«EPILOG»

4K 147 29
                                    

Puan gendut itu melangkah ringan dengan senyum mengembang, menyapa siapa saja yang ia temui kala memasuki kantor. Tidak banyak yang berubah dari kehidupannya setelah Asta pensiun dini dan mereka menjalin hubungan yang lebih jelas. Ia tetap menjalankan tugas sebagai sekretaris bagi pimpinan baru. Sedang sang pujaan hati menikmati waktunya bersama sang nenek. Jangan tanya Asta mengerjakan apa sekarang, Saemi tidak tahu. Asta sedang menikmati menjadi pengangguran. Belum pernah merasakan, katanya.

"Pagi guys ... mantan jomblo premium mau lepas lajang, loh..." sapa Saemi kencang pada anggota pergosipan kantor sambil sedikit pamer.

"Hilih, pagi-pagi udah ngehalu Kamu, Saem!" sahut Trisna disertai decihan. Hilal memiliki gebetan saja belum kelihatan, dari mana mantan jomlonya, pikir Trisna mengejek.

"Ga percayaan Kamu, nih." balas Saemi tak terima dicap kibul. Ia lantas taruh tasnya ke kursi, mengeluarkan setumpuk lembaran.

Para rekan melihati aktivitas sang puan gendut membongkar tumpukan lembaran yang disinyalir seperti undangan. Dan terbukti benar ketika lembaran itu sampai di tangan mereka usai Saemi bagikan satu persatu.

"Aku mau nikah, kawan-kawan. Tolong sisihkan waktu untuk hadir, ya." sampai Saemi serius tapi dipandang bercanda oleh para rekan.

"Nikah gimana?" Herlina lekas memeriksa lembaran kertas yang terbubuh kata 'undangan' pada sampulnya. Masih belum yakin rekan yang mengaku jomlo premium ini akan melepas lajang. Dekat dengan pria saja tidak.

Saemi yang dituduh berhayal hanya menampilkan senyum lima jari, menunggu respon mereka.

"Jomblo kayak Kamu kapan pacaran- WHATT?!" Trisna memekik keras di ujung kalimat.

"Asta Brata?" Herlina memandang Saemi antara kaget dan bingung.

"Ini gak salah, Saem? Pak Asta mantan pimpinan kita?" rekan lain menyahut sama tak percayanya.

"Yah, Pak Asta yang kalian kenal. Aku mau nikah sama beliau, guys." Saemi mengonfirmasi, senyum lima jarinya tak menyirna.

Hening sejenak, mereka sama-sama meyakinkan bahwa tidak sedang dikerjai masal. Detik berganti, Saemi pun dihujani pekikan heboh disusul serbuan pertanyaan.

"Sejak kapan Kamu dekat sama Pak Asta, huh? Jelasin atau Aku kempesin ban motormu, ya!"

"Kapan pacarannya, ini kok ujug-ujug langsung sebar undangan, sih? Kamu ga ditanamin saham dulu, kan?"

"Wahh ... Kamu jahat, Saem! Nutupin hal sebesar ini dari kita."

Saemi pasrah saja jadi bulan-bulanan para pegawai terkhusus penggosip kantor. Dia dan Asta memang tidak mengunggah apapun menyoal pertunangan mereka. Juga tidak mengundang orang kantor kecuali Tejo selaku pimpinan pengganti Asta.

Bukan apa-apa, Saemi hanya memikirkan lokasi dan jarak tempuh bila mereka datang. Lagipula, pertunangan itu digelar sederhana dan terbilang dadakan.

Pada hari mereka bertemu sambil membuka permasalahan, Asta mengajak Saemi menikah. Seminggu kemudian Asta membawa keluarganya menemui keluarga Saemi untuk melangsungkan pertunangan.

Sungguh, bukan ide mereka menyegerakan semuanya. Kedua insan tersebut ingin santai berpacaran dulu sebelum ke jenjang serius. Namun tidak bagi Winarti. Puan baya tersebut mendesak mereka segera melegalkan hubungan pada ikatan pernikahan. Selain ingin sang anak sulung segera memberi mantu, Winarti juga khawatir dua insan dimabuk asmara tersebut 'kebablasan'.

