«5»

3.2K 165 2
                                    

Tidak ada yang tahu persis seberapa lama Asta terpaku pada hasil rekaman akhir pekan kemarin. Rekaman yang sukses mendatangkan debaran aneh seiring makin betah ia menonton. Timbul kemudian kombinasi dua perasaan kontras, antara senang memandangi sang objek utama juga ketidaksenangan dengan sosok lain di sebelah sang objek utama. Ingin ia singkirkan sosok pengganggu pemandangan itu dari video juga kehidupan, kalau mungkin.

Asta meremas kepala, menyugar rambut ke belakang. Menyadari ia seperti orang dimabuk asmara hanya karena lontaran kata penyemangat. Sampai-sampai ia tak mampu membendung keluk yang terbentuk di bibirnya dan berakhir membuat para pegawai kepalang heran. Mereka mungkin akan mengiranya kesambet atau kemungkinan yang lebih parah.

Pusing sendiri, ia putuskan menyingkir dari meja kerja. Menyambangi dapur mengambil sekotak es krim, lalu menikmatinya sambil menonton TV. Tidak ada tayangan khusus, ia menyetel acak dan jatuh pada program bedah griya.

Sekilas, program yang digagas stasiun TV nasional itu terkesan berorientasi baik-memberi hunian layak bagi masyarakat kurang mampu. Namun, dari sisi lain justru menimbulkan masalah baru. Selain perkara kekokohan bangunan-mengacu pada proses dan bahan pembangunan- penghuni rumah yang menerima bantuan itu rata-rata berpenghasilan rendah. Sehingga penerima bantuan akan kewalahan menjaga kontinuitas program tersebut. Akan lebih baik jika bantuan berupa listrik bersubsidi, sanitasi, atau mengurus legalitas kepemilikan lahan/tempat tinggal.

Asta tidak sadar banyak mengeritik sepanjang tayangan berlangsung. Niat hati ingin melupakan kejadian di kantor tadi, tapi malah sekarang ia jadi prihatin dan memikirkan nasib mereka- para penerima bantuan bedah griya. Ia salah memilih program tayangan. Kanal diganti, tayangan kartun bocah berbadan biru dengan latar belakang sebuah desa jauh lebih baik sekarang. Mengembalikan kenangan masa kecil kala menonton TV bersama nenek. Mendadak ia jadi merindukan sosok lansia tersebut.

Asta mengambil gawai, melakukan panggilan ke sebuah nomor.

"Halo, Le ..." suara dari jauh sana membahana, terdengar sangat antusias.

"Halo, Uti ..." Asta balas melembut, jauh sekali ketika berada di kantor. Mungkin kalau Saemi menyaksikan ini, dia pasti akan kegemasan sendiri.

Percakapan dimulai dengan saling menanyakan perilah 'sudah makan atau belum'. Bergulir soal kegiatan sehari-hari sampai pada pertanyaan mengenai kondisi kesehatan masing-masing.

"Uti paketin ayam kecap, ya? Kamu pasti kangen masakan Uti." tawaran ini muncul ketika sang nenek menanyakan apa yang sang cucu makan.

"Kangen sekali, tapi nanti Uti capek,"

"Endak, kan ada Bude Suci yang bantu Uti. Mau, ya?" bujukan sang nenek berhasil. Sang nenek tahu sang cucu sangat menginginkan masakan yang ia masak. Namun juga tak ingin membuat sang nenek kerepotan dan berakhir mengganggu kondisi kesehatannya.

Percakapan hangat mereka berlangsung sekitar 20 menit. Sang nenek tak lupa mengingatkan sang cucu untuk menyempatkan pulang dan menginap. Cucunya itu semakin dewasa semakin jauh dari rumah. Membuat sang nenek ingin mengulang hari-hari ketika Asta masih kecil dan menghabiskan hari bersamanya.

"Iya, nanti Asta akan pulang." ucap sang cucu menutup percakapan singkat yang manjur mengembalikan ketenangan di hati jiwa dan pikirnya.

Asta kembali melanjutkan proses menyunting video, melepas bayang-bayang Saemi serta kejadian hari ini. Sementara di ruang berbeda, sosok yang membayang-bayangi Asta sedang asyik menggulir gawai sambil menyantap sebungkus cilor. Salah satu konten kreator yang ia ikuti memperbarui unggahan. Matanya menyipit, seperti mengenali latar belakang dalam video yang diunggah.

