Happy reading, semoga suka ya.
Ebook sudah lengkap di Playstore dan Karyakarsa. Lagi ada diskon ya baik di Karyakarsa maupun Playstore.
Di Playstore
Di Karyakarsa, kalian klaim voucher ya, jadi pada saat check out klik use voucher, masukkan kode : MERDEKA1708
Voucher limited ya, kalau ga bisa, ya berarti uda ga ada.
Luv,Carmen
__________________________________________________________________________
Isla masih berlatih selama beberapa jam di lereng latihan itu sampai ia benar-benar bisa mencapai dasar lereng itu tanpa terjatuh tapi kedua kakinya mulai terasa sakit. Saat mereka tiba di vila dan Isla bisa melepaskan pakaian ski itu dari tubuhnya, kedua kakinya sudah menjeritkan protes.
"Oh, Tuhan! Rasanya aku akan mati," erang Isla sambil berusaha meluruskan kakinya.
"Ini."
Isla bangkit dari ranjang dan menatap ke ambang pintu kamarnya yang terbuka. Pria itu ada di sana dan kini sedang berjalan masuk.
"Apa itu?"
"Ini akan membantumu, percayalah. Ibuprofen, segelas anggur dan mandi air hangat." Isla menerima dua tablet dan meminumnya bersama minuman tersebut. "Air mandimu sudah siap."
"Kau menyiapkan air mandi hangat untukku?" tanya Isla.
"Ya, untukmu," jawab pria itu sambil memberi isyarat agar Isla mengikutinya. "Ayo, jangan biarkan airnya mendingin. Dan bawa anggur itu bersamamu," tambahnya saat melihat Isla ingin meletakkan gelas itu di atas nakas.
Isla mengikuti pria itu memasuki kamar mandinya. Bak mandi pria itu penuh air dan dia pasti menaruh minyak essential di dalam air mandinya karena Isla bisa mencium aroma lavender yang menenangkan.
"Air hangat ini akan membantu merilekskan otot-ototmu yang tegang," ucapnya sambil menyerahkan selembar handuk baru pada Isla.
"Terima kasih," ucap Isla.
Pria itu lalu keluar dari kamar mandinya dan Isla mulai melepaskan pakaiannya. Ia kemudian masuk ke dalam bak dan melenguh nikmat ketika duduk di dalamnya. Bak itu tidak luar biasa besar, tapi sangat nyaman dan luas untuknya sendiri. Dan terutama air hangatnya terasa sangat menyenangkan. Isla tidak tahu berapa lama ia berendam di dalam bak itu, sambil menyesap pelan anggur yang tadi diberikan pria itu padanya. Isla lalu berpikir, kapan ia pernah benar-benar memanjakan dirinya?
Saat air di bak mulai mendingin, Isla memutuskan bahwa ia sudah cukup lama berendam. Walaupun rasa pegal di kakinya masih terasa, tapi dengan bantuan air panas, anggur dan obat, ia merasa jauh lebih baik. Ia lalu keluar dari bak dan mengeringkan tubuhnya dengan selimut lalu mengenakan pakaiannya kembali.
Lalu ia mencari pria itu yang ternyata sedang memegang gelas whiskey di tangan dan sedang menatap keluar jendela di ruang tamu tersebut. Saat menyadari kehadiran Isla, dia menoleh dan tersenyum.
"Bagaimana? Kau merasa lebih baik?" tanyanya.
"Ya, kurasa."
"Ingin makan malam di luar saja?" tawar Caleb. "Kau tidak perlu memasak kalau terlalu lelah."
Bukankah pria itu sangat manis?
"Kita punya terlalu banyak stok bahan makanan, aku akan memasak, tidak akan lama."
Pria itu tersenyum kembali dan dengan bodohnya, Isla merasa dadanya berdesir halus. "Kalau memang itu yang kau inginkan, Isla. I'll be more than happy to eat your food. Menurutku, masakanmu lebih enak dari restoran."
Isla mencibir pelan. "Dasar perayu ulung."
Ia berbalik menuju dapur dan pria itu mengikuti sambil tertawa.
Setelahnya, mereka berdua sibuk di dapur dengan pria itu yang membantu Isla mengerjakan hal-hal sederhana seperti mencuci dan memotong sementara Isla menyiapkan hal yang lebih kompleks. Kekesalan Isla pada Caleb terkait Ella berdada besar itu sudah menghilang. Ia kembali lagi pada penilaiannya semula, bahwa pria itu benar-benar pria sejati yang terhormat. Selain dari ciuman selamat malam yang diberikan pria itu, Caleb tidak pernah menyentuh Isla atau bahkan mencoba menyentuhnya atau mengambil kesempatan untuk itu ataupun memaksanya. Pria itu juga tidak berusaha membuat Isla merasa tidak nyaman atau mengingatkannya bahwa ia dibayar untuk menemani pria itu atau hal-hal semacam itu. He was totally a gentleman. Dan tentu saja, Isla tidak bisa menyalahkan pria itu karena memperlakukan wanita tadi dengan baik, he was just being a gentleman. Tapi setidaknya pria itu hanya menghabiskan beberapa menit bersama Ella sebelum kembali pada Isla dan selama itu juga, dia tidak pernah lagi mengalihkan perhatiannya dari Isla.
Makanan Meksiko sepertinya merupakan salah satu kesukaan pria itu, jadi Isla memutuskan untuk membuat taco dan enchilada untuk makan malam mereka. Setelah memasukkan enchilada ke dalam oven, Isla menyusul pria itu ke ruang tamu. Setelah latihan yang melelahkan di lereng, ditambah anggur dan obat, Isla merasa mengantuk dan lelah tetapi juga sangat rileks.
"Kau mengantuk?" tanya pria itu saat Isla duduk bergelung di sampingnya.
"Capek, sebenarnya. Aku tidak tahu kalau ternyata olahraga ski begitu menguras tenaga."
"Kalau kau terbiasa, kau tidak akan merasa seperti itu lagi."
"Dan berapa lama sebelum aku menjadi terbiasa?" tanya Isla penasaran.
"Beberapa bulan."
Isla mengerang.
Caleb tertawa.
"Jangan cemas. Kau sudah membuat banyak kemajuan hari ini. Beberapa kali kau berhasil menuruni lereng tanpa terjatuh."
Isla tersenyum tapi tidak mengatakan apapun. Mereka hanya duduk seperti itu, saling berdekatan, saling menghangatkan sambil menatap api buatan di dalam perapian. Saat-saat ini terasa sangat nyaman, kebisuan penuh damai yang membuat Isla merasa bisa duduk di sini sepanjang malam bersama pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Escort - Wanita Bayaran Sang Taipan
RomanceBillionaire romance 21+