Bagaimana tidak. Winarti dibikin syok mendapati Asta dan Saemi tidur berpelukan di sofa pada siang hari, ketika ia berkunjung ke hunian sang anak yang katanya akan dijual. Tidak hanya itu, Saemi terlihat menggunakan kemeja sang anak yang tampak pas di badan gendutnya. Winarti memang ingin menimang cucu dari Asta, tapi bukan didapat dari hubungan belum legal. Catat itu!

"Aman, Pak Asta belum nanam saham. Baru buka rekening,"

"HEH, SAEMI!"

.

.

.

.

.

.

Mentari menyengat ke ubun-ubun. Jalanan sesak dipadati kendaraan beroda meski terbilang akhir pekan. Semakin mendekati sebuah gedung kepadatan semakin terasa. Asta sampai bingung mencari area guna memarkirkan mobilnya.

"Mas, Kamu di auditorium sebelah mana?" sementara Asta sibuk menemukan area parkir, Saemi juga sibuk mengabari orang di gedung sana.

"Oh, barat. Oke, Aku hampir nyampek ini," pungkas Saemi menutup panggilan.

"Parkir di kampus 4 aja, Pak. Mas Dian di sisi barat soalnya," saran Saemi hanya diangguki Asta. Kembaran ketujuh Chef Juno itu tak banyak komentar sejak Saemi memaksanya menghadiri acara wisuda sang mantan kakak tingkat. Bertemu saja Asta malas, apalagi harus bersalaman, mengucap selamat, serta bersikap ramah. Asta sudah mual sendiri membayangkannya.

"Mas Dian..." panggil Saemi ditengah keramaian. Ia menyibak sedikit rok spannya ke atas, berjalan setengah cepat mendekati pemuda berbalut jubah toga. Melupakan orang yang mengantarkan serta menemani ke mari.

"Mas Dian selamat, ya..." Saemi menyalami erat sang wisudawan seraya menyerahkan kado.

"Makasih banyak, Saemi..." Dian tanpa takut merengkuh Saemi sebentar meski kilau katana terpancar dari balik punggung sang puan gendut.

Rengkuhan sekejab berakhir, Dian beralih mengenalkan Saemi pada kedua orang tua serta saudara-saudaranya yang turut hadir.

"Ini Saemi, Ma. Yang bantuin Aku sampek pemberkasan." ujar Dian pada sang ibu.

Saemi tersenyum malu, merendah hati bahwa yang dia lakukan bukan apa-apa.

"Lha ini siapa, cantik?" hampir saja keberadaan Asta dimetafisikkan di sana kalau ibu Dian tidak menanyakan siapa gerangan yang bersama Saemi.

"Fotografer pribadi Saya untuk mengabadikan momen Mas Dian hari ini, Bu." kelakar Saemi sontak membolakan mata Asta. Kembaran ketujuh Chef menyesal menuruti permintaan Saemi hadir ke sini sambil membawa serta kameranya.

"Calon suami Saya, hehehe." ralat Saemi dibubuhi kekehan garing, menciptakan tawa orang-orang di sekitar kecuali Asta.

Tanpa banyak kata lagi, Asta mengarahkan mereka untuk berjejer membentuk pose. Dengan terampil Asta membidikkan lensa kamera ke keluarga Dian. Mengabadikan momen indah nan bahagia itu ditemani Saemi di sampingnya.

"Makasih, sayang. Kamu ganteng hari ini," bisik Saemi ditengah keseriusan Asta. Kontan saja Asta menoleh cepat tanpa kata.

"Nanti malem dapet bonus," bisik Saemi lagi seraya menaik-naikkan alis.

"Married by accident sepertinya tidak buruk,"

"Astaga ... Saya cuma bercyanda, Pak Asta. Jangan dibawa serius atuh, calon suami!"

"Kamu yang memancing, Saemi."

Saemi meringingis lebar, menampakkan senyuman khas. Lantas meminta Asta meneruskan keseriusannya pada bidik kamera.




Seperti itulah gambaran interaksi calon manten yang tinggal menghitung hari untuk sah. Asta yang mencoba lurus coba dibelok-belokkan oleh Saemi meski dengan ranah canda. Doakan saja iman Asta tebal menghadapi godaan Saemi sampai pelaminan. Bahagia untuk mereka berdua, juga kalian semua para pembaca. Siapkan setelan terbaik kalian menghadiri janji suci Asta dan Saemi. Asal kalian diundang, hehehe.

«SEKIAN»

Pak Asta I Love You! «LENGKAP»Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang