

Di ruang bawah tanah rumah Adifa, Theo bersandar di dinding dekat pintu masuk, hanya diam memperhatikan Adifa yang tengah melatih Zita pertahanan diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di ruang bawah tanah rumah Adifa, Theo bersandar di dinding dekat pintu masuk, hanya diam memperhatikan Adifa yang tengah melatih Zita pertahanan diri. Keberadaannya di tempat itu murni untuk mengawasi tanpa berniat mengganggu proses latihan sepupunya itu.

Apa yang terjadi pada Reinaldi, ditambah cerita Kayla tentang pria tak dikenal yang memasuki kamar kos Zita, membuatnya semakin sensitif dan protektif pada semua hal yang berkaitan dengan Zita. Ia hanya tak mau lengah dan mengulang kesalahan seperti yang pernah ia lakukan sebelumnya.

Adifa memegang kedua pergelangan tangan Zita. “Kalau posisi begini, apa yang bakal lo lakukan?”

“Dari yang pernah gue tonton di video sih ....” Zita mencoba menarik pergelangannya ke bagian dalam dengan siku terangkat ke atas untuk melonggarkan cekalan Adifa. “Begini?”

Adifa melepaskan genggamannya, lalu tersenyum miring. “Coba ulangi lagi.”

Adifa kembali menggenggam kedua pergelangan Zita. Gadis itu kembali mencoba memutar lengannya, tapi kali ini cekalan Adifa terasa lebih kuat hingga tangannya tak bisa bergerak sama sekali.

“Jangan terlalu percaya sama video yang lo lihat,” ujar Adifa. “It doesn't work kalau tenaga lawan lo--terutama cowok--jauh lebih kuat.” Adifa melepaskan satu cekalannya. “Kalau cuma satu tangan yang ditahan, pakai tangan lo yang bebas buat pukul wajahnya. Begitu lawan lo mundur untuk menghindari pukulan lo, langsung tarik tangan lo sampai lolos dari genggaman lawan.”

“Tapi, kalau reflek lawan lo bagus, dia pasti nangkap pukulan lo.” Adifa kembali mencekal kedua tangan Zita. “Kalau sudah begini, apa yang bakal lo lakukan?”

Zita menatap dua pergelangannya, lalu beralih ke kedua kakinya. “Kick?”

Adifa mengangguk seraya melepaskan cekalannya. “Lo bisa tendang di mana aja. Kalau lawan lo cowok, serang aja area genitalnya. Setelah berhasil lepas, just run away.”

“Kalau gagal?”

“Terima nasib aja.”

Meski tidak protes, bibir Zita spontan mencibir mendengar jawaban enteng lelaki itu.

Adifa berjalan menuju samsak yang ada di belakangnya. “Lo nggak mungkin mahir bela diri hanya dalam hitungan jam atau hanya dari beberapa kali latihan, tapi seenggaknya lo harus punya basic skill. Tinjuan dan tendangan lo harus cukup kuat untuk ngebuat lawan mundur dan kasih kesempatan lo buat kabur.”

Adifa menepuk samsak, meminta Zita untuk meninju benda itu. Kepalanya lantas menggeleng begitu melihat cara Zita meninju punching bag. Meski berada dalam satu tubuh, nyatanya dua kepribadian bisa punya kemampuan yang jauh berbeda. Zita jelas seorang amatiran jika dibanding Mila yang jauh lebih piawai dalam hal bela diri.

My True Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang