"Jujur sama gue! Apa ada cowok lain yang Zita suka sampai di--"
Iddar tersenyum tipis mendengar kalimat tuduhan Reinaldi pada Theo. Ia menyesap minumannya, menikmati posisi sebagai penonton atas pertikaian kedua temannya itu.
"Lo segitu putus asanya sampai mikir Zita mutusin lo karena cowok lain?" balas Theo sengit.
Reinaldi menggeleng. "Kemarin ada cowok yang deketin Zita. Bertingkah kayak mereka udah kenal lama. Gue belum kenal bahkan nggak pernah ngelihat cowok ini sebelumnya."
Iddar melirik ke arah Theo, memperhatikan ekspresi lelaki itu.
"Please, Yo!"
Iddar reflek memutar bola mata. Muak melihat Reinaldi yang lagi-lagi memohon pada Theo untuk urusan percintaannya itu. Bagaimana bisa seorang pria jadi lemah hanya karena seorang wanita? Bodoh!
"Gue nggak bisa," jawab Theo seraya pergi meninggalkan mereka.
Reinaldi mendesah pasrah sambil meraup wajahnya dengan rasa frustasi.
Tangan Iddar terulur, menepuk-nepuk pelan bahu Reinaldi. "Sabar, Bro. Lo kan tahu Theo posesif kalau udah berurusan sama Zita."
"Gue terima kalau Zita mau putus asal alasannya jelas." Reinaldi meluapkan kekesalannya. "Gue yakin kalau Zita masih nyimpen rasa sama gue, tapi kenapa harus putus?"
Iddar melirik malas. "Lo yakin bakal terima-terima aja diputusin walau udah dikasih alasan paling jelas sekalipun?" Iddar tersenyum meremehkan. "I don't think so."
Reinaldi diam. Iddar benar. Bahkan jika Zita memberinya alasan paling logis saat mengakhiri hubungan mereka, dirinya tetap tak akan bisa terima. Bagaimana ia bisa terima jika saat Zita memilih melepasnya, kedua mata gadis itu justru memandangnya dengan penuh cinta?
Iddar melempar sebungkus plastik berisi dua pil putih dan dua pil berwarna merah muda. "Lo pakai itu."
"Ini apa? Narkoba?" tanya Reinaldi sambil menyentuh benda itu
"Cuma doping buat ningkatin keberanian. Lo cemen banget soalnya. Selalu ciut kalau Zita udah menghindar."
Bukan tak berani, Reinaldi hanya tak mau memaksa. Terlebih lagi karena Theo selalu berada di dekat Zita, ia hanya tak mau berseteru dengan temannya itu.
"Santai, dosisnya nggak gede kok. Nggak bakal bawa efek samping apa-apa," lanjut Iddar, mencoba meyakinkan.
"Yang mana? Yang putih atau pink?" tanya Reinaldi pada akhirnya.
Iddar menunjuk butir pil yang berwarna putih.
"Terus yang pink?"
Iddar mendekatkan diri pada Reinaldi lalu berbisik, "Perangsang."
KAMU SEDANG MEMBACA
My True Me (END)
Misteri / Thriller17+ Setahun yang lalu, Zita tiba-tiba tersadar dan mendapatkan luka panjang dari telapak hingga pergelangan tangannya. Ia tak mengingat apa yang terjadi kala itu, hingga ia bertemu seorang mahasiswa baru yang mengenalinya sebagai "Mila". Lelaki itu...