«PROLOG»

11.5K 345 3
                                    

Saemi Rukmitha pernah bersumpah tak akan menginjakkan kaki ke sebuah bank sebagai pegawai- kecuali sebagai nasabah prioritas yang memakai kaos oblong, celana sependek lutut, sandal jepit, serta tak ketinggalan membawa tas plastik berisi bergepok-gepok uang. Ia ingat benar bagaimana jelimetnya/mumetnya dunia perbankan yang ia kenal lewat mata kuliah akuntansi perbankan dan account officer di kampusnya dulu. Belum lagi ... ia cukup tahu diri tak memiliki penampilan menarik apalagi good looking- sebagaimana gambaran yang ia tangkap mengenai sosok pegawai bank. Ia sadar tak masuk standar.

Namun, hidup tak seindah angan-angan dimasa kecil. Sekuat apapun idealismu, kau harus bangun pada realitas. Ketika peluang ada di depan mata, buat apa mencari-cari jalan yang tak pasti. Persetan dengan sumpahnya yang lain bahwa ia tak akan menggunakan jalur orang dalam- karena itu termasuk sebuah kecurangan-disaat ada tawaran dari seorang yang sudah lama berkecipung di dunia perbankan datang padanya.

Tak apa, nasi telah masuk ke perut, tak elok bila dimuntahkan kembali. Tinggal menikmati apa yang kadung terjadi dan menatap masa depan. Apalagi masa depannya secerah wajah Asta Brata Soewirjo. Sang atasan yang tengah berdiskusi dengan business manager terkait isu seminggu belakangan pada rapat pagi ini.

Demi apapun, Asta mode serius saat rapat di mata Saemi dua kali lipat lebih keren dari mode normal. Aura kepemimpinan yang berkarakter dan berkarisma begitu memancar saat memimpin rapat. Sampai tanpa sadar ia mengulas senyum. Astaga ... Saemi harus kembali menekuni notula di tangan sebelum sang atasan memergoki aksinya.

"Tidak bosan Saya berpesan, jaga betul kepercayaan para nasabah. Masalah sekecil apapun, sesepele apapun, problem solving di tempat harus segera diberikan. Sehingga kasus seperti kartu ATM nasabah yang eror kemarin, tidak terjadi dua kali." ujar Asta mengakhiri rapat sembari menyisipkan amanat. Ia menyinggung kembali keluhan salah seorang nasabah yang dibuat bingung dan kecewa oleh pelayanan pegawai bagian costumer service. Nasabah tersebut mesti bolak-balik ke kantor cabang, menghabiskan puluhan ribu pulsa, masih pula harus menunggu beberapa hari sampai perbaikan dilakukan. Tentu hal itu mencoreng kepercayaan nasabah pada kantor cabang yang Asta pimpin. Padahal perusahaan ini sudah dikenal sebagai bank dengan pelayanan terbaik.

"Pak Asta mau makan apa siang ini?" Saemi menanyai sang atasan sambil berjalan meninggalkan ruang rapat.

"Nasi telur,"

Mendengar jawaban itu Saemi malah mendengus, lalu menimpali "Ayam telur mulu perasaan. Entar Pak Asta bisulan, lho, lama-lama."

Asta menghentikan langkah, menengok ke samping di mana Saemi kini berdiri menyamainya. "Yang makan siapa?" sahutan bernada dingin dengan minim gerakan bibir itu terlontar.

Saemi meringis lebar serta mengangguk berulang kali. Asta mode normal, mode sebelas dua belas dengan Chef Juno telah kembali. "Pak Asta," balasnya diikuti kekehan garing.

Asta tak lagi mengacuhkan sang sekertaris yang masih di belakangnya. Terus melangkah maju menuju ruang pimpinan tempatnya bernaung.

Untung, Pak Asta ganteng!

Pak Asta I Love You! «LENGKAP»Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang