«BONUS»

4.3K 194 30
                                    

Rintik hujan menjadi saksi dua insan yang tengah mengikrar janji seumur hidup menjadi pasangan suami istri di depan pemuka agama, orang tua, saksi, serta seluruh undangan yang hadir. Rinai yang jatuh sama sekali tidak mempengaruhi khidmat acara yang mengusung konsep pesta ruang terbuka tersebut. Membiarkan air dari langit membalut tubuh sang mempelai yang kini tengah berhadapan menempelkan bibir. Mengecup beberapa kali kemudian diakhiri lumatan kecil. Para undangan bersorak suka cita untuk mereka, Asta dan Saemi.

"Masih ga percaya Saemi nikah sama Pak Asta," celetuk Herlina di tengah heboh menyaksikan kemesraan pengantin baru di depan sana.

"Mesti minta alamat di mana nyari semar mesemnya, nih. Hebat banget sekelas Pak Asta ditaklukin." Trisna menambahi dengan geleng-geleng kepala. Meski terus menggerutu dan menggunjing pasangan baru itu, ia senantiasa bergabung dengan para undangan lain menanti sesi paling ditunggu. Apalagi kalau bukan lempar buket kembang yang konon katanya, dapat menularkan jodoh. Mitos, tapi seru juga untuk dicoba. Iseng-iseng berhadiah, siapa tahu.

"Tidak ingin pindah ke dalam?" bisik Asta manakala air yang jatuh kian deras.

"Nanggung, Pak. Lempar bunga dulu,"

Asta mengangguk, mengabulkan keinginan sang istri. Ia lantas memberi tahu pihak WO untuk tetap melanjutkan acara sesuai rencana.

"Ayo, buruan, Saem!" desak para undangan, terkhusus anggota pergosipan kantor yang telah menanti pelemparan buket bunga pengantin.

"Siap, ya!" Saemi dan Asta menggenggam bersama buket bunga seraya berhitung mundur. Dalam hitungan ketiga, kedua tangan pasangan itu mengayunkan buket, melambungkan sampai ke kerumunan para undangan yang menanti.

Tertangkap. Semua mata memandang ke arah dua tangan milik orang berbeda yang berhasil menangkap lemparan Asta dan Saemi.

"Lah, adikku ngapain ikut rebutan buket?" Saemi memekik tak percaya salah satu tangan penangkap ialah sang adik sendiri.

Ada yang terpaku membatu kala bersibobok dengan pemilik tangan yang ikut meraih lemparan buket bunga. Sosok yang terpaku membatu tersebut sampai lupa caranya untuk berkedip.

"Buat Mbaknya aja, deh." ujar adik Saemi mengalah tak lupa senyum mengiringi. Membiarkan tangan milik puan yang terpaku mematung itu menerima tangkapan mereka bersama.

"Ganteng banget..." tanpa sadar puan yang mematung itu menggumamkan pujian.

"Trisna, hei!" Herlina menyentak kesadaran Trisna yang tengah mematung. Sang puan tampaknya terkesima oleh pesona bujang tampan yang tak lain tak bukan adalah adik dari pengantin yang sejak tadi jadi bahan gibahnya.

"Itu siapa sih ganteng, tinggi, tegap, gitu?" Trisna belum memalingkan sama sekali perhatiannya dari bujang tampan yang kini menjauh ke tempat lain.

Herlina mengikuti arah pandang Trisna, kemudian mendecih. "Susah digapai, Tris. Saemi mana mau punya ipar kek Kamu," spontan ucapan Herlina mengalihkan dunia Trisna.

"Maksudnya?"

"Itu tadi adiknya Saemi, Kamu belum dikenalin, ya?" Herlina menatap heran ke arah Trisna. Padahal mereka berangkat bareng dan menemui sang pengantin juga bersama, tapi kenapa sang rekan sampai tidak tahu.

"Aku tadi sibuk nyuci mata, mana tau ada yang bisa diajak ke pelaminan abis ini." tutur Trisna menuai helaan napas Herlina.

"Tuh, kang gulung kabelnya keren. Sama dia aja, entar ga perlu pusing nyewa sound system."

"Ih, tua begitu, keren dari mana!"

Herlina tertawa puas menggoda sang rekan.

Aku tunggu dewasamu, Dek. Gapapa Aku menjomblo sampe beberapa tahun ke depan, asal jodohku itu Kamu. Batin Trisna diam-diam menatap damba adik Saemi.

Pak Asta I Love You! «LENGKAP»Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang