Bab 27

1K 52 5
                                    

Indah menatap tajam kepada semua orang yang sedang menertawakannya. Mereka meninggalkan gadis itu dengan perasaan kesal bercampur emosi. Dulu, begitu manis kata-kata mereka saat pertama kali mengajaknya bergabung. Ia ingat betul, bagaimana sendu dan tenang wajah lelaki itu, ketika menemuinya di gapura perbatasan desa yang menghubungkan antara desa Giung Agung dengan desa Kalimayang.

Sudah lebih dari 20 tahun, desa itu tanpa penghuni. Kabarnya tak ada tanda-tanda kehidupan manusia satu pun di desa Kalimayang. Namun, semua itu hanyalah cerita fiktif belaka, yang mungkin sengaja disebar oleh seseorang. Nyatanya, masih ada beberapa orang yang hidup di desa tersebut. Termasuk keluarga Pak Asep.

"Kalau aku tidak bisa mendapatkan apa yang aku inginkan, aku pastikan kalian semua akan menyesal." Batin Indah sembari mengepalkan tangan.

Hari berlalu begitu cepat. Matahari seakan bersaing dengan sang senja, ingin segera tenggelam, kembali istirahat setelah sekian lama bertengger di langit. Namun, kali ini senja memaksa waktu untuk bertahan lebih lama, hanya untuk sekadar menunggu, rembulan yang akan  bersinar merah malam ini. Bukan karena tengah kegirangan, melainkan akan terjadi malam yang panjang dan dingin.

"Sepertinya kita harus meminta bantuan sama Asep, Pul. Keberadaan Adiba sangat merugikan kita nanti. Apalagi sekarang, kita tidak tahu di mana Suparta tinggal." Ucap Pak Sulaiman, sambil mengamati Yudi yang sedang duduk di sudut ruangan.

Ipul memang sengaja tak mengikat Yudi kali ini, ia membiarkan Yudi begitu saja. Hanya Ahmad yang masih terikat di tiang kayu. Kesadarannya perlu dipertanyakan, sebab sudah terlalu lama pemuda itu pingsan.

"Tak perlu merepotkan Kang Asep untuk hal kecil seperti itu, Man. Kalaupun kita kehilangan dia, setidaknya kita sudah menemukan kunci dari permasalahan ini. Gadis itu memang terlahir kuat, tetapi jiwanya tetaplah lemah. Yang terpenting sekarang, bagaimana caranya membunuh pemuda ini tanpa ketahuan warga. Karena saya juga tidak ingin berlama-lama di sini." Balas Ipul. Pandangannya menatap tajam ke arah Ahmad. Pemuda itu tak sepenuhnya bersalah, hanya karena dendam masa lalu, banyak orang yang mengincar nyawanya termasuk Ipul.

Awal kedatangannya di desa, Pak Heru sudah sangat mengenali Ahmad. Hanya saja, ketua RT itu merahasiakan hal tersebut. Wajah tampannya tak jauh berbeda dari wajah sang bapak. Pak Heru memang sengaja meminta Kiai Sobirin untuk mengutus Ahmad untuk pulang ke kampung halaman. Awalnya Kiai Sobirin menolak, namun saat Pak Heru menceritakan apa yang terjadi di desa, Kiai itu segera menyetujui keinginan Pak Heru dan berbohong tentang permintaan mencari guru ngaji di desa.

Pak Sulaiman kembali terdiam. Sejak tadi, ia merasa gelisah. Entah, ia seperti sedang menunggu sesuatu. Ia juga berulang kali melirik ke arah Yudi. Pemuda itu terlihat ketakutan. Sedari tadi hanya diam sambil menggigit jari.

Tok!

Tok!

Tok!

Pak Sulaiman segera beranjak dari tempat duduk. Ia begitu bersemangat untuk membuka pintu. Wajahnya yang tampak tegang, kini tiba-tiba sumringah.

"Akhirnya kau datang juga," sambut Pak Sulaiman.

Yudi terkejut saat melihat siapa orang yang datang ke rumah Pak Sulaiman di penghujung sore ini.

"Soleh, apakabar kawan!" Ipul memeluk tubuh Pak Soleh dengan perasaan riang. Pak Soleh hanya tersenyum sambil melirik ke arah Pak Sulaiman. Pria itu menganggukkan kepala. Yudi semakin mencurigai gelagat mereka berdua.

"Baik, Pul." Balas Pak Soleh singkat.

"Ada kabar apa hari ini, saya sudah tak sabar mendengarnya." Ipul melepas pelukannya kemudian kembali duduk di tempatnya semula.

"Sang pemimpin berencana menyerang desa, untuk memancing Suparta. Sang pemimpin ingin segera membunuhnya, setelah berhasil mengacaukan kondisi Sobirin dan yang lain. Saya heran, kenapa sang pemimpin sangat ngotot ingin Suparta muncul, bukankah ia hanya dendam kepada Sobirin?" Pak Soleh dan Ipul saling memandang. Kening pria itu mengerut, seakan tak mengerti tujuan sebenarnya dari pemimpin mereka.

JALAN PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang