Bab 6B

2K 273 12
                                    

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca cepat, cerita ini sudah tamat di Karyakarsa ya, last parts sudah update sampai epilog.

Tersedia paketnya juga ya, kalau ga mau repot beli bab per bab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tersedia paketnya juga ya, kalau ga mau repot beli bab per bab.

Tersedia paketnya juga ya, kalau ga mau repot beli bab per bab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy

Luv,

Carmen

______________________________________________________________________________

Isla akan berbohong bila ia berkata bahwa ia tidak tersanjung. Penilaian pria itu tentangnya membuat Isla merasa sedikit lebih baik. Ia menimbang sejenak lalu memutuskan untuk jujur. Sejauh ini, Caleb sudah bersikap seperti seorang pria sejati.

"Kau benar, aku punya alasan sendiri."

"I knew it."

"I need money. Ayahku... ayahku berutang banyak pada bank sebelum dia meninggal. Dia membuat keputusan bisnis yang buruk dan well... aku tidak bisa duduk diam dan tidak melakukan apa-apa, melihat rumah dan aset kami disita. I had to do something, that's when I came to know this personal services. Sisanya, kau sudah tahu."

"Thanks for telling me, Isla. And for trusting me."

Pria itu kembali meraih jemarinya dan meremas lembut dan Isla merasakan kehangatan sentuhan itu menjalar naik ke lengannya.

"Kita berdua sama-sama memiliki tujuan dalam liburan ini, tapi mungkin nanti kita bisa menemukan sesuatu yang mungkin sama-sama kita inginkan sebelum liburan ini berakhir."

Mereka berdua kini saling menatap dan Isla merasakan tatapan pria itu yang memakunya di tempat. Ia menelan ludah dan berusaha untuk menarik jemariny dari genggaman pria itu tapi entah kenapa, Isla seolah tidak memiliki tenaga untuk melakukannya. Pria itu pasti sudah mendekatkan kepalanya dan mungkin bibirnya sudah menempel di bibir Isla dan Isla mungkin saja akan membiarkan pria itu melakukannya jika bukan karena gangguan tiba-tiba tersebut.

"Oh Tuhan!" jerit Isla panik. "Masakanku!"

Ia berbalik cepat dan menatap sausnya yang sudah nyaris mongering. Ya Tuhan, mengapa Isla tidak sadar?

"Gosong?" tanya Caleb prihatin.

Isla mematikan kompor dengan cepat dan menahan diri untuk tidak mengumpat. Hanya sampai di sini saja ia bisa menunjukkan kemampuan memasaknya. Memalukan!

"Aku baru saja menggosongkan makan malam kita, yeah."

Caleb membuat suara seolah tercekik dan Isla tahu pria itu menahan tawa. Ia berbalik dan melotot. "Oke, tertawa saja, tidak perlu menahannya."

"Kurasa... kau terlalu fokus pada hal lain, Isla," goda pria itu sambil menyengir lebar.

"Kurasa kita berdua terlalu fokus pada hal lain," ralat Isla.

"Well, tidak apa-apa. Kita bisa berbelanja besok. Masih ada stok untuk makan malam seadanya?"

Isla mengangguk.

"Aku bisa membuat spaghetti. Bahan-bahannya cukup untuk membuat saus sederhana. How's that sound?"

"Sounds amazing, Isla."

Malam itu, mereka menikmati makan malam seadanya sambil menertawakan mereka sendiri. Mereka juga mengobrol bersama sepanjang makan malam, mencari tahu lebih banyak tentang lawan bicara mereka dan Isla harus mengakui bahwa Caleb benar-benar pria yang menyenangkan dan terutama, ia nyaman berada di samping pria itu. Mereka bisa jadi baru kenal, tapi pria itu bisa membuat Isla merasa seolah mereka sudah lama saling mengenal.

"Aku akan tidur sekarang. Kau ingin bergabung denganku?" goda pria itu saat jam menunjukkan hampir tengah malam.

Isla tertawa. "Tidak, kurasa aku harus menolak tawaranmu."

"Bolehkah aku menciummu kalau begitu?"

Isla berpura-pura memikirkannya sejenak. "Baiklah, I think that will be okay."

Caleb tidak menunggu lama. Pria itu menariknya mendekat dan mengusapkan bibirnya pada bibir Isla. Isla terkejut, ia tadinya berpikir pria itu akan mencium pipinya tapi saat bibir itu menempel halus di bibirnya, rasanya ia seperti disengat listrik bertegangan tinggi. Tapi akal sehatnya kembali dan ia mendorong pria itu pelan.

"Selamat malam, Caleb."

"Selamat malam, Isla. Besok... besok kita akan berbelanja perlengakapan ski untukmu, oke?"

"Tidak bisakah kita menyewa saja?"

Isla toh tidak akan menggunakan peralatan itu lagi, bukankah itu terlalu boros?

Tapi Caleb bersikeras.

"Tidak, kita sudah membicarakannya tadi. We have a deal. Kau mengajariku memasak, aku mengajarimu bermain ski."

Isla mendesah pelan. "Baiklah, baiklah."

Liburan masih panjang, Isla tidak tahu kejutan seperti apa yang akan menunggunya nanti.

The Billionaire's Escort - Wanita Bayaran Sang TaipanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang