Dari tempatnya berdiri, di dekat pagar tembok yang menutup setengah tubuhnya, Iddar bisa melihat bagaimana Moza menangis pilu dalam pelukan Theo.
Iddar berbalik, menatap lelaki dengan wajah lebam di sebelahnya. Kakinya lantas menjejak perut lelaki itu hingga terjerembab ke tanah. Ia tak kesal pada lelaki itu, ia hanya butuh tempat untuk meluapkan kekesalan karena gagalnya rencana yang sudah ia jalankan.
Beberapa saat lalu, Iddar belum sepenuhnya terlelap saat merasakan Moza turun dari ranjangnya. Ia bangun dan mengikuti gadis itu saat meninggalkan kamar. Di balik pagar kosan, ia bisa mendengar Moza menelepon neneknya, kemudian menelepon Theo untuk minta dijemput.
Mendengar siapa yang Moza telepon membuat sebelah sudut bibir Iddar terangkat. Ia lantas menelepon satu nama di daftar kontaknya, hingga seorang pria--yang keluar dari salah satu kamar di lantai bawah--berlari kecil ke arahnya.
“Iya, Mas?” tanya lelaki itu setelah mendapat titah untuk menemuinya di depan pagar.
“Lo tahu cewek yang dateng sama gue tadi, kan?” tanya Iddar.
Lelaki itu mengangguk.
“Dia ada di luar,” jelas Iddar. “Lo ikutin dia, buat dia takut. Terserah lo mau pura-pura jadi rampok atau sekalian aja perkosa dia. Apa pun itu, lo harus pastikan orang yang jemput dia ngelihat apa yang lo lakukan. Ngerti?”
Lelaki itu memang melaksanakan tugas sesuai yang diperintahkan, tapi itu tak cukup untuk menyukseskan rencana yang sudah Iddar buat. Rencana untuk membuat Theo merasakan sakit melihat gadis terdekatnya terluka justru gagal karena Moza--yang seharusnya menjadi kunci keberhasilan--justru menghalangi jalannya.
Cewek sialan!
Iddar lantas meninggalkan lelaki itu begitu saja. Ia kembali ke bangunan dua lantai yang sebenarnya bukanlah sebuah rumah kos. Bangunan itu merupakan hunian sementaranya dengan beberapa orang yang bekerja di bawahnya. Memilih menyebut tempat itu sebagai kos-kosan adalah cara teraman untuk menghindari pertanyaan mengenai identitas aslinya.
Kakinya melangkah ke lantai dua, berhenti di sebuah pintu tepat di sebelah pintu kamarnya. Ia mengetuk selama beberapa saat hingga pintu itu terbuka, menampakkan seorang gadis dengan kimono lingerie bahan satin berdiri dengan wajah khas bangun tidur.
Melihatnya, Iddar tersenyum. Ia langsung masuk, menarik gadis itu merapat padanya, kemudian menyambar bibirnya. Gadis itu mengerang kesal, menghentakkan kakinya ke atas kaki Iddar, hingga membuat lelaki itu mengaduh kesakitan.
Gadis itu mendengkus, memijat pelipisnya dengan mata melirik malas atas kedatangan Iddar yang mengganggu waktu tidurnya. “Kenapa? Kalau lo bersikap kayak gini, artinya lo lagi kesel.”
Melihat Iddar hanya diam tanpa memberi jawaban, gadis itu menghela napas. Ia duduk di tepi ranjang, menepuk sisi kosong di sebelahnya.
“Kenapa? Rencana lo gagal?” tanya gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My True Me (END)
Mystery / Thriller17+ Setahun yang lalu, Zita tiba-tiba tersadar dan mendapatkan luka panjang dari telapak hingga pergelangan tangannya. Ia tak mengingat apa yang terjadi kala itu, hingga ia bertemu seorang mahasiswa baru yang mengenalinya sebagai "Mila". Lelaki itu...