"Itu daerah sini," monolongnya dan keyakinannya bertambah seiring gapura yang menandai wilayah ia tinggal tersorot. Entah kenapa dia kegirangan hanya karena wilayahnya diliput, bangga dan merasa lebih dekat dengan sang konten kreator.

"Kiyowok banget ibu sama anaknya ..." komentar Saemi gemas menyaksikan interaksi pasangan ibu anak di video itu. Tak ingin ketinggalan lekas-lekas ia tinggalkan jejak pada kolom komentar. Menaruh asa akan disukai atau bahkan ditanggapi oleh sang konten kreator. Pasti ia akan kepalang senang bila itu terjadi, sama senangnya ketika melihat senyum Asta.

Sekarang Saemi berselancar ke unggahan lain, mengalihkan sejenak dari asa mendapat balasan dari sang konten kreator berburu objek foto. Ibu jarinya gatal ingin membuka ikon notifikasi dan ketika diklik, nihil. Jangankan disukai, jejak komentarnya tertimbun komentar lain. Paling membuat darah mendidih adalah ketika sebuah akun baru saja mengontari, tapi langsung ditanggapi oleh sang konten kreator. Padahal setelah dicek pemilik akun itu tidak mengikuti sang konten kreator.

"Mentang-mentang cewek cantik, langsung gercep!" Saemi mengamuk, membatalkan mengikuti sang konten kreator. Cukup sudah kesabaran menanti balasan yang sama semunya dengan janji-janji calon pejabat. Stok kesabarannya mesti dihemat untuk menghadapi sang atasan membalas senyumannya.

Meninggalkan platform video pendek, kini Saemi menonton drama yang diparodikan sang mas naga pada sebuah kanal Waytube. Meski tak sepenuhnya menghilangkan kekesalan, setidaknya sang mas naga telah menghibur Saemi dengan peran sebagai tokoh utama wanita.

Asta masih menyunting video lain ketika Saemi mengomelinya di ruang berbeda. Ia sempatkan membalas beberapa pengomen yang sangat ia kenal-tidak tahu saja salah satunya membuat puan di seberang sana uring-uringan. Juga mengirim hasil jepretan kepada objek-objek yang meminta/menagihnya.

Malam pun purnatugas, Saemi berangkat kerja pagi ini dengan suasana batin yang jelek. Kekasalan semalam tak sirna sempurna-entah dipengaruhi siklus bulanan perempuan atau entah apa- meniadakan senyuman yang ia tebar cuma-cuma pada tiap pegawai yang ia temui. Tidak ada obrolan hangat dengan Ujang, hanya anggukan dan tegur sapa selamat pagi. Begitupun kelakar dengan Tejo ataupun sesi merumpi bersama Herlina dan Trisna. Ia menyibukkan diri dengan data-data agar dapat menghindar dari segala tanya.

Asta tiba lebih telat sekitar jam 9 pagi lantaran menyelesaikan urusan di kantor pusat. Kedua alisnya naik mendapati wajah keruh sang sekertaris kala lewat menuju ruangannya. Sang pimpinan sempat bertanya-tanya di mana sapaan serta senyuman khas-mirip cengiran kuda- yang biasa Saemi umbar.

"Saemi," panggil Asta sebelum sang sekertaris membuka pintu lalu keluar karena tugasnya memberi laporan selesai.

Saemi memutar tubuh acuh tak acuh yang ditangkap Asta seperti sebuah ajakan permusuhan. Membuat hawa di sekitar punggung sang pimpinan berubah dingin, mencekam. Ia jadi ragu untuk bicara, khawatir topik yang diangkat sepertinya akan memperparah kondisi kebatinan sang sekertaris. Dan, terbukti sudah.

Lima detik bergulir sia-sia seperti penantian kosong Saemi yang berharap sang konten kreator sombong itu meresponnya. Bibir sang sekertaris melengkung turun diikuti gerakan kepala ke bawah. Panggilan sang pimpinan seakan sebuah ejekan untuk seorang penanti sepertinya. Ia akan memutar haluan, kembali ke kubikel menunaikan tugas. Namun, suara kelanjutan Asta membatalkan ayunan kakinya.

"Kamu kalah,"

Pak Asta I Love You! «LENGKAP»Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang