Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 siang. Satu persatu warga yang melayat ke rumah Pak Usman pun pulang. Hanya tersisa Pak Parta, Pak Heru, Yudi, dan Ahmad. Sebelumnya, Adiba berpamitan untuk menjenguk keadaan Indah. Pak Heru berpesan, agar jangan membahas soal semalam. Adiba langsung mengangguk paham.
"Maaf, Pak Heru, Mas ini siapa? Kok saya baru lihat, menantunya ya?" Tanya Baskara menunjuk ke arah Ahmad.
Sontak Ahmad dan Yudi sama-sama terkejut. Yudi segera menunduk, mengambil napas panjang. Ahmad bisa menerka apa isi hati Yudi saat ini. Pasti ia merasa tersinggung dengan pertanyaan Baskara.
"Bukan, Mas. Saya guru ngaji baru di sini. Nama saya Ahmad. Kebetulan saya tinggal di rumah Pak Heru karena rumah yang hendak saya tempati belum di proses." Jawab Ahmad mendahului Pak Heru yang akan menjawab Baskara.
"Oh, begitu. Jadi, Mas Ahmad ini guru ngajinya Putri, saya minta maaf jika ada kesalahan Putri yang mungkin menyinggung perasaan Mas Ah-
"Tidak apa-apa, Mas. Putri anak yang baik. Semoga diberi ketabahan dan kesabaran bagi keluarga yang ditinggalkan." Potong Ahmad.
"Kalau begitu, saya pamit dulu, Mas. Sebentar lagi, zuhur. Saya mau ke mushola, mari Mas Yudi kita ke mushola bersama. Titip salam buat Pak Usman, semoga beliau diberi ketabahan atas kepergian Putri." Pamit Ahmad, ia mengajak Yudi untuk pulang bersama. Ia tak ingin, obrolan tentang dirinya akan semakin menyakiti Yudi. Bisa dilihat, jika Yudi tengah terbakar api cemburu saat Baskara mengira dirinya menantu Pak Heru.
"Eh, ya. Ayo!" Tukas Yudi setengah bengong. Ahmad dan Yudi segera beranjak dari duduk, lalu berdiri menjabat tangan Baskara, kemudian melangkah keluar dari rumah Pak Usman.
"Ya, Mas. Terima kasih banyak atas kunjungannya." Balas Baskara.
Setelah kepergian Ahmad dan Yudi, Baskara segera menutup pintu. Padahal di dalam masih ada Pak Parta dan juga Pak Heru.
"Kira-kira, apa yang akan mereka bicarakan, Mas? Sepertinya memang kehadiran kita tak diinginkan," Yudi memandang lurus ke arah rumah Pak Usman. Ia merasa curiga dengan sikap Baskara barusan.
"Tidak boleh suuzan, Mas. Mungkin, memang ada hal penting yang ingin dibicarakan. Sebaiknya, kita tidak perlu ikut campur." Balas Ahmad sambil terus berjalan di samping Yudi.
"Enak ya, jadi orang ganteng. Baru kenal saja sudah dikira menantu, saya dulu tidak tuh." Sindir Yudi melirik ke arah Ahmad. Pemuda itu hanya tersenyum menanggapi sindiran Yudi.
"Mas Yudi cemburu ya?" Goda Ahmad.
"Siapa yang cemburu, tidak!" Kilah Yudi.
Ahmad mengulum bibir. Ia mencoba menahan tawanya melihat wajah Yudi yang kemerahan.
"Kalau memang suka, bilang saja Mas. Atau bisa langsung datang ke rumah, ajak taaruf. Mas juga kenal sama Pak Heru, boleh dibicarakan dulu, siapa tahu Indah juga mempunyai perasaan yang sama kepada Mas," Kata Ahmad mencoba memberi saran.
"Ngawur kamu, Mas. Saya di sini cuma tukang bersih-bersih mushola. Mana mau gadis secantik Indah taaruf sama saya." Ketus Yudi.
"Kan belum dicoba, Mas. Siapa tahu, Indah memang jodohnya Mas Yudi. Dicoba saja dulu," ucap Ahmad.
"Memangnya, Mas Ahmad tidak tertarik sama Indah? Dia cantik loh, Mas." Tanya Yudi.
"Mana mungkin saya tertarik dengan kepo ..." Ahmad langsung menutup mulut dengan kedua tangan.
"Kepo, apa Mas?" Yudi semakin penasaran.
"Maksud saya, saya tidak mungkin tertarik dengan Indah, Mas. Saya sudah menganggap Indah seperti keponakan sendiri," tandas Ahmad.
KAMU SEDANG MEMBACA
JALAN PULANG
HorrorSetelah berada di desa Giung Agung, Ahmad merasa jika dirinya selalu berhalusinasi. Ia kerap melihat bayangan Hawiyah muncul di luar jendela. Saat hendak memastikan, bayangan Hawiyah mendadak hilang. Setelah kepergian Hawiyah, hidup Ahmad menjadi ta...