Bab 45

979 61 6
                                    

AAARRRGGGH!

AAARRRGGGH!

Amara dan Sarah dikejutkan dengan teriakan salah satu santri dari dalam kamar.

"Astaghfirullahaladzim!" Seru keduanya saat mendapati salah satu santri sedang melukai dirinya sendiri dengan mencakar-cakar wajahnya.

"Tadi kami lihat, dia senyum-senyum sendiri, Mbak. Terus, tiba-tiba dia cakar-cakar gitu. Kami takut, Mbak." Ucap salah satu santri putri yang kini tengah berkumpul di satu titik bersama santri putri yang lain.

"Ra, bagaimana ini?" Sarah ikut panik. Dia juga ketakutan melihat sang santri.

"Kamu beritahu para pengurus, biar aku yang jaga di sini. Cepat!" Titah Amara dengan nada tegas.

Tanpa bertanya lagi, Sarah bergegas keluar kamar.

"Mbak ..." lirih para santri yang lain.

"Kita berdoa, minta pertolongan sama Allah. Tiadalah Allah menguji hambanya diluar batas kemampuan, mari berdoa bersama," Amara mencoba menenangkan para santri. Hanya itu jalan terbaik yang ia lakukan. Jika memaksa melawan pun, ia tak punya kuasa. Semua diserahkan kepada Sang Maha Kuasa.

"Percuma, Cah Ayu. Aku ora bakal lungo soko kene. Kabeh sing neng kene kuwi golekane bocah kuwi. Dadi bakale yo tetep mati, mati! (Percuma, Anak cantik. Aku tidak akan pergi dari sini. Semua yang di sini, hanya bonekanya anak itu. Jadi, akan tetap mati, mati)"

Ucapan gadis itu membuat konsentrasi Amara terganggu. Kata-katanya terus terngiang di telinga. Apa maksud kalimat itu. Amara terlihat kebingungan, ini kali pertama ia menghadapi masalah tanpa adanya sang bapak.

HAHAHAHA!

HAHAHAHA!

Tawa sang gadis yang kesurupan kian kencang. Selain mencakar wajahnya, gadis itu juga menggigit satu persatu kuku jarinya hingga terlepas. Giginya terdengar gemertak. Saling beradu di dalam mulut.

"Ra!"

Tak selang beberapa waktu Ustaz Hilmi dan pengurus pondok yang lain pun tiba. Termasuk Ahmad dan Ilham.

"Mas, bagaimana ini?" Tanya Amara kepada Ustaz Hilmi.

"Sebaiknya, para santri lain keluar. Pindah ke kamar lain, atau ke aula saja. Biar ditemani pengurus lain. Sementara kita yang tersisa, usahakan baca terus ayat-ayat suci Al-Qur'an, supaya jin yang berada di tubuh dia segera pergi." Jawab Ustaz Hilmi.

"Ayo, cepat! Cepat!" Seru salah satu pengurus. Ia meneriaki para santri putri untuk segera berpindah kamar. Mereka yang berada di ruangan tersebut segera berlari keluar kamar. Dan beberapa pengurus pun ikut mendampingi.

"Percuma kau suruh bacakan ayat-ayat, Hil! Lihatlah, dia justru semakin menyakiti dirinya sendiri," ucap Ahmad sambil menunjuk ke arah sang gadis. Di sana, selain menggigit kuku jari, sang gadis juga menggigit jari-jarinya. Layaknya sedang memakan daging. Begitu lahapnya dia, ketika memasukkan jari ke dalam mulut. Darah mengalir deras dari jemarinya, sedangkan mulutnya tampak asik mengunyah-ngunyah.

"Astaghfirullahaladzim," Ustaz Hilmi berlari mendekat. Ia berusaha menghentikan apa yang dilakukan gadis itu. Akan tetapi, justru dirinya mengalami serangan dari sang gadis.

Senyum menyeringai mengembang sempurna disertai dengan tatapan tajam.

"Anake Suherman! (Anaknya Suherman)" Gadis itu melotot, sambil mencekik leher Ustaz Hilmi.

"Maaas!" Sarah dan Amara berteriak histeris. Keduanya semakin panik, sementara Ahmad hanya diam mematung.

"B-bapak!" Suara Ustaz Hilmi terdengar lirih. Ia berusaha melepas cengkeraman tangan sang gadis dari lehernya.

JALAN PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang