"Jangan pernah sebut Tuhanmu. Kau itu sudah murtad! Apa kau tak malu!" Sindir seseorang yang berdiri di sebelah orang tersebut.
"Aku belum murtad! Aku tidak pernah melakukan satu pun yang diperintahkan orang gila itu! Jadi, jangan asal bicara kamu!" Tandasnya.
"Apa kau tak takut, akan bernasib sama seperti dia?" Tunjuk seseorang itu ke arah kepala manusia yang bersimbah darah dengan lidah terjulur dan kedua mata melotot.
Ada perasaan takut yang menjalar. Ada perasaan cemas yang menghinggap. Sekujur tubuh mendadak kaku. Buliran keringat mulai meluncur deras, membasahi dahi dan pelipis.
***
Sepulangnya dari Puskesmas, Ahmad terlihat sedang duduk di teras sambil memandang ke arah pepohonan. Ia sedang masa penyembuhan pasca di rawat. Sedangkan Pak Heru masih berkeliling desa untuk mencari Indah. Ditemani Pak Sulaiman, Pak Heru mencoba menelusuri area pedesaan. Ia bahkan mencari sampai kampung sebelah. Namun, belum ada satu pun petunjuk yang ia dapat.
Dari kejauhan, Yudi melihat Ahmad tengah melamun di depan rumah. Segera pemuda itu berjalan menghampiri Ahmad.
"Mas Ahmad, sendirian saja." Tegur Yudi.
"Eh, Mas Yudi. Ya, Mas. Pak Heru sedang pergi." Ucap Ahmad menyambut kedatangan Yudi.
"Indah belum ditemukan ya, Mas?" Yudi menyenderkan punggung ke dinding kayu. Duduk di samping Ahmad. Ia terkejut melihat kepala Ahmad yang dibalut kain kasa.
"Belum, Mas." Balas Ahmad.
"Apa yang terjadi sama Mas Ahmad? Kenapa kepalanya diperban?" Tanya Yudi.
Ahmad mengembus napas pelan. Ia masih memandang ke arah jalan. Selang beberapa menit kemudian, Ahmad mulai menceritakan secara detail apa yang ia alami semalam. Yudi mendengarkan dengan seksama. Sesekali ia terlihat mengernyit, namun dengan cepat ia merubah ekspresi.
"Berarti, memang ada orang yang sengaja mencelakaimu, Mas. Bagaimana kalau kita ke rumah Popon sekarang, siapa tahu kita menemukan petunjuk." Usul Yudi.
"Kepala saya masih sakit, Mas. Kata Pak Mantri juga harus istirahat dulu." Tolak Ahmad.
"Tapi Mas-
PRANG!
Terdengar sesuatu yang jatuh dari arah dalam. Ahmad dan Yudi saling pandang.
"Sepertinya ada cermin yang pecah, Mas." Kata Yudi. Ahmad hanya mengangguk. Lantas mengajak Yudi untuk melihat ke dalam.
Ahmad mengedarkan pandangan, ia menelisik ruang tamu Pak Heru. Tidak ada suatu benda apa pun yang terjatuh. Kemudian Ahmad beralih menuju kamar, di kamar yang ia tempati juga tidak terlihat ada benda yang jatuh.
Di rumah Pak Heru terdapat tiga kamar. Letaknya juga terpisah. Dari tiga kamar tersebut, hanya kamar Indah yang terlihat mencurigakan. Yudi mengelus tengkuk, ia ingat saat mendengar sesuatu dari kamar tersebut.
"Bagaimana Mas, apa mau coba cek satu persatu?" Tanya Yudi.
"Kalau itu, saya tidak berani Mas. Tidak sopan juga masuk kamar orang lain tanpa seizin pemiliknya." Jawab Ahmad. Ia tak sengaja memasukkan tangan ke dalam saku. Tangannya meraih sesuatu. Segera ia menariknya, dilihat ada secarik kertas yang tergulung-gulung.
KAMU SEDANG MEMBACA
JALAN PULANG
HorrorSetelah berada di desa Giung Agung, Ahmad merasa jika dirinya selalu berhalusinasi. Ia kerap melihat bayangan Hawiyah muncul di luar jendela. Saat hendak memastikan, bayangan Hawiyah mendadak hilang. Setelah kepergian Hawiyah, hidup Ahmad menjadi ta...