Empat Puluh Dua

194 22 25
                                    

Ingar-bingar musik menghentak, memekakkan telinga, memacu adrenalin pengunjung untuk menari ria di atas dance floor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ingar-bingar musik menghentak, memekakkan telinga, memacu adrenalin pengunjung untuk menari ria di atas dance floor. Minuman beralkohol dan iringan musik DJ seolah jadi pengobat penat lautan manusia yang memenuhi ruangan gelap dan berisik itu.

Iddar memesan table, duduk bersama teman-temannya. Sudah jadi kebiasaan, menyesap alkohol atau bercumbu dengan wanita sewaan.

Damn! Body-nya cakep banget!” Kavin yang baru saja meletakkan botol minumannya menatap ke satu arah.

Erza yang duduk di sebelahnya ikut memandang ke arah yang sama. “Eh? Bukannya dia Kayana anak Ilkom?”

Mendengar itu, Zargo ikut pasang mata pada gadis berkulit putih berbalut dress hitam ketat yang menggambar lekuk tubuh sintalnya. “Masa, sih? Kayana yang nerd itu?”

“Iya,” sahut Erza. “Yang dipepet terus sama Iddar.”

Iddar hanya tersenyum kecil mendengarnya, menatap Kayana yang berdiri beberapa meter di depan sana sambil memegang segelas cocktail.

Bastian yang tengah bercumbu dengan gadis di pangkuannya sampai menghentikan kegiatannya. Ikut menatap ke arah Kayana.

“Njir, buaya emang beda, ya,” ucap Bastian, lalu melirik Iddar yang duduk di tengah-tengah sofa. “Nemu aja mutiara yang tersembunyi. Keliatannya culun kalau di kampus, tapi kalau udah mode malam bikin panas dingin.”

Iddar menghabiskan sisa minumannya, lalu berdiri. “Makanya, matanya dibuka biar nggak ngelewatin berlian di depan mata.”

Teman-temannya kompak mendecih saat Iddar berdiri, melangkah menjauh menuju Kayana. Lagi-lagi mereka kalah start mendekati gadis cantik yang ada di sekitar mereka.

“Hai,” sapa Iddar sambil melingkarkan tangannya di pinggang Kayana. “Kok nggak bilang kalau mau ke sini.”

Kayana melirik sekilas, tanpa minat, tapi membiarkan tangan Iddar bertengger di pinggangnya. “Kenapa juga gue harus laporan ke lo?”

“Jangan ketus-ketus gitu, dong.” Iddar menarik tubuh Kayana merapat ke tubuhnya. “Gue jadi makin suka.”

Kayana memutar mata. “Berapa cewek yang gagal lo rayu malam ini sampai lo deketin gue?”

Iddar memasang raut berpikir, lalu tersenyum. “Baru lo, sih.”

Kayana mendengkus sinis. “Bullshit.”

Iddar tertawa. “To the point aja, deh. Gimana kerjaan lo? Lancar?”

...

Masih pagi, tapi Sherly sudah berlari di trotoar dengan tertawa puas. Ia berhasil kabur karena Theo dan sang pemilik rumah masih nyaman bergelung di tempat tidur. Ia lantas menyetop taksi dan masuk ke dalamnya.

Tak sia-sia ia pura-pura merajuk. Membuat Theo terus berusaha membujuknya semalaman. Akibatnya, lelaki yang biasanya bangun pagi itu kini masih terlelap dalam tidurnya.

My True Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang