Lima Puluh Lima

201 12 21
                                    

Di kamar rawatnya, Moza tengah sibuk memasukkan beberapa pakaian dan barang-barangnya selama dirawat ke dalam tas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kamar rawatnya, Moza tengah sibuk memasukkan beberapa pakaian dan barang-barangnya selama dirawat ke dalam tas.

"Udah, biar gue aja." Ridan yang baru masuk dan melihatnya langsung mengambil alih, menyuruh gadis itu untuk duduk.

Tak lama, Ridan akhirnya menarik resleting tas, tanda jika semua barang sudah masuk ke dalamnya. Kepalanya lantas menoleh pada Moza yang sedang duduk di tepi brankar, menatapnya sangat dalam.

"Kenapa?" tanya Ridan.

Moza menggeleng sambil tersenyum. "Makasih, ya."

Ridan mengangguk, memindahkan tas ke lantai, lalu duduk di sebelah Moza. Tangan kanannya lantas terangkat di depan Moza. Memahami maksudnya, tangan kiri Moza bergerak untuk menggengamnya.

Ridan tersenyum melihat tautan tangan mereka. Berharap selamanya bisa seperti itu. Matanya kini beralih menatap perban yang masih membalut pergelangan tangan gadis itu, lalu berganti ke wajahnya.

"Jangan diulangi lagi." Hanya itu yang bisa Ridan minta.

Moza mengangguk. "Sori, udah bikin lo khawatir."

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Ridan reflek menghempaskan tangan Moza sambil buru-buru berdiri menjaga jarak. Hal itu membuat Moza mendesis, memegangi pergelangannya yang sakit.

"Ah, maaf, maaf," sesal Ridan yang buru-buru meraih tangan Moza dengan raut bersalah sambil melempar senyum kaku pada seseorang yang berdiri di ambang pintu.

Moza yang melihat itu tak kuasa untuk tak tertawa. Ridan kontan menatapnya dengan ekspresi bingung.

"Papa gue nggak jahat kok, Dan," bisik Moza.

Iya, nggak jahat, tapi tetep aja serem.

Ridan kembali tersenyum kikuk. Mau selucu apa pun wajah seorang pria, tetap saja akan terlihat menyeramkan jika pria itu adalah ayah dari wanita yang ia sukai.

Ludwig menutup pintu, lalu mendekat ke ranjang Moza. "Sudah selesai beres-beresnya?"

Moza mengangguk. "Papa mau nganter aku atau jemput Maggie?"

Saat mendapat telepon Ridan yang mengabari jika Moza masuk rumah sakit, Ludwig segera memesan tiket penerbangan tercepat untuk ke Indonesia. Sedangkan ibu dan dua adik tiri Moza baru akan tiba hari ini.

"Aku bisa pulang sama Ridan kalau Pa--"

"Biar Papa yang antar kamu. Maggie dan anak-anak bisa naik taksi," kata Ludwig dengan suara rendah yang terdengar tegas.

"Kalau Bapak nggak keberatan, saya bisa bantu jemput mereka di bandara." Ridan menawarkan diri.

Lelaki yang sangat mirip dengan Moza itu memperhatikannya, kemudian menoleh pada Moza yang memberikan anggukan agar sang ayah mempercayai Ridan untuk melakukannya.

My True Